Naina Hilda, gadis yang selalu menghitung mundur hari pernikahannya harus menerima kenyataan ketika kekasihnya memutuskan hubungan sepihak.
Sang kekasih menemukan tambatan hati yang lain yang menurutnya lebih sesuai dengan standarnya sebagai seorang istri yang pantas digandeng tangannya ketika kondangan.
"Maaf, Na. Perasaanku ke kamu, hambar."
Dua pekan sebelum ijab kabulnya terucap dengan sang pria.
Tenda dan katering sudah di pesan bahkan dibayarkan, untung saja undangan belum sempat disebar. Namun, bukan itu yang membuat tingkat stres Naina meningkat hingga ia lampiaskan pada makanan.
Naina baru tahu ternyata mantan tunangannya memiliki kekasih dengan spek idaman para pria. Tinggi, putih, langsing, glowing, shining, shimmering, splendid.
Apa kabar dengan Naina yang kusam, jerawatan dan gendut?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisyah az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Membnecimu, Kak!
Happy reading.....
Naina terpaku mendengar ucapan dari pria tampan tersebut, kemudian dia membalik tubuhnya kembali dan menatap ke arah Arga.
Sedangkan pria itu tahu apa yang menjadi penyebab Naina resign dari kantornya. Kemudian dia bangkit dari duduk dan menghampiri Naina.
"Benarkan dugaanku, jika ini ada sangkut pautnya dengan Ivan? Jika kalian ada masalah, maka jangan bawa pada pekerjaan, profesional lah Naina, please!" pinta Arga.
Naina menghembuskan nafasnya dengan kasar, matanya terpejam mencoba untuk menetralkan degup jantungnya yang saat ini sudah bergemuruh hebat, saat mengingat bagaimana rasa sakit yang ditorehkan Ivan kepadanya.
"Mungkin Bapak benar, jika ini memang ada sangkut pautnya dengan Pak Ivan. Saya hanya ingin tenang Pak, tidak ingin dihantui masa lalu. Dan maaf, keputusan saya sudah bulat. Lagi pula, pekerjaan saya juga sudah selesai bukan? Dan bisa dihandle oleh Mayra, kalau begitu saya pamit Pak, Assalamualaikum," ucap Naina setelah itu dia keluar dari ruangan Arga.
Melihat Naina pergi, Arga hanya diam saja menatap kepergian gadis tersebut. Dia menghela nafasnya dengan kasar sambil menyugar rambutnya ke belakang. Arga tidak bisa mencegah keputusan Naina, karena itu adalah haknya.
Sebenarnya Arga sangat menyayangkan keputusan Naina. Sebab melihat dari kinerja gadis itu sangatlah bagus dalam bekerja di perusahaannya, tapi mau bagaimana lagi? Arga juga tidak bisa mencegah Naina.
"Nai, lo yakin mau resign dari kantor ini?" tanya Mayra saat berada di samping Naina yang Sedang membereskan barang-barangnya ke dalam kardus.
"Iya, keputusan gue udah bulat," jawab Naina tanpa menengok ke arah Mayra.
"Ya udah, kalau gitu gue pulang duluan ya. Nanti lo langsung pulang ke rumah aja, sekalian bawa baju-baju lo," ujar Naina dan Mayra hanya menganggukan kepalanya.
Setelah itu dia berjalan berpamitan kepada semua teman-temannya yang dia kenal di sana. Lalu Naina berjalan keluar ruangan memasuki lift ke lantai bawah, dan saat berada di lobby, Naina tidak sengaja berpapasan dengan Ivan.
Dahi pria itu mengkerut heran, saat melihat Naina membawa kardus yang berisikan barang-barangnya. Dan Naina yang melihat Ivan berada di sana, pura-pura tidak melihatnya. Karena itulah yang diminta oleh Ivan setelah dia membatalkan pernikahan mereka.
Saat dia baru saja menaikkan barang-barangnya ke atas motor, tiba-tiba saja suara seseorang menghentikan tangannya yang akan menstarter motor tersebut.
"Naina tunggu!" ucap Ivan.
"Kenapa kamu membawa barang-barangmu?" tanyanya dengan heran.
"Maaf ya, Pak, saya buru-buru. Lagi pula saya tidak mengenal Anda," jawab Naina dengan telak.
Ivan merasa tersindir. Entah kenapa ada rasa sakit di hatinya, saat mendengar jawaban dari Naina. Di mana gadis itu pura-pura tidak mengenalnya.
"Naina, apa maksud---"
"Bukankah Bapak sendiri yang meminta, agar kita tidak mengenal satu sama lain? Oh, atau Anda ini pura-pura pikun? Padahal umur Anda itu masih muda. Awas! Saya mau pulang, jangan halangi jalan saya! Lebih baik Anda urus saja calon istri Anda yang sedang mengandung itu!" sindir Naina dengan wajah yang datar.
Ada segenggam rasa sakit di hati Naina saat dia mengucapkan kata seperti itu. Bohong jika Naina baik-baik saja saat mengatakan tentang calon istri Ivan, tapi dia tidak ingin terlihat lemah di hadapan pria itu yang kini telah menjadi mantan calon suaminya.
Gadis itu pun melajukan motornya keluar dari perkantoran, sedangkan Ivan hanya menatapnya dengan Sendu. Dia dapat melihat pancaran sorot mata dari Naina, di mana dulu selalu memancarkan kasih sayang dan cinta. Tapi sekarang Ivan merasa tatapan itu begitu dingin, saat Naina tadi melihat ke arahnya.
'Maafkan aku Naina. Jika waktu bisa diulang, aku tidak ingin hal itu terjadi. Dan mungkin saja kita sudah menikah,' batin Ivan yang merasa bersalah kepada Naina.
Tapi memang iya, ada sedikit rasa tidak suka di hati Ivan kepada gadis itu, karena penampilannya yang gendut dan tidak terawat, dengan wajah yang banyak jerawatnya. Membuat Ivan kadang tidak pede berjalan dengan Naina, karena banyak pasang mata yang mengolok-olok dirinya.
Sedangkan Naina melajukan motornya dengan kecepatan yang lumayan. Air matanya seketika tumpah membasahi pipi. Untung saja Naina memakai helm, jadi tidak terlihat oleh pengendara lain saat berhenti di lampu merah.
Ingin rasanya Naina berteriak, tapi dia takut menjadi pusat perhatian. Semua orang pasti akan menyangkanya gila. Kemudian Naina melajukan motornya ke suatu tempat, di mana dia bisa meluapkan semua emosinya.
Hingga 30 menit Naina pun sudah sampai di tempat itu. Dia segera turun dan menaiki jembatan, menatap lautan lepas sambil memejamkan mata dan merentangkan tangannya.
"Aku membencimu, Kak Iva! Aku membencimu! Kau jahat. Sangat jahat! Apa salahku kepadamu, Kak?! Apa?! Karena fisikku yang jelek, kau tega menghianatiku dengan wanita siaalan itu? Kau tega menghianati cintaku! Aku benci padamu!" teriak Naina dengan keras.
Untung saja suasana di sana sangat sepi, jadi tidak ada yang mendengar teriakan Naina. Gadis itu menangis tersedu-sedu memegangi dadanya yang terasa begitu sesak.
Berulang kali Naina mencoba untuk tegar. Berulang kali dia mencoba untuk menghilangkan nama Ivan di dalam hatinya, tapi nyatanya semua sangat susah dan mustahil. Karena cinta Naina kepada Ivan murni dan sudah sangat dalam.
Tidak akan mudah bagi seseorang untuk melupakan orang yang pernah singgah di dalam hatinya. Apalagi orang itu adalah spesial, dan pernah mengisi relung hati yang paling terdalam.
"Jika kau memang tidak mencintaiku, lalu untuk apa hubungan kita selama ini, kak? Untuk apa?!" teriak Naina sambil melihat foto Ivan yang masih tersimpan di dompetnya, kemudian dia merobek foto itu lalu membuangnya setelah menjadi beberapa keping pecahan.
"Aku berjanji, akan menghapus namamu dalam hidupku. Dalam hatiku, dan tidak akan kubiarkan kamu masuk kembali kak! Tidak akan pernah!" teriak Naina dengan kencang.
Setelah perasaannya jauh lebih baik, Naina pun kembali menaiki motornya untuk pulang ke rumah, karena jam juga sudah mulai siang dan Matahari pun sudah terik. Naina kembali menaiki motornya untuk pulang ke rumah, karena jam juga sudah mulai siang dan Matahari mulai naik hingga membuat Naina sedikit kehausan.
Wanita itu ingin singgah di sebuah Cafe, tapi dia harus beres-beres karena besok Naina sudah harus pergi ke Jogja.
Sesampainya di rumah, Naina langsung masuk ke dalam kamar, kemudian dia keluar kembali untuk makan siang, karena perutnya terasa begitu sangat lapar.
"Kamu jadi resign dari kantor?" tanya Bu Linda saat melihat mainan di meja makan.
"Iya Bu, Naina sudah resign," jawab Naina sambil menyendok nasi dan menaruhnya di piring.
"Di manapun kamu berada, doa ibu selalu menyertaimu. Ingat, di sana kamu harus temani kakakmu, Karina. Jangan sampai terjadi apa-apa lagi dengannya, dan jika ada apa-apa, kamu hubungi kak Dewa ya!" jelas Bu Linda sambil mengusap kepala Naina.
Gadis itu hanya mengangguk sambil memakan nasinya. Dia memang belum terbiasa makan selain nasi, tapi setidaknya ada karbohidrat yang masuk ke dalam tubuhnya saat ini, karena Naina belum terbiasa.
BERSAMBUNG.....