Guang Lian, jenius fraksi ortodoks, dikhianati keluarganya sendiri dan dibunuh sebelum mencapai puncaknya. Di tempat lain, Mo Long hidup sebagai “sampah klan”—dirundung, dipukul, dan diperlakukan seperti tak bernilai. Saat keduanya kehilangan hidup… nasib menyatukan mereka. Arwah Guang Lian bangkit dalam tubuh Mo Long, memadukan kecerdasan iblis dan luka batin yang tak terhitung. Dari dua tragedi, lahirlah satu sosok: Iblis Surgawi—makhluk yang tak lagi mengenal belas kasihan. Dengan tiga inti kekuatan langka dan tekad membalas semua yang telah merampas hidupnya, ia akan menulis kembali Jianghu dengan darah pengkhianat. Mereka menghancurkan dua kehidupan. Kini satu iblis akan membalas semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zen Feng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20: DENTING DI MALAM BERDARAH (2)
BOOOM!
Hembusan angin dahsyat meledak, mengoyak ruangan hingga dinding retak. Benturan keras dua benda beradu terdengar memekakkan—tangan kiri pria berjenggot menumbuk gagang pedang Mo Long yang ditahan dengan kedua tangannya.
Percikan Qi seperti asap hitam dan merah menari liar di antara mereka, lalu pecah menjadi gelombang kejut.
WUUSH!
Satu tendangan lutut datang dari samping—tepat, kencang—membanting wajah pria itu hingga tubuhnya terpental beberapa langkah.
TAP!
Yaohua yang mengenakan qipao merah mendarat anggun, rambutnya melayang di udara. Tatapannya tajam seperti bilah. Ia menoleh sesaat pada Mo Long, lalu kembali menyerang dengan tendangan beruntun yang memecah ritme lawan.
BRAK! BRAK! BRAK!
Mo Long tak menyia-nyiakan celah. Ia mempersempit jarak dengan cepat, bergerak seperti bayangan, mengalirkan serangkaian tebasan yang membidik dada, perut, dan lengan. Tiap benturan terasa ringkas namun mematikan.
SRAK! SRAK! SRAK!
Pria itu terhuyung, luka terbuka di sekujur tubuhnya. Ia terguling ke samping.
Yaohua melayang turun dari udara untuk menukikkan tendangan berbalut Qi ungu berbau racun—
Namun tubuh lawan berguling lincah dan tangan besarnya berhasil menangkap kaki Yaohua dengan cengkeraman besi!
"Ah!" Yaohua hampir terseret.
Mo Long dengan tanggap melayangkan tusukan cepat, tajam, menusuk ke arah tangan yang menahan kaki itu.
SRAK!
"AARGHH!"
BOOOM!
Ledakan Qi merah memancar dari tubuh pria berjenggot itu; awan energi berdentum keras. Mo Long memeluk pinggang Yaohua dengan cepat, menariknya mundur dalam satu lompatan; keduanya mendarat dengan napas memburu, debu dan potongan kayu beterbangan di sekitar mereka.
Pria buas itu—dengan tubuh robek oleh belasan serangan, darah mengucur dari luka-luka dalam—bangkit tegap tanpa goyah.
Yaohua menahan napas, bisik ngeri keluar di bibirnya: "Dia… monster. Dia tidak merasakan sakit sama sekali."
Mo Long menatap lawan sambil menilai dengan mata tajam. "Dia berada di bawah kendali penuh. Dia tak merasakan sakit atau takut. Ditambah Seni Pembalik Aliran Qi membuat serangannya berkali-kali lipat lebih kuat dari seharusnya."
Di depan mereka, rantai-rantai Qi merah dari pedang lawan merayap di tanah, melingkar seperti ular berbisa yang siap memecut.
Yaohua melirik ke Mo Long, suaranya gemetar: "Apa yang harus kita lakukan? Kita tidak bisa melukainya dengan serangan biasa!"
Mo Long menjawab pelan, suaranya tetap tenang meski napasnya berat: "Satu-satunya cara… hancurkan titik vitalnya—jantung, ulu hati, atau kepala. Serangan lain tidak akan berpengaruh."
"Itu tidak mudah, Mo Long! Dia terlalu cepat!"
WUUUSH!
Pria berjenggot itu melancarkan serangan balasan: rantai Qi berputar cepat, memecut ke arah mereka dengan kecepatan mematikan.
Mo Long dan Yaohua meloncat ke arah berlawanan—
KRAAK!
—rantai itu melesat nyaris menyapu tubuh mereka, menghantam lantai hingga pecah, lalu memutar kembali seperti ular yang mengejar.
Yaohua merunduk, berguling dengan gesit; Mo Long memanfaatkan momentum untuk melayangkan tebasan-tebasan Qi Bayangan tipis.
SRAK! SRAK!
Beberapa ditangkis sempurna, namun satu tebasan menyelinap—
SPLASH!
—mengoyak lengan kiri pria itu dalam, membuat darah menyembur dan kulit terbuka lebar.
Pria berjenggot itu meraung keras. Namun tidak roboh.
Dengan gerak yang membuat mereka menahan napas ngeri, ia menggigit telapak tangannya sendiri dengan kuat—lalu menariknya dengan brutal.
KRAAK!
Dalam satu gerakan mengerikan, tangan itu terlepas!
"GILA!" Yaohua menjerit kecil, wajahnya pucat.
Pemandangan itu membuat darah di tubuh mereka beku untuk sedetik.
Pria itu berdiri tegak, darah mengalir deras dari lengan yang tersisa hanya tulang putih dan daging robek. Namun kesadarannya tak terguncang sama sekali—ia bahkan mengayunkan lengan yang tersisa layaknya cambuk berbalut Qi merah.
Mo Long merasakan getaran aneh lewat lengan kanannya—tangan yang tadi menebas kini kebas, pundaknya nyeri tajam menusuk.
'Sial—jika ini berlangsung lebih lama, aku akan merobek jalur meridian di bahuku! Tubuhku belum pulih!' batinnya dengan wajah menegang.
Di antara reruntuhan meja dan potongan genteng yang masih berjatuhan, dua pasangan itu menatap lawan yang buas dan berbahaya—rantai-rantai Qi terus melilit, darinya muncul aura merah dan panas yang menyesakkan.
Mo Long menatap Yaohua singkat dengan pandangan penuh arti.
"Kita serang bersama. Cari celah untuk menyerang titik vitalnya. Itu satu-satunya cara."
Yaohua mengangguk cepat meski tangannya gemetar.
WUUUSH!
Rantai merah itu kembali berputar dengan kecepatan mengerikan!
"AWAS!" teriak Yaohua memperingatkan.
BOOM!
Keduanya berbalik ke arah berlawanan, berusaha menghindar. Rantai itu menghantam keras lantai batu, menciptakan ledakan kecil Qi merah yang memecah udara dan membuat serpihan berterbangan.
Meski tangan kirinya telah terputus dan darah terus mengalir, kekuatan pria berjenggot itu tak berkurang sedikit pun. Serangannya tetap dahsyat, matanya kosong merah menyala, urat-urat di lehernya menonjol seperti cacing hitam. Napasnya menggeram seperti binatang buas, sementara pedang berselimut rantai Qi di tangannya terus menebas tanpa henti.
Mo Long mengernyit, napasnya berat. 'Apa yang harus kulakukan…?' pikirnya dalam hati, frustrasi mulai merayap. 'Aku tak bisa mengerahkan banyak Qi, tapi kekuatannya belum juga melemah bahkan sedikit!'
Dalam benaknya, tiba-tiba satu sosok muncul—bayangan masa lalu, bukan dari kehidupan Mo Long, melainkan dari ingatan Guang Lian.
Sosok gundul berwajah teduh duduk bersamanya di tepi sungai, suaranya menggema lembut namun jelas di ingatan:
"Saat aliran Qi-mu terganggu—karena racun, totokan, atau luka—gunakan teknik 'kanan pukulan, kiri tapak tangan'. Sulit mengalirkan dua aliran Qi berbeda pada kedua tangan, tapi jika kau menguasainya… kau bisa menyerang dan bertahan sekaligus, bahkan dengan sedikit Qi."
Mo Long mengangkat kepala. Tatapannya berubah tajam, penuh tekad.
"Yaohua!" serunya keras.
Wanita itu menoleh cepat di tengah hujan serangan rantai yang terus mengejarnya.
"Ambil pedangku!" Mo Long melemparkan pedang hitamnya melintasi ruangan ke arah Yaohua yang berada di seberang. "Alihkan perhatiannya! Aku perlu waktu untuk menyiapkan sesuatu!"
"Apa?!" Yaohua hampir menjerit panik. Tapi ia tak punya pilihan.
KLANG!
Pedang itu mendarat di tangannya—berat, dingin, dan bergetar dengan Qi Bayangan.
WUUUSH! WUUUSH!
Rantai kembali berputar cepat dengan suara siulan tajam, menghantam dinding dan tiang.
Yaohua mengayunkan pedang Mo Long dengan kedua tangan, menangkis dengan keras hingga percikan Qi ungu dan merah bertabrakan di udara.
"SERANG!" teriak Mo Long.
Yaohua melompat maju dengan teriakan, menebas membabi buta. Tebasan demi tebasan membelah udara, setiap goresan meninggalkan jejak Qi Racun ungu pekat yang menggulung seperti kabut beracun.
SRAK! SRAK! SRAK!
Rantai pria berjenggot itu menangkis dan menghancurkan sebagian besar serangan dengan brutal, tapi di kulitnya mulai muncul bercak merah dan asap tipis—seperti luka terbakar yang perlahan meresap.
"GRRRAHHH!"
Pria itu mengamuk lebih ganas, rantai Qi-nya berputar seperti badai merah, menghantam ke segala arah tanpa henti.
BOOM! BOOM! BOOM!
Sementara perhatian musuh sepenuhnya tertuju pada Yaohua, Mo Long mulai bergerak dengan hati-hati.
Ia menutup matanya sejenak, menarik napas dalam-dalam hingga dadanya mengembang.
Langkahnya mantap—kaki kanan menekuk, kiri melangkah, tubuhnya berputar perlahan. Gerakannya tampak seperti tarian lambat namun penuh makna, namun sesungguhnya ia sedang menyalurkan Qi dari tiga Dantian-nya, menyeimbangkan aliran dengan presisi yang hanya bisa dicapai oleh seorang jenius sejati.
Uap hitam tipis muncul dari kedua telapak tangannya—Qi Bayangan berdenyut lembut di tangan kanan dan kiri, berbeda arah, tapi harmonis sempurna seperti dua sisi mata uang.
Sementara itu, Yaohua mulai terdesak. Rantai merah itu terus menyerang dengan ganas, menghancurkan tiang di belakangnya hingga ia terhimpit di sudut tembok. Napasnya tersengal, tangannya gemetar menahan pedang.
"AAHH!!" Yaohua menangkis keras—
KLANG!
—percikan ungu beterbangan di udara, tangannya hampir tak sanggup menahan lagi.
Tiba-tiba—
BRAAK!
Sebuah pukulan ringan namun padat menghantam punggung pria buas itu dari belakang. Tubuh raksasa itu tersentak keras, langkahnya goyah.
Ia menoleh dengan mata merah menyala hendak menyerang Mo Long, tapi tepat saat rantainya berayun ke arah pria muda itu—
TAP!
—tapak tangan kiri Mo Long menahan pergelangan tangannya dari bawah dengan timing sempurna.
Rantai itu meleset, menghantam udara kosong.
DUUGH!
Pukulan kanan Mo Long menghantam perut lawannya dengan kekuatan penuh. Darah segar muncrat dari mulut pria itu seperti air mancur!
Ia mundur dua langkah, terhuyung.
Tapi sebelum sempat menstabilkan diri—
SRAK!
—tebasan Qi ungu dari Yaohua menyambar dari samping, mengenai kakinya!
TSSSSS!
Kulitnya melepuh dengan suara mendesis, darah mendidih di permukaan luka. Ia berteriak melolong kesakitan.
Mo Long tak menyia-nyiakan momen itu. Ia menyalurkan Qi ke tangan kanannya—
BOOM!
—pukulan keras menghantam ulu hati musuh dengan presisi sempurna.
Tepat setelahnya, tapak tangan kirinya menampar dagu pria itu ke atas dengan kekuatan yang membuat kepala lawannya terpental dan tubuhnya melayang sesaat di udara.
Kombinasi itu berlanjut tanpa henti—seperti badai yang tak kenal lelah.
BRAK! BRAK! BRAK!
Mo Long dan Yaohua bergerak seperti dua sisi mata pedang—serangan, tebasan, pukulan, dorongan, semuanya selaras dalam harmoni mematikan.
Rantai Qi merah itu berputar kacau, gagal mengenai sasaran. Bahkan suara raungan pria itu kini mulai melemah, tubuhnya melambat, Qi-nya bocor deras dari pori-pori seperti air dari wadah retak.
Hingga akhirnya—
BOOOM!
Satu pukulan lebih keras dari Mo Long menghantam tepat di ulu hatinya. Getaran besar memantul ke seluruh tubuh pria itu, merobek jalur meridiannya dari dalam.
SRAK!
Dalam sekejap yang sama, pedang Mo Long di tangan Yaohua menembus punggungnya dari belakang, menembus sampai keluar di perut dengan bunyi daging yang robek.
Tubuh pria itu terhuyung dengan mata melebar, lalu berlutut perlahan.
TSSSSS...
Kulitnya menghitam dari dalam, urat-uratnya pecah satu per satu seperti benang yang putus. Asap hitam menembus pori-porinya, menyisakan bau terbakar yang menyengat dan menyesakkan.
Hening.
Hanya suara napas berat yang terdengar.
Yaohua berdiri terpaku, terengah, memegangi pedang dengan tangan gemetar. Napasnya berat, keringat dan darah bercampur di wajahnya yang pucat. Ia menghela napas panjang, lututnya nyaris goyah dan hampir runtuh.
Mo Long menatap tubuh yang berlutut itu lama. Wajahnya tidak menunjukkan kepuasan atau kelegaan—hanya kelelahan dan keprihatinan.
Matanya kemudian beralih ke arah luar rumah dengan waspada.
BOOM! BOOM!
Dentuman keras, ledakan Qi, dan jeritan samar terdengar dari halaman—pertarungan di luar masih berlangsung brutal.
Wajahnya menegang.
BRAAAKK!
Tiba-tiba dinding rumah Yaohua meledak pecah—debu, kayu, dan batu beterbangan ke segala arah. Sosok raksasa dengan tubuh berotot penuh bulu oranye belang hitam terhempas keluar dengan keras, menghantam tanah dan menyeret debu hingga membentuk alur panjang.
"GRROAAARR!!"
Ia menggeram keras seperti binatang buas, darah menetes dari sudut mulutnya, namun matanya masih merah menyala seperti bara api. Manusia setengah harimau itu—Hiroshi—perlahan bangkit, pundaknya bergetar, napasnya mendengus seperti kerbau yang marah.
Namun sebelum ia sempat melangkah—
WUUUSSH!
Dari arah langit terdengar suara angin kencang—ribuan bulu hitam pekat melesat menembus malam, menari seperti badai yang menakutkan. Bulu-bulu itu berputar membentuk pusaran besar yang berkilat Qi Bayangan, lalu menukik dengan kecepatan mengerikan menyerbu ke arah manusia harimau itu.
SYUUU! SYUUU! SYUUU!
Dalam sekejap, sosok buas itu terkepung dalam pusaran bulu hitam yang berputar cepat, seperti terjebak di dalam sangkar raksasa dari bayangan. Ia meraung keras, cakarnya menyabet udara dengan liar, tubuhnya berputar ganas mencoba mengoyak perangkap itu.
Namun setiap bulu yang tersentuh berubah tajam bagaikan bilah pedang kecil—
SRAK! SRAK! SRAK!
—menoreh kulitnya, membentuk sayatan demi sayatan yang langsung mengucurkan darah merah gelap.
"RAAAAAWRR!!" teriaknya memecah malam dengan suara yang mengguncang. Suara itu menggema hingga ke dalam rumah yang setengah hancur.
Mo Long menengadah cepat dengan mata terbelalak.
Di atas atap rumah yang jebol, sosok bersayap hitam lebar melayang gagah di bawah cahaya bulan—Hu Wei.
Wajahnya datar tanpa ekspresi, matanya dingin seperti es, pedangnya diarahkan lurus ke bawah. Dari kedua sayap hitam yang mengepak di punggungnya, bulu-bulu berkilat Qi hitam terus bermunculan, mengitari manusia harimau itu dalam lingkaran maut yang terus mengecil.
'Teknik itu luar biasa!' batin Mo Long kagum.
ROAAR!
Manusia harimau itu berteriak semakin keras, tubuhnya berdarah di mana-mana, namun naluri binatangnya membuatnya tak berhenti.
Tiba-tiba, ia melompat tinggi—sangat tinggi—menerjang langsung ke arah Hu Wei dengan cakaran besar siap menebas.
"Cih!" Hu Wei mendesis, melesat ke samping dengan sayapnya yang mengepak keras.
ZRAANG!
Tebasannya menghantam pundak makhluk itu dengan kekuatan penuh, membuat darah menyembur deras seperti air mancur. Manusia harimau itu jatuh menghantam tanah dengan keras—
BOOM!
—mengguling beberapa kali, lalu bangkit lagi dengan tawa parau penuh kegilaan yang mengerikan.
"Bajingan…" katanya serak sambil tertawa gila, lidahnya menjulur seperti binatang. Air liurnya menetes. "Sudah lama aku tak bertarung seperti ini! Akhirnya ada yang sepadan!"
Ia mengangkat tangannya tinggi ke langit, Qi merah darah menyelubungi cakarnya yang besar, lalu melancarkan serangan beruntun ke arah langit—
KRAASSH! KRAASSH! KRAASSH!
Cakaran-cakaran Qi merah itu melesat seperti belati raksasa, menghujani udara ke arah Hu Wei dengan kecepatan brutal.
Namun Hu Wei hanya bergerak anggun di udara, berputar dengan sayapnya, setiap langkahnya ringan seperti bayangan yang menari. "Seranganmu sia-sia," katanya dingin tanpa emosi.
Bulu-bulu hitam kembali berkumpul di sekeliling pedangnya dengan cepat, membentuk pusaran spiral yang berputar semakin cepat. Suara angin dan Qi berpadu membentuk dengungan tajam yang menyakitkan telinga.
Manusia harimau itu mendadak menegang—matanya melebar, naluri binatangnya menangkap bahaya mematikan.
"Akan aku akhiri sekarang…" bisik Hu Wei dingin.
WUUUUSH!
Hu Wei menukik turun dari udara seperti elang hitam yang menyambar mangsa, pedangnya bersinar kehitaman yang pekat, dikelilingi pusaran bulu yang berputar seperti badai. Udara bergetar keras, tanah retak bahkan sebelum pedangnya tiba.
Namun—
DEGH!
Dadanya tiba-tiba menegang keras. Rasa nyeri menyengat menusuk ulu hatinya seperti jarum panas. Matanya membulat shock.
'Apa... ini?!'
Bulu-bulu hitam di sekitarnya bubar seperti abu tertiup angin, sayapnya terentang kehilangan keseimbangan. Tubuhnya kehilangan daya angkat, dan dalam sekejap—
BRAK!
Hu Wei jatuh—terhempas keras ke tanah dengan bunyi yang mengerikan.
Manusia harimau itu menatap dari bawah dengan senyum buas penuh kemenangan. "Hah! Akhirnya kau jatuh juga!" teriaknya sambil melompat tinggi, cakarnya yang besar dan tajam siap menebas tubuh Hu Wei yang terjatuh tak berdaya.
Namun sebelum cakar itu mencapai sasaran—
SHIIING!
Seberkas bayangan hitam melintas di antara keduanya dengan kecepatan kilat. Dalam sekejap, garis hitam membelah udara seperti petir.
SLASH!
Kepala manusia harimau itu terpisah sempurna dari tubuhnya dalam satu tebasan bersih.
Darah menyembur tinggi seperti hujan merah di bawah cahaya bulan yang pucat.
DUUUM!
Tubuh raksasa itu jatuh menghantam tanah keras dengan bunyi gemuruh, menciptakan dentuman yang menggetarkan tanah.
TAP!
Hu Wei terjatuh beberapa langkah dari tubuh itu, lututnya menekuk, darah merembes dari bibirnya. Napasnya tersengal berat.
"Hu Wei!" Yaohua segera menghampiri dengan wajah panik. "Bertahanlah!" serunya sambil berlutut, memeriksa dada sang pengawal yang naik turun berat dan tidak teratur.
Mo Long berdiri di atas tubuh makhluk harimau yang kini tak bergerak. Pedang melengkungnya menancap dalam di tubuh monster itu, darah hitam kental masih menetes di bilahnya.
Angin malam berhembus membawa bau darah yang menyengat dan racun. Rumah Yaohua hancur separuh, tanah di sekitarnya dipenuhi goresan Qi dan retakan dalam.
Mo Long menarik pedangnya perlahan dengan suara logam yang menggores, darah hitam kental menetes.
Ia menatap tubuh yang tak lagi bernyawa di bawah kakinya dengan mata kosong, lalu menatap ke arah Hu Wei dan Yaohua.
Wajahnya dingin dan lelah, tapi suaranya pelan—bergetar menahan napas berat:
"Ini belum selesai…"
Dan di kejauhan, samar-samar, terdengar lolongan panjang serigala berpadu teriakan orang-orang di sekitar yang memecah hening malam—seolah dunia murim sedang menahan napas sebelum badai yang lebih besar datang menghantam.
Jangan lupa like dan subscribe apabila kalian menikmati novelku 😁😁