Saat Shima lyra senja seorang dokter berbakat di rumah sakit ternama, menemukan suaminya berselingkuh dengan sahabatnya sendiri, dunianya hancur seketika.
Pengkhianatan itu tidak hanya merenggut pernikahannya, tapi juga rumah, nama baik, dan tempat untuk pulang.
Di titik terendah hidupnya, ia menerima tawaran tak masuk akal datang dari Arru Vance CEO miliarder dingin dengan aturan yang tidak bisa dilanggar. Pernikahan kontrak, tanpa cinta, tanpa perasaan. Hanya ada aturan.
Namun, semakin dekat ia dengan Arru, semakin ia sadar bahwa sisi dingin pria itu menyembunyikan rahasia berbahaya dan hati yang mampu merasakan semua yang selama ini ia rindukan.
Ketika pengkhianatan masa lalu kembali muncul dan skandal mengancam segalanya, Shima harus memilih: mengikuti aturan atau mempertaruhkan segalanya demi cinta.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ziafan01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SURAT CERAI
Namun kedatangan Laura mengubah segalanya. Laura menatap Arya dengan senyum dingin, memiringkan kepala seolah membaca isi pikirannya. “Ayolah, Arya. Kita harus lanjutkan hidup, jangan biarkan perasaan itu menghalangi. Tanda tangani saja,” ucapnya lembut tapi penuh manipulasi.
Arya menghela napas panjang, menekan perasaannya sendiri, dan akhirnya menandatangani surat cerai itu. Dengan cepat, ia melanjutkan pembicaraan tentang “pernikahan” mereka lebih formal daripada emosional seolah menegaskan bahwa segalanya sekarang adalah urusan dokumen dan status, bukan hati.
Sementara itu, Shima, tanpa mengetahui drama itu, tetap fokus pada pekerjaannya. Ia memeriksa pasien, mengawasi operasi, dan melakukan setiap langkah medis dengan presisi. Namun tatapannya terkadang kosong sejenak, menyimpan rencana yang mulai terbentuk, rencana yang akan mengubah semua dinamika yang selama ini menjeratnya.
Hari itu, di rumah sakit, terlihat jelas: Shima telah berubah. Versi baru dirinya muncul lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih waspada. Dan di balik profesionalisme yang sempurna itu, sebuah rahasia mulai bergerak diam-diam, siap untuk membuka lembaran baru dalam hidupnya.
***
Sejak pagi, Shima bergerak dengan ritme profesionalnya yang teratur. Ia memeriksa pasien, mengecek hasil laboratorium, dan memimpin operasi dengan ketenangan yang menjadi ciri khasnya. Wajahnya tegar, langkahnya mantap seolah kehilangan dan pengkhianatan yang dialaminya kemarin hanyalah bayangan yang tidak berdaya menahan dirinya.
Di sisi lain, Arya dan Laura mengamati setiap gerak Shima dari jauh. Arya merasa panas dingin di dadanya; hatinya campur aduk antara iri, marah, dan sakit. Sedangkan Laura, yang biasanya percaya diri, mulai menunjukkan kerutan di dahinya. Ada sesuatu yang mengganggu rencananya.
“Lihat itu, Arya,” bisik Laura sambil menatap Shima yang tengah mengarahkan perawat dengan tegas. “Dia… dia seperti tidak kehilanganmu sama sekali. Sepertinya dia memang tidak suka sama kamu.
Arya menelan ludah, amarah membara di dadanya. Kata-kata Laura, meski mencoba memprovokasi, malah menegaskan kebenciannya pada Shima. Ia merasa dipermalukan, kalah, dan disisihkan oleh mantan istrinya sendiri Shima yang kini terlihat kuat, tenang, dan tak tergoyahkan.
Sejak itu, setiap kesempatan Arya dan Shima berada di area yang sama menjadi medan pertempuran diam-diam. Arya mencoba mengatur tatapan, gestur, atau kata-kata halus untuk menunjukkan superioritasnya, tapi Shima hanya tersenyum tipis atau menunduk sejenak, tetap fokus pada pasiennya. Sikap profesional Shima justru membuat Arya semakin kesal setiap kali ia mencoba menyindir, Shima tidak terpancing.
Laura pun mulai bertindak. Ia mengatur staf perawat agar memberi informasi kecil yang bisa merusak Shima secara profesional. Namun, Shima yang cerdas, perlahan membaca pola itu tanpa menimbulkan kecurigaan di depan staf lainnya.
Di ruang operasi, Arya terlibat langsung dalam prosedur bersama Shima. Setiap instruksi Shima dijalankan dengan sempurna, membuat Arya merasa malu karena tidak bisa menandingi ketenangan dan kompetensi mantan istrinya. Laura memperhatikan dari luar pintu ruang operasi, bibirnya menekuk sedikit, frustasi karena rencana kecilnya untuk membuat Shima terlihat lemah gagal total.
Saat jeda makan siang, Shima duduk sendiri di ruang dokter, menatap layar tablet dan memeriksa catatan pasien. Ia tampak santai, namun pikirannya tetap berputar, menyusun strategi diam-diam bagaimana caranya menjaga profesionalismenya sambil merencanakan balas dendam terhadap Arya dan Laura.
Laura, tidak tahan lagi, mendekati Arya. “Arya, lihat itu lagi. Dia tetap tersenyum, tetap tenang… bahkan di saat kita semua tahu apa yang terjadi. Sepertinya dia memang tidak peduli padamu,” ujar Laura dengan nada mengejek.
Arya menegakkan rahangnya, menatap Shima dari kejauhan. Kebencian dan rasa iri menyala di matanya, membuatnya merasa seperti dikalahkan tanpa perlawanan. “Ya, mungkin aku benar-benar kalah…” gumamnya dalam hati, tapi tidak diucapkan keras.
Sementara itu, Shima tetap diam, tidak ada reaksi berlebihan. Ia menyadari tatapan Arya dan komentar Laura, tapi itu hanya bagian dari permainan. Di balik ketenangan itu, Shima merencanakan langkah berikutnya: menjaga reputasinya, tetap profesional, dan membiarkan Arya serta Laura semakin terjerat oleh kesombongan dan kesalahan mereka sendiri.
Hari itu berakhir dengan Shima menyelesaikan semua tugas medisnya dengan sempurna. Namun, tatapannya yang damai menyembunyikan rencana balas dendam yang mulai matang, rencana yang akan membuat Arya dan Laura menyesal telah menganggap remeh Shima Lyra Senja.
****
Malam itu, cahaya lampu chandelier di ruang makan mansion Arru memantul lembut di permukaan meja kayu tua yang mengkilap. Shima duduk di salah satu kursi, wajahnya menampilkan ketenangan tipis yang menutupi kegelisahan dalam hatinya. Di seberang meja, Arru sibuk memeriksa beberapa dokumen bisnis, sementara Ethan duduk di sampingnya, sesekali menyesap teh hangat yang disuguhkan.
Shima menatap amplop tebal yang baru saja Arru letakkan di depannya. Di dalamnya, terdapat surat panggilan dari Pengadilan Agama untuk meresmikan perceraian antara dirinya dan Arya. Sebuah kenyataan yang masih terasa surreal di hatinya. Ia menatap surat itu sebentar, kemudian menunduk, menenangkan diri agar tidak menampakkan emosi di hadapan Arru dan Ethan.
Ethan, dengan senyum tipis yang hampir tidak terlihat, memecah keheningan. “Besok juga akan ada fitting baju pengantin, Shima,” ujarnya lembut, mencoba menyamarkan rasa kagum sekaligus menenangkan Shima.
Shima menatap Ethan sebentar, kemudian mengangguk pelan, senyum tipis terukir di bibirnya. Namun di dalam hatinya, pergolakan perasaan tak terelakkan. Bagaimana mungkin? Dalam satu waktu, ia resmi bercerai dengan Arya, lelaki yang pernah menjadi suaminya, dan di waktu yang hampir bersamaan, ia harus bersiap untuk pernikahan dengan Arru pria yang sebelumnya hanya ia kenal sebatas pemilik rumah sakit dan CEO miliarder yang dingin.
Ia menahan napas, memalingkan pandangan ke jendela besar di ruang makan. Cahaya lampu jalan yang masuk dari luar membuat siluet dirinya tampak rapuh, padahal di dalam, pikirannya berputar liar. Apa ini yang dimaksud dengan pesta perpisahan? Apakah perpisahan ini harus dirayakan dengan kontrak pernikahan, dengan perjanjian dan aturan yang begitu ketat?
Arru mengangkat tatapannya sebentar, menatap Shima dengan mata yang sulit dibaca. Tidak ada kata-kata manis, tidak ada komentar berlebihan hanya sebuah pengakuan diam bahwa ia tahu segala kekacauan yang sedang terjadi dalam kehidupan Shima.
Shima menarik napas dalam, meneguhkan dirinya. Ia tahu, apa pun perasaannya, malam ini bukanlah waktu untuk menangis atau meratap. Malam ini, ia harus menyiapkan diri menghadapi perceraian yang resmi besok, dan pernikahan yang akan datang dua hal yang seolah bertentangan tapi kini menjadi kenyataan hidupnya.
Sambil menutup amplop dan menyimpan dokumen itu di tasnya, Shima tersenyum tipis, hampir tak terlihat. Senyum itu bukan karena bahagia, tapi karena tekad: ia akan melewati semua ini, dengan kepala tegak, dan suatu hari, mereka yang meremehkannya Arya dan Laura akan melihat bahwa Shima Lyra Senja bukanlah orang yang mudah dipermainkan.
Arru, tanpa bicara, menandakan kepada Ethan bahwa malam itu cukup. Ethan mengangguk, mengambil dokumen dan meninggalkan Shima sejenak sendirian di ruang makan, memberinya waktu untuk merenung dan merasakan kesunyian yang penuh makna kesunyian sebelum badai yang akan datang.
***
bikin mereka yg menyakiti melongo.
ketawa aja kalian sekarang sepuasnya, sebelum ketawa itu hilang dr mulut kalian.
OOO tentu tidak... dia bakal semakin kaya.
mending bergerak, selidiki Arya sama Laura.