Lanjutan dari novel Reinkarnasi Pendekar Dewa
Boqin Changing, pendekar terkuat yang pernah menguasai zamannya, memilih kembali ke masa lalu untuk menebus kegagalan dan kehancuran yang ia saksikan di kehidupan pertamanya. Berbekal ingatan masa depan, ia berhasil mengubah takdir, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menghancurkan ancaman besar yang seharusnya merenggut segalanya.
Namun, perubahan itu tidak menghadirkan kedamaian mutlak. Dunia yang kini ia jalani bukan lagi dunia yang ia kenal. Setiap keputusan yang ia buat melahirkan jalur sejarah baru, membuat ingatan masa lalunya tak lagi sepenuhnya dapat dipercaya. Sekutu bisa berubah, rahasia tersembunyi bermunculan, dan ancaman baru yang lebih licik mulai bergerak di balik bayang-bayang.
Kini, di dunia yang telah ia ubah dengan tangannya sendiri, Boqin Changing harus melangkah maju tanpa kepastian. Bukan lagi untuk memperbaiki masa lalu, melainkan untuk menghadapi masa depan yang belum pernah ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersiap Untuk Pergi
Para lelaki akhirnya duduk bersama di meja bundar yang berada di ruang tengah kediaman. Meja itu terbuat dari kayu hitam mengilap, sederhana namun kokoh, memancarkan kesan tenang khas rumah bangsawan lama yang telah melewati banyak badai.
Shang Mu duduk berhadapan dengan Boqin Changing, sementara Sha Nuo mengambil posisi agak menyamping dengan sikap santai, seolah ruang itu adalah miliknya sendiri. Tuan Yu memilih duduk sedikit ke pinggir, menjaga etika sebagai pengantar.
“Chang’er,” ujar Shang Mu setelah semua duduk dengan rapi. “Kau pasti lelah setelah perjalanan jauh. Bagaimana kalau kita makan bersama dulu? Istriku sudah menyiapkan hidangan sederhana.”
Boqin Changing menggeleng pelan, ekspresinya tetap tenang dan sopan.
“Terima kasih, Paman,” katanya. “Aku sudah sarapan sebelumnya. Lebih baik kita langsung berbincang saja.”
Shang Mu tidak memaksa. Ia hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, lalu memberi isyarat ke arah dalam rumah.
Tak lama kemudian, Zhiang Chi dan Shang Ni kembali memasuki ruangan. Di tangan mereka masing-masing ada nampan berisi teko teh hangat dan beberapa piring kecil berisi cemilan ringan. Aroma teh melati segera memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang jauh lebih hangat dan akrab.
Zhiang Chi menuangkan teh dengan gerakan tenang, lalu meletakkan cangkir di depan setiap orang. Shang Ni membantu menyusun cemilan sebelum akhirnya duduk di samping ibunya, sedikit lebih dekat ke arah Boqin Changing tanpa ia sadari sendiri.
Untuk sesaat, hanya terdengar suara teko dan cangkir. Keheningan itu terasa nyaman… namun juga penuh antisipasi.
Akhirnya, Boqin Changing meletakkan cangkir tehnya kembali ke atas meja. Suaranya tenang, namun kata-katanya membuat suasana langsung berubah serius.
“Paman Mu,” ucapnya lurus ke inti pembicaraan. “Aku datang ke sini bukan hanya untuk berkunjung. Aku sudah memikirkan hal ini dengan matang.”
Semua pandangan tertuju padanya.
“Aku memutuskan untuk membantu keluargamu,” lanjutnya. “Aku akan membantumu merebut kembali hak yang seharusnya menjadi milikmu di Kekaisaran Shang.”
Napas Shang Mu sempat tertahan. Matanya melebar, lalu perlahan bersinar.
“Kau… serius?” tanyanya, suaranya bergetar samar.
Boqin Changing mengangguk ringan.
“Selain itu,” tambahnya tanpa jeda, “aku juga akan membantu mencari kakak Shang Ni. Jika benar ia ditawan oleh pihak lawan, maka aku akan memastikan ia dibebaskan.”
Kata-kata itu menghantam emosi Keluarga Shang di ruangan tersebut.
Shang Mu menunduk sejenak, lalu tertawa kecil yang terdengar berat oleh perasaan. Wajahnya jelas dipenuhi kelegaan dan rasa syukur yang tak mampu ia sembunyikan.
“Terima kasih… terima kasih, Chang’er,” katanya tulus.
Di sisi lain meja, mata Zhiang Chi mulai berkaca-kaca. Ia segera menunduk sedikit, berusaha menahan emosinya. Shang Ni pun tidak jauh berbeda. Bibir gadis itu bergetar halus, dan ia buru-buru menundukkan wajahnya, takut perasaannya terlihat terlalu jelas.
Namun, di tengah kehangatan itu, ada satu hal yang mengganjal. Ekspresi Shang Mu perlahan berubah. Senyum di wajahnya memudar, digantikan oleh kerutan halus di keningnya. Tatapannya beralih ke arah putrinya, Shang Ni. Tentunya… itu adalah kekhawatiran tentang Shang Ni.
“Chang’er,” ucapnya hati-hati. “Aku sangat berterima kasih atas niatmu. Namun… ada satu hal yang tidak bisa kuabaikan.”
Ia menatap putrinya lebih lama sebelum melanjutkan.
“Shang Ni bukan pendekar. Ia tidak memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri. Jika ia ikut ke kekaisaran… justru bisa membahayakan nyawanya.”
Zhiang Chi menoleh ke arah suaminya. Pandangan mereka bertemu, dan tanpa perlu banyak kata, keduanya saling memahami.
“Aku saja yang akan pergi,” lanjut Shang Mu dengan suara mantap. “Istriku akan tetap tinggal di Kota Caocao untuk melindungi Shang Ni.”
Zhiang Chi terdiam sejenak, lalu akhirnya mengangguk pelan.
“Aku setuju,” katanya lembut namun tegas. “Membawa Shang Ni hanya akan menempatkannya dalam bahaya.”
Ruangan kembali hening. Namun keheningan itu dipatahkan oleh suara Boqin Changing yang tenang namun tanpa ragu.
“Tidak,” katanya singkat.
Semua orang menoleh padanya.
“Bawa saja Shang Ni ikut pulang,” lanjutnya. “Kita semua pasti bisa menjaganya.”
Shang Mu terkejut. Zhiang Chi membelalakkan mata. Bahkan Shang Ni sendiri menatap Boqin Changing dengan kaget.
Sebelum siapa pun sempat menanggapi, Sha Nuo sudah lebih dulu bersandar ke kursinya sambil menyeringai.
“Wah, wah,” katanya malas. “Berani sekali, Tuan Muda. Sepertinya Tuan Muda takut kesepian dalam perjalanannya jika tanpa ditemani Nona Shang Ni.”
Boqin Changing meliriknya dingin.
“Jika kau punya waktu untuk bicara,” balasnya datar, “gunakan saja untuk memastikan ia benar-benar aman.”
Sha Nuo tertawa kecil.
“Hahaha, lihat? Langsung serius. Baiklah, baiklah. Aku ikut menjaga, puas?”
Shang Mu sempat membuka mulut, seolah ingin membujuk Boqin Changing agar mempertimbangkan ulang. Namun setelah melihat sorot mata pemuda itu, tenang, yakin, dan tak tergoyahkan, ia akhirnya menghela napas dan membatalkan niatnya.
“…Baiklah,” katanya akhirnya. “Kalau begitu, aku akan menyiapkan kereta kuda terbaik untuk membawa Shang Ni ke Kekaisaran Shang bersama kita.”
Namun Boqin Changing kembali menggeleng.
“Tidak perlu kereta kuda,” ucapnya tenang. “Kita bisa membawa Shang Ni ke sana tanpa kereta.”
Kali ini, Shang Mu dan Zhiang Chi benar-benar kebingungan.
“Tanpa… kereta?” ulang Shang Mu pelan.
Zhiang Chi ikut menatap Boqin Changing dengan raut tak mengerti.
“Lalu… bagaimana caranya? Shang Ni bahkan tidak bisa terbang seperti kita.”
Boqin Changing tidak langsung menjawab. Ia hanya mengangkat cangkir tehnya, meneguk perlahan, lalu menatap mereka dengan ekspresi yang sulit ditebak. Sha Nuo, di sampingnya, tersenyum kecil penuh arti.
Boqin Changing meletakkan kembali cangkir tehnya ke atas meja. Tatapannya tenang, seolah apa yang akan ia katakan selanjutnya adalah hal biasa, padahal bagi orang lain justru terdengar mustahil.
“Kekaisaran Shang,” ucapnya perlahan, “berjarak sangat jauh dari tempat ini.”
Shang Mu mengangguk pelan. Itu adalah fakta yang tak perlu diperdebatkan.
“Jika kita menggunakan kereta kuda,” lanjut Boqin Changing, “bahkan dengan kuda terbaik dan tanpa banyak berhenti, entah berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke sana. Dan selama perjalanan itu, terlalu banyak hal yang bisa terjadi.”
Zhiang Chi tanpa sadar menggenggam ujung lengan bajunya. Ia tahu betul betapa susah dan berbahayanya perjalanan jauh lintas wilayah, terlebih dengan kondisi keluarga mereka saat ini.
Boqin Changing lalu mengangkat tangan kanannya ke depan meja. Telapak tangannya terbuka. Di hadapan mereka, sebutir mutiara muncul begitu saja. Permukaannya berkilau lembut, memancarkan cahaya samar yang tampak berputar perlahan di dalamnya, seolah ada ruang lain yang tersembunyi di balik cangkangnya yang bening.
Sha Nuo menyeringai tipis, seakan sudah tahu reaksi apa yang akan muncul.
“Ini,” kata Boqin Changing tenang, “adalah Mutiara Gerbang Dimensi.”
Ruangan itu seketika sunyi. Shang Mu menatap mutiara itu dengan mata membelalak. Tuan Yu, yang sejak tadi menjaga sikap tenang, refleks berdiri setengah dari kursinya. Bahkan Zhiang Chi pun terdiam, napasnya tertahan.
“Artefak ini,” lanjut Boqin Changing tanpa meninggikan suara, “mampu memindahkan kita dari satu tempat ke tempat lain dalam sekejap.”
“Apa…?” suara Shang Mu nyaris tak keluar. “Dalam… sekejap?”
Boqin Changing mengangguk ringan.
“Kita bisa berpindah langsung ke salah satu tempat di dalam wilayah Kekaisaran Shang,” jelasnya. “Tidak perlu perjalanan panjang. Tidak perlu kereta. Tidak perlu mempertaruhkan keselamatan Shang Ni di jalan.”
Tuan Yu menelan ludah. Sebagai orang Paviliun Teratai Naga, ia pernah mendengar tentang artefak semacam itu… namun hanya sebagai cerita kuno yang hampir tak pernah terkonfirmasi.
“Lalu… bagaimana cara menggunakannya?” tanya Zhiang Chi akhirnya, suaranya masih terdengar tidak percaya.
Boqin Changing menggeser mutiara itu sedikit ke tengah meja.
“Seseorang dari Keluarga Shang harus menggenggam mutiara ini,” katanya. “Sambil memejamkan mata dan membayangkan dengan jelas tempat yang ingin dituju di Kekaisaran Shang.”
Ia lalu menatap satu per satu wajah di hadapannya.
“Orang-orang lain cukup memegang bagian tubuh orang tersebut. Tangan, bahu, apa saja. Selama masih ada kontak, kita akan berpindah secara bersamaan.”
Shang Ni menatap mutiara itu dengan mata berbinar campur takut. Ia belum pernah mendengar hal seperti ini seumur hidupnya.
“Namun,” lanjut Boqin Changing, “mutiara ini tidak akan aktif tanpa pemicu.”
Ia lalu menyebutkan serangkaian kata dengan lafal kuno, nadanya rendah dan berat, seolah berasal dari zaman yang jauh sebelum kekaisaran-kekaisaran saat ini berdiri. Kata-kata itu menggema halus di udara, membuat bulu kuduk beberapa orang berdiri tanpa alasan yang jelas.
“Itulah mantra pengaktifnya,” katanya singkat.
Keheningan kembali menyelimuti ruangan. Kali ini, bukan karena kebingungan… melainkan karena keterkejutan yang terlalu besar untuk segera dicerna.
Akhirnya, Shang Mu menarik napas panjang. Wajahnya masih tegang, namun sorot matanya sudah berubah menjadi tekad.
“Aku yang akan memegang artefak itu,” katanya mantap. “Lalu… kapan kita akan pergi?”
Boqin Changing menjawab tanpa ragu.
“Semakin cepat, semakin baik.”
Shang Mu mengangguk sekali lagi.
“Kalau begitu,” ujarnya sambil berdiri, “aku siap berangkat hari ini juga. Tapi aku butuh waktu untuk bersiap-siap dan membereskan beberapa hal.”
“Silakan,” balas Boqin Changing sopan. “Kami akan menunggu.”
Shang Mu segera mengajak Zhiang Chi dan Shang Ni untuk bersiap. Suara langkah mereka menjauh ke dalam rumah, menyisakan Boqin Changing, Sha Nuo, dan Tuan Yu di ruang tengah.
Saat itulah Boqin Changing menoleh ke arah Zhen Yu.
“Ada satu hal lagi,” katanya pelan. “Tolong sampaikan pesan kepada Pemimpin Paviliun Teratai Naga Kekaisaran Qin, Meng Honghui.”
Tuan Yu langsung menegakkan sikapnya.
“Katakan padanya,” lanjut Boqin Changing, “bahwa aku untuk sementara sedang pergi ke Kekaisaran Shang. Aku akan kembali setelah urusanku selesai.”
Tuan Yu mengangguk mantap.
“Aku mengerti. Pesan itu akan aku sampaikan dengan cepat.”
Boqin Changing kembali bersandar tenang di kursinya. Petualangan barunya akan segera dimulai.