Disakiti Tentara Dicintai Ugal-ugalan Oleh Mafia

Indonesia

" Woah jadi beneran putus, Aku pikir cuma rumor aja."

" Ho o, gila lho ya, kurang apa coba Mayor Alna. Cantik, pinter, keluarganya juga nggak main-main, dokter pula. Buseet deh Bim bego banget jadi cowok."

" Kurangnya satu, kurang bersyukur aja dia hahahaha."

Peristiwa di depan rumah dinas milik Bimo tentu ada yang melihatnya. Dan dengan cepat hal itu langsung menyebar di seluruh kesatuan. Mau tidak mau mereka pun ikut berkomentar, namun saat di depan orang yang bersangkutan, mereka memilih diam.

Bukan hanya dikalangan para prajurit, dalam lingkup istri-istri mereka pun Alna dan Bimo menjadi sebuah topik panas.

Tidak ada yang tidak tahu perihal keduanya yang menjalin kasih. Jadi saat kabar putus itu muncul, ibarat wangi bunga melati yang langsung menyeruak ke permukaan. Semua orang di lingkup itu langsung tahu.

" Dokter Alna, apa Anda tidak masalah?"

" Santai aja, kalau putus ya berarti bukan jodoh. Yok kerja lagi, banyak pasien yang menunggu."

Salah satu perawat yang saat ini bersama Alna menanyakan kondisi Alna. Meskipun wanita itu tampak kuat, tapi yang namanya luka pasti sakit.

Di rumah sakit tempat Alna praktik juga kabar itu menyebar, padahal baru kemarin sore Alna yang datang ke rumah Bimo dengan membawa semua barang pemberian Bimo.

Alna bertugas di rumah sakit tidak setiap hari maka dari itu dia terkejut saat beberapa orang menanyakan tentang putusnya dia dengan Bimo.

Fyuuuh

Selesai melakukan pekerjaannya Alna kembali ke rumah. Di sana sudah ada kedua orang tuanya dan satu orang lagi yang sudah lama tidak dilihatnya.

" Mas Alan, kapan pulangnya?"

Alan Jyogy Kalingga adalah kakak laki-laki dari Alna. Usia mereka terpaut 5 tahun namun mereka sangat dekat.

Mendengar kabar putusnya Alna, Alan yang ada di markas besar pusat di Jakarta pun langsung kembali.

" Kamu nggak apa-apa, dasar pria sialan itu. Mau tak bejekin?"

" Hahaha nggak usah Mas, biarin aja. Entar juga nyesel sendiri kok."

Alan mengusap lembut kepala adik perempuannya itu. Ia tahu Alna pasti sedih tapi adiknya itu mampu menyamarkan rasa sedihnya dengan sebuah senyuman.

Dalam hati Alan sangat marah, rasanya dia sungguh ingin menghampiri Bimo dan menghajar pria itu. Tapi Alan masih menggunakan akal sehatnya. Dia tidak boleh bersikap begitu. Apalagi mereka berasal dari kesatuan yang sama. Akan jadi hal buruk dan contoh yang tidak baik bagi prajurit lainnya. Terlebih Alan memiliki pangkat yang tinggi.

Reuni keluarga itu berjalan dengan singkat. Setelah memastikan adiknya tidak apa-apa dan kedua orang tuanya sehat, Alan pun kembali ke Jakarta.

" Nggak bisa besok aja Lan?"

" Nggak bisa Yah, soalnya besok ada acara juga."

" Ya udah hati-hati."

" Iya Bund."

Alan memeluk Dita dan Alsaki secara bergantian. Tidak lupa dia juga memeluk Alna. Alan memiliki tanggung jawab yang bukannya sedikit. Seiring bertambahnya jabatan yang dimiliki maka tugas dan tanggung jawabnya pun semakin bertambah juga.

" Kapan dia mau nikahnya?"

" Hahaha, kenapa Bunda tadi nggak ngomong di depan Mas. Giliran orangnya udah pergi aja Bunda baru ngomong gini."

Dita hanya bersungut-sungut, sedangkan Alsaki terkekeh geli. Dita tidak pernah bisa untuk mengungkapkan pertanyaan itu. Alan adalah anak yang baik dan tidak neko-neko, dia jadi merasa tidak nyaman jika bertanya demikian.

Meskipun begitu, Dita memantau Alan dari kakaknya yakni Nataya. Biasanya jika seang libur dan tidak pulang ke rumah, Alan akan pulang ke rumah kakaknya.

Dita juga bertanya kepada kakaknya itu, apakah Alan pernah datang bersama wanita atau tidak, dan jawabannya adalah tidak.

" Udah udah, ayo tidur udah malem."

Semua kembali ke kamar masing-masing. Alna membuang nafasnya kasar. Dia memang berkata baik-baik saja kepada semua orang termasuk kepada keluarganya. Tapi tidak bisa dipungkiri hatinya sangat sakit. Apalagi setiap kali dia melihat Bimo, rasa sakit dan marah itu membelenggu hatinya.

" Kenapa sih Bim, kenapa kamu harus selingkuh gitu? Ya Allah, aku beneran nggak habis pikir sama kamu."

Alna mengusap wajahnya kasar, dia mencoba mengingat semua kenangannya bersama Bimo. Alna juga ingat saat pertama kali Bimo mengatakan cinta padanya.

Jika boleh diungkit, bukan Alna yang lebih dulu mencintai, melainkan Bimo. Bimo lah yang lebih dulu menyukai Alna dan mengatakan cinta.

" Apa cintamu benar-benar cuma segitu, Bim? Haah udahlah, buat apa diingat, buat apa diungkit, nggak akan bisa juga semua diperbaiki."

Drtzzzz

Alna mengerutkan alisnya saat mendapat panggilan telpon. Itu adalah panggilan telpon dari komandannya.

" Siap!"

" Mayor Alna, segera ke kantor. Ada sesuatu yang harus dibicarakan."

" Siap laksanakan!"

Alna bergegas mengganti piyamanya dengan seragam. Jika ada panggilan malam begini, berarti ada sebuah misi yang penting.

" Al mau kemana?" Alsaki yang baru saja mengambil minum heran melihat putrinya sudah rapi kembai mengenakan pakaian dinasnya.

" Ada telpon dari komandan, Yah. Kayaknya urgent."

" Mau Ayah anter?"

" Ndak usah, Ayah tidur aja. Aku pergi dulu ya."

Alsaki mengangguk, dia sudah biasa sebenarnya dengan panggilan dadakan seperti ini karena dulu pun dia sering mengalaminya. Namun terkadang dia khawatir juga kepada anak perempuannya.

" Sebenarnya dulu aku nggak setuju kalau Alna tuh masuk kesatuan. Udah gitu jadi dokter aja kayak Bang Nataya."

" Mas, kita udah sepakat kan kalau kita bakalan dukung semua cita-cita anak-anak kita. Jangan ngegrundel begitu, kita harus ridho biar jadi berkah buat anak-anak terutama Alna. Yakin Alna bisa, aku aja dulu bisa, hayoo."

Alsaki tidak bisa berkomentar lagi. Dia tentu sangat tahu tentang sepak terjang istrinya. Apalagi dulu istrinya itu adalah atasannya.

( Untuk yang belum baca kisah Dita dan Alsaki, silakan mampir di karya saya yang berjudul Satoe Tanda Cinta Letnan, selamat membaca)

" Dah tidur," imbuh Dita. Alsaki mengangguk lalu ikut merebahkan tubuhnya di samping istrinya. Tapi dia tetap kepikiran dengan sang anak, bagaimanapun sebagai orang tua adalah hal yang wajar untuk mengkhawatirkan anak-anak mereka.

" Dulu pasti Papa juga kayak gini ya sayang kalau kamu ada tugas. Deg degan, khawatir, ya sejenisnya gitu."

" Hahaha iya gitu, Papa selalu ribut tau nggak, Mas. Kalau Mama ya anteng aja, persis kayak aku gini sekarang. Karena kan Mama emang strong ya, dia tau kemampuan aku jadi ya percaya aja, santai gitu. Sama halnya sama Alna, aku tahu kemampuan Alna jadi aku memberikan kepercayaan sama dia."

Jika soal khawatir, semuanya khawatir. Termasuk Dita, namun sebagai ibu tentu dia ingin memberi kepercayaan pada anak-anaknya bahwa mereka memang mampu melakukan apa yang sudah dijadikan pilihan.

" Semoga anak-anak kita selalu diberi kemudahan dan keselamatan. Dilindungi dan tidak goyah dalam memegang keimanan dan ketakwaannya."

" Aamiin."

TBC