Nolan seorang sarjana fisioterapi yg memiliki mimpi menjadi seperti ayahnya seorang dokter hebat yg berhasil menyelamatkan banyak nyawa.
Tetapi dalam prosesnya banyak masalah muncul hingga akhirnya Nolan kehilangan kedua orang tuanya dan harus berjuang bertahan hidup bersama adiknya.
Disaat situasi yg putus asa, orang yg tidak pernah terpikirkan olehnya datang dan memberi secercah harapan.
Sebuah jalan baru yg memungkinkan Nolan untuk mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenjagaMalam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Hukum spiritual
Langit ungu menyambut kesadarannya.
Nolan membuka matanya—atau lebih tepatnya, matanya yang baru. Tubuhnya mungil, nyaris tak bisa digerakkan. Napasnya pendek. Sekitarnya sunyi, kecuali satu suara yang menusuk jauh ke dalam nurani:
Ia menoleh—pelan, berat. Di kejauhan, samar, terlihat seorang wanita tengah menggendong bayi di pelukannya, penuh kasih. Pria berjubah berdiri di sisinya, mata mereka menatap anak itu dengan kehangatan luar biasa.
Arthur... bisik hati kecil Nolan.
Ia tak tahu bagaimana, tapi ia tahu. Bayi itu adalah Arthur Leywin—saudaranya. Dirinya sendiri... adalah saudara kembarnya.
Namun saat Arthur dipeluk dan diterima oleh dunia ini, Nolan justru tersembunyi.
Tubuhnya berada di tengah hutan berkabut ungu, berselimut daun dan kabut. Tidak ada ibu. Tidak ada ayah. Hanya... suara.
[Sistem Penjaga Malam – Aktif]
Selamat datang..
Protokol penjaga malam Dimulai...
Tubuh Sinkronisasi Level 1 Diaktifkan.
Lokasi: Dimensi Peralihan
Mentor Penjaga Malam: Tersummon...
Cahaya ungu berputar di atas langit hutan. Dari sana, muncul siluet manusia bertudung, tubuhnya dibalut bayangan hidup yang mengalir seperti kabut malam. Ia melayang turun, wajahnya tidak terlihat.
“Nolan Mahaputra,” suaranya berat namun teduh. “Kau telah terpilih. Kau bukan lagi manusia biasa. Kau... adalah Penjaga Malam.”
Nolan, dalam tubuh bayinya, hanya bisa menatap dalam diam. Tapi pikirannya... tetap sadar, matang dan sangat bingung.
“Aku tidak paham...” suara itu hanya dalam benaknya.
Siluet itu mengangkat tangannya, dan kabut di sekitar mereka menyusut, membentuk ruang pelatihan dimensi mini: seperti dojo kuno yang digantung di antara bintang dan kegelapan.
“Waktumu terbatas, dunia ini berjalan berbeda dari dunia aslimu, kita akan melatih mu. Membentuk tubuhmu dan mengaktifkan potensi terpendam mu.”
“Kenapa aku?”
“Karena kamu begitu tolol sampai mau menerima tawaran orang itu."
"Maksud mu pak Yana?"
Pria itu tertawa terbahak bahak sebelum menjawab. "Siapa lagi orang iseng di alam semesta ini yg akan mengirim mu ke dunia lain, aku yakin dia pasti sedang menikmati harinya dengan bersantai di tempat tidur sambil tertawa kecil mengingat rencana jahilnya pada mu berhasil."
Nolan mengutuk pak Yana dalam pikirannya tapi dalam tubuh bayi dia menunjukannya dengan menangis kencang yg membuat mentor sangar di depannya kembali tertawa terbahak bahak.
Waktu berlalu dengan aneh di dimensi itu. Tubuh bayi Nolan tumbuh lebih cepat dari normal, namun pikirannya tetap utuh. Ia menjalani latihan dari berbagai aspek:
Fisik penjaga malam: bagaimana bergerak tanpa suara, bersembunyi tanpa terdeteksi, dan bertarung tanpa jejak
Penyembuhan Gelap: teknik terapi unik berbasis energi malam yang bisa memperbaiki luka dalam waktu singkat, kemampuan ini tersinkronisasi ke dunia nyata
Perpindahan Dunia: sistem mengajarkan cara keluar masuk antara dunia TBATE dan dunia aslinya — hanya bisa dilakukan saat tidur dan stabil
Suatu malam dalam pelatihannya, sebuah cermin muncul di tengah ruang kabut. Di sana... terlihat Nadia.
Adiknya.
Sedang duduk sendiri di kamar kecil, menangis dalam diam. Nolan yang menyaksikannya, mengepalkan tangan.
“Aku... harus kembali.”
Sistem menjawab.
[Fitur Sinkronisasi Dunia Aktif – Mode dua Arah]
Penguasaan dan pemahaman energi: 100%
Kembali ke dunia asli: Diizinkan
Transfer kemampuan: Penyembuhan Dasar disinkronkan
Tubuh Nolan bergetar, dunia mulai berputar, cahayanya berbalik, suhu hutan kabut menipis dan dirinya... terbangun.
Nolan tersentak dari tidurnya, Jam di dinding menunjukkan pukul 03:03 dini hari. Ruangan gelap, tapi tubuhnya... terasa berbeda. Lebih ringan, lebih tajam, ada kekuatan mengalir di balik kulitnya.
Ia turun ke lantai bawah dan menemukan Nadia tertidur di sofa, wajahnya sembab. Ia menggigil dalam tidur.
Tanpa berpikir panjang, Nolan duduk di sampingnya dan menyentuh bahunya. Tangannya menyala sedikit kehitaman, hangat, seperti bayangan yang hidup.
Nadia terdiam, nafasnya stabil, Nolan menggenggam tangan adiknya lebih erat.
"Kalau aku bisa bawa kekuatan ini ke dunia asli..." pikir Nolan, "maka aku bisa... mengubah semuanya."
Pagi itu, sinar matahari menerobos jendela rumah kontrakan kecil milik Nolan Mahaputra. Ia terbangun dengan perasaan asing—tenang, tapi dalam. Ada sensasi seperti ruang terbuka luas di belakang matanya, seolah dunia spiritual mengintip dari balik dunia nyata.
Pertemuannya dengan Pak Yana baru terjadi tadi malam di dunia ini tetapi di dunia lain dia sudah merasakan bertahun tahun hidup dari bayi kecil sampai menjadi bocah 10 tahun dan sejak malam itu… ia bisa melihat energi.
Nolan berdiri, berjalan ke depan cermin. Matanya memandangi wajahnya sendiri tapi di balik itu, ada kilatan bayangan halus, seperti arus air berpendar ungu. Bukan pantulan. Tapi lapisan energi yang tidak bisa dilihat sembarang orang.
“Segala sesuatu yang padat… bermula dari halus,” suara sistem menggema samar di pikirannya.
“Segala penyakit, luka, dan derita lahir lebih dulu dalam bentuk energi di dimensi spiritual.”
Nolan turun ke bawah, dan seperti biasa, Nadia sudah bangun lebih dulu. Adiknya itu sedang memasak bubur sederhana.
“Kak, kamu kelihatan lebih… bersinar pagi ini,” ucap Nadia sambil mengaduk perlahan.
Nolan tersenyum. “Mungkin karena tidur tanpa celana dalam.”
"Pffftt..." Nadia hampir tertawa, dia secara refleks melempar spatula kayu ditangannya ke arah Nolan yg dengan santai di tangkap tanpa menoleh.
Bagi Nolan hal ini biasa biasa saja mengingat bagaimana pelatihan yg dia alami di dunia lain tapi beda halnya dengan Nadia.
"Apa otong mu di gigit laba laba karena tidur tanpa celana dalam?"
"Apa maksud mu?" Nolan jelas bingung dengan ekspresi Nadia yg terlihat sangat terkejut tetapi Nadia menjawabnya dengan melempar berbagai hal yg ada di sekitarnya ke arah Nolan yg tentu saja di tangkap dengan mudah olehnya.
"Lihat sendiri, kamu sudah menjadi spider Otong." kata Nadia dengan tatapan berbinar binar.
"Maksud mu Spiderman?"
"Spiderman digigit di bagian bahunya, karena yg di gigit Otong mu maka jadi spider Otong."
Nolan kesal, alisnya berkedut dan bergegas menangkap Nadia untuk di beri pelajaran. Canda singkat di pagi hari sedikit meredakan masalah yg mereka hadapi.
Mereka makan bersama, hening, tenang tapi Nolan tahu, masa sulit belum usai. Tagihan masih menumpuk, Klinik masih sepi, harapan belum cukup.
Namun kali ini, dia punya alat baru—sebuah sistem yang memberinya kekuatan untuk melihat apa yang tak kasat mata, dan menyembuhkan bukan hanya tubuh... tapi akar spiritual penyakit.
Sekitar jam sebelas siang, seseorang mengetuk pintu depan klinik.
Pria tua dengan tongkat kayu dan tubuh membungkuk perlahan masuk. “Maaf, saya dengar dari Pak Roni… klinik ini bisa bantu sakit yang susah sembuh?”
Nolan tersenyum ramah. “Silakan duduk, Pak.”
Begitu pria itu melepas jaket dan duduk di bangku periksa, Nolan langsung melihatnya.
Punggung bawah pria itu dililit energi hitam kusam, seperti akar luka yang membusuk. Tidak terlihat oleh orang biasa, tapi bagi Nolan, bentuknya sangat jelas. Ia tahu… ini bukan hanya “sakit saraf” biasa.
'Ternyata benar, segala hal di dunia fisik merupakan cerminan dari dunia spiritual. Energi hitam ini sudah lama memadat hingga akhirnya mewujudkan penyakit secara fisik.' Gumam Nolan dalam hati
Nolan menutup mata sejenak, lalu membuka tangannya di atas punggung itu. Ia tidak menyentuh kulit tapi energi dari telapak tangannya bergerak menyerap, menetralisir, membersihkan energi gelap tersebut.
Pria itu mengerang pelan lalu mendesah.
“Seperti ada aliran hangat yg masuk ke tulang.”
Nolan menyelesaikan sesi dengan teknik fisioterapi manual, kombinasi itu membuat rasa nyeri pasien hilang dan kondisi sedikit membaik.
Dua hari kemudian, dua pasien baru datang lalu tiga lalu lima.
“Istri saya bisa tidur nyenyak lagi padahal udah langganan migrain.”
“Saya cuma terapi sekali, langsung enak napasnya…”
Nolan tetap tenang tapi dalam hati ia tahu: ia sedang membangkitkan kembali warisan ayahnya.
Namun kali ini… dengan kekuatan yang bahkan ayahnya pun tak punya.
Nadia memperhatikan semua itu sambil tersenyum bangga. Ia juga merasa sedikit lega, untuk pertama kalinya dalam setahun terakhir harapan mulai tumbuh.
Malam harinya, Nolan membuka kembali tumpukan arsip tua milik orang tuanya. Ia mulai mencari rekam medis yang aneh atau kasus yang terlalu rumit untuk ditangani secara medis biasa.
Salah satu folder berjudul “Laporan Internal - Kasus Energi Tersumbat (Privat)” membuatnya penasaran.
Di dalamnya: laporan tentang beberapa pasien dengan gejala kronis misterius—tidak ditemukan gangguan fisik, tapi secara klinis menderita berat.
Ada satu kasus yang menarik:
“Pasien menunjukkan respons positif setelah dilakukan pendekatan dengan alat alat biomekanik terutama terapi menggunakan gelombang mikro yg kemungkinan besar akar masalah berada di lapisan energi.”
“Catatan lapangan: pembacaan energi dilakukan bersama asisten—Arya Prasetyo.”
Nolan menegang.
Arya Prasetyo.
Teman kuliah, Sosok ambisius, cerdas, tapi dingin. Terakhir Nolan tahu, Arya bekerja di bidang biomedis dan penelitian. Mereka sempat dekat, tapi kemudian jarang berhubungan.
Namun yang paling mengejutkan… Arya dulu sering berada dekat dengan mantan kekasihnya. Perempuan cantik, pintar, dan memesona—lulusan ekonomi bisnis yang berhasil memikat banyak pria. Termasuk… Arya.
Nolan menutup map itu dengan rahang mengeras.
“Apa Arya… pernah bekerja dengan ayah dan ibu?
"Kenapa dia tak pernah bilang?”
“Dan kenapa laporan-laporan ini disembunyikan… tidak masuk dalam berkas resmi klinik?”
Kecurigaan mulai tumbuh. Bukan hanya tentang Arya… tapi tentang tragedi yang merenggut nyawa kedua orang tuanya.
Di teras rumah sore itu, Nadia duduk bersila sambil menyeruput teh. Nolan duduk di sebelahnya, masih memikirkan nama itu Arya Prasetyo.
“Klinik makin rame,” kata Nadia pelan.
“Iya dan itu baru awal,” jawab Nolan.
“Kak… kalau nanti kita sukses, kamu mau cari tahu soal orang tua?”
Nolan menoleh. “Iya Aku janji, kita bakal tahu siapa yang bikin keluarga ini hancur.”
"Kak, apa kamu sudah tahu cara menembakan jaring dari tangan mu?" Tanya Nadia dengan tatapan polos.
"Jangan mulai, jelas tidak mungkin." Nolan menjawab tegas tetapi Nadia menunjukan reaksi terkejut seakan dia tahu sesuatu.
"Kak, mungkin saja jaringnya keluar dari lubang yg lain. Kamu kan spider Otong bukan spider man."
Nolan merasa adiknya perlu di beri beberapa pelajaran jadi dia dengan santai menjawab. "Jika kamu tahu caranya, silahkan tunjukan."
"Dasar kakak mesum!!!" Nadia langsung melarikan diri membuat Nolan tertawa puas.