Anesha dan Anisha adalah kakak beradik yang terpaut usia tiga tahun. Hidup bersama dan tumbuh bersama dalam keluarga yang sama. Namun mereka berdua dibesarkan dengan kasih sayang yang berbeda. Sebagai kakak, Nesha harus bekerja keras untuk membahagiakan keluarganya. Sedangkan Nisha hidup dalam kemanjaan.
Suatu hari saat mereka sekeluarga mendapat undangan di sebuah gedung, terjadi kesalah pahaman antara Nesha dengan seorang pria yang tak dikenalnya. Hal itu membuat perubahan besar dalam kehidupan Nesha.
Bagaimanakah kehidupan Nesha selanjutnya? Akankah dia bahagia dengan perubahan hidupnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pena Halu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dilarang Masak
Jam sudah menunjukkan pukul 02.30 dini hari. Nesha sudah bangun dan turun dari tempat tidurnya dengan perlahan. Diliriknya Garvi yang masih terlelap. Ia pun menghela nafas karena tak membangunkan lelaki itu.
Seperti biasa, ia melaksanakan sholat tahajud dan disambung sholat subuh. Setelah selesai sholat, ia menggantung mukena di dinding.
"Astahgfirullah!" pekik Nesha tertahan melihat Garvi yang sudah berdiri di belakangnya.
"Ma-mas Garvi udah bangun?" Tanya Nesha kikuk setelah semalam membuat suasana hati Garvi buruk.l
"Kamu mau kemana?" Garvi balik bertanya.
"Mau ke dapur masak, Mas".
"Nggak perlu." Tegas Garvi dengan wajah serius.
"Kalau saya nggak masak, nanti pada nggak sarapan, Mas", ujar Nesha yang beranjak membuka pintu kamar. Dengan cepat Garvi menahan pintu itu dengan lengannya. Nesha yang berada di depan tubuh Garvi pun langsung merona dengan posisinya yang sangat dekat.
"Mulai sekarang, kamu nggak perlu masak ataupun mencuci baju milik semua orang. Kalau mau masak, cukup untukmu dan aku", ujar Garvi sambil menatap intens wajah Nesha dengan serius.
"Tapi, nanti bapak—"
"Cukup buatkan bapak kopi saja. Aku sudah bilang sama bapak tentang ini. Bapak juga sudah setuju". Nesha hanya mengangguk lemah mendengar ucapan Garvi.
"Sekarang kamu istriku. Akulah yang berhak atas dirimu dan tugas-tugasmu. Dan kamu wajib mematuhi semua perintahku sebagai suamimu".
Mendengar kata 'suamimu' membuat jantung Nesha berdebar. Pasalnya ia semakin sadar kalau pernikahan ini adalah takdir dari Allah.
Nesha ijin ke dapur untuk membuatkan kopi bapak dan mengambil air minum. Setelah itu ia kembali ke kamar dan mencari aktifitas dengan menata kembali isi lemarinya.
Pukul 07.00 Garvi pamit mandi. Sedangkan Nesha asik bermain ponsel di kamar.
"Lho, kok nggak ada sarapan?" Celetuk Nisha sambil membuka tudung saji yang kosong. Pak Edi yang duduk menyeruput kopi hanya terdiam.
"Neshaaaa!" Teriak Nisha. Membuat Pak Edi yang diam pun akhirnya bereaksi.
"Kenapa memanggil mbakmu?" Tanya Pak Edi sambil meletakkan kembali cangkir kopinya.
Nesha pun keluar kamar dengan buru-buru setelah mendengar namanya dipanggil.
"Nisha mau sarapan. Tapi nggak ada apa-apa!" keluh Nisha.
"Kamu buat sendiri sarapan untukmu", jawab Pak Edi. Nesha hanya terdiam melihat adiknya yang cemberut.
"Nisha kan nggak bisa masak, Pak".
"Makanya belajar mulai sekarang. Sebentar lagi kamu kan juga punya suami", tutur Pak Edi.
"Nggak mau. Kan nanti Mas Fandi kasih aku pembantu".
"Memangnya kamu nggak pengen masakin suamimu?"
Melihat bapak dan adiknya berselisih, membuat Nesha sedih.
"Yaudah aku bikinin nasi goreng, ya, Nis?" Nesha menawarkan diri.
"Nggak usah." suara bariton dan tegas menginstruksi. Garvi keluar dari kamar mandi segera setelah mendengar istrinya akan masak untuk adik iparnya.
"Kamu tuh cuma orang baru. Ngapain ngelarang Nesha buat masak!" Sentak Nisha kesal.
"Aku suaminya. Berhak melarang istriku!" Balas Garvi dengan tatapan tajam kearah Nisha. Membuat adik iparnya itu menciut dan pergi ke kamar sambil menghentakkan kaki seperti anak kecil.
Brak!
Nisha membanting pintu dengan keras, sehingga membuat semua orang kaget. Begitu pula dengan Bu Rumi yang bergegas keluar mendengarnya.
Bu Rumi melihat semua berkumpul dan menanyakan perihal Nisha. Setelah mendengar penjelasan Pak Edi yang melarang Nesha mengerjakan pekerjaan rumah, Bu Rumi merasa kesal.
"Bapak juga kenapa melarang Nesha masak? Terus kita mau makan apa?"
"Ibu masak, dong", ucap Pak Edi seraya menyesap kopinya. Bu Rumi menatap Pak Edi dengan tatapan tajam.
"Kamu kenapa sih larang-larang Nesha masak?!" ketus Bu Rumi sambil melirik Garvi.
"Saya sekarang berhak atas Nesha, Bu. Dan Nesha wajib mematuhi semua perintah saya selama itu hal baik", jawab Garvi dengan tegas tanpa rasa takut.
"Memangnya melarang Nesha nggak masak itu hal baik?"
"Itu hal baik menurut saya, Bu. Karena dia jadi nggak capek sendiri. Ibu dan adik ipar masih sehat dan mampu. Jadi tolong kerjakan semua kebutuhan masing-masing."
Bu Rumi semakin kesal mendengar ocehan Garvi.
"Benar apa yang dikatakan Nak Garvi, Bu. Biar Nesha menjadi istri yang taat dengan mematuhi suaminya", Pak Edi berdiri dan pamit pergi ke rumah Pak Haji Sobari untuk membenahi atap yang bocor.
Bu Rumi yang dongkol segera masuk kamar kembali seraya melayangkan tatapan kesal pada Nesha dan Garvi bergantian.
Nesha merasa lega setelah menyaksikan perdebatan panjang didepan matanya. Lalu ia dan Garvi masuk kamar untuk bersiap berangkat kerja.
***
"Kenapa kamu kok cemberut sih, sayang? Tanya Fandi yang melihat Nisha menekuk wajahnya sedari tadi.
Lalu Nisha menceritakan semuanya pada kekasihnya sambil penuh emosi dan meledak-ledak.
"Kalau gitu, ayo kita bersenang-senang. Setelah itu kita makan sushi ditempat yang kamu pengen itu", ucap Fandi sambil menaikkan tubuh Nisha diatas meja kerjanya. Nisha mengiyakan dengan anggukan.
Fandi mulai meraba bagian inti Nisha yang sudah polos tanpa penutup. Menciptakan des*ahan yang meluncur dari bibir berlipstik merah muda itu.
"Mas, masa kita melakukannya disini? Kalau ada yang masuk gimana?"
"Udah aku kunci pintunya. Kamu juga jangan kenceng-kenceng kalau mende*sah", ucap Fandi dengan berbisik ditelinga Nisha. Membuat gairah Nisha pun melonjak.
Keduanya menikmati permainan panas itu selama setengah jam. Dan selesai dengan keduanya yang penuh peluh serta badan yang lelah.
"Kita jadi kan makan sushi?" Tanya Nisha penuh harap.
"Jadi, dong. Kamu kan udah puasin aku, jadi giliran aku yang puasin kamu."
"Beneran?" Nisha kembali meyakinkan Fandi. Lalu diikuti anggukan cepat oleh lelaki yang sudah menjadi tunangannya itu.
Mereka akhirnya sampai disebuah resto sushi yang Nisha sebutkan setelah mencari alamatnya melalui google maps.
Tampilan depan restoran itu sangat mewah. Mobil yang terparkir di berjejer pun bukan mobil-mobil yang orang biasa pakai. Bahkan mobil Fandi yang selalu ia banggakan sebagai mobil kesayangan pun terlihat cupu berdiri diantara mobil-mobil itu.
Fandi pun sudah menelan ludah saat akan memasuki restoran tersebut. "Kamu yakin ini restonya, sayang?" Kini Fandi yang berusaha meyakinkan Nisha dan berharap perempuan itu salah alamat atau salah membaca tulisan di kotak bungkus sushi tempo hari.
"Aku yakin kok, Mas. Nama restonya Nakata Sushi", jawab Nisha dengan mantap.
Setelah masuk, mereka disodorkan buku menu yang berisi banyak sekali macam menu, mulai dari sushi sampai steak.
"Aku mau pesan ini aja, Omakaze 16 course ya, sayang?"
"Iya, terserah kamu aja, deh". Fandi pasrah dengan permintaan Nisha.
Fandi bukan orang bodoh yang nggak bisa membedakan restoran biasa atau mewah. Dia sudah biasa makan di restoran, namun paling mentok resto bintang tiga yang harganya masih terjangkau oleh kantongnya. Tapi kali ini ia yakin kalau restoran yang ia datangi ini restoran bintang lima. Dilihat dari tampilan, desain interior, bahkan sampai pengunjungnya yang memakai pakaian serba branded.