Kiandra Pravira, baru saja kembali ke Jakarta dengan hati yang hancur setelah dikhianati mantan kekasihnya yang menjalin hubungan dengan adiknya sendiri. Saat berusaha bangkit dan mencari pekerjaan, takdir membawanya bertemu dengan Axton Velasco, CEO tampan dari Velasco Group. Alih-alih menjadi sekretaris seperti yang ia lamar, Kiandra justru ditawari pekerjaan sebagai babysitter untuk putra Axton, Kenric, seorang bocah enam tahun yang keras kepala, nakal, dan penuh amarah karena kehilangan Ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14
“Sepertinya kamu ada acara hari ini ya? Mau ke mana?” tanya Helena sambil menyeringai ke arah Kiandra.
“Ke taman bermain,” jawab Kiandra datar. Dalam hati ia mendengus kesal. Menyebalkan! Tsk!
“Kamu ada kencan ya? Sama siapa?” goda Helena sambil tersenyum nakal dan mencolek pinggangnya.
“Kiandra sudah siap. Ayo berangkat.”
Suara berat itu membuat Kiandra dan Helena serentak menoleh. Tuan Axton berdiri tak jauh dari mereka. Mata Kiandra langsung membesar. Ya Tuhan… tampan sekali dia! Astaga!
“Oh my, ternyata sama Tuan ya.” Helena menutup mulutnya, menahan tawa. “Selamat bersenang-senang. Semoga berhasil, Kiandra. Kapalmu sedang berlayar!”
Astaga! Ingin rasanya aku menjitak Helena sekarang juga. Malu-maluin!
“Apa yang dia katakan?” tanya Axton bingung.
“Ah, t-tidak apa-apa, Tuan! Hahaha… dia memang agak aneh. Ayo, mungkin Kenric sudah menunggu di depan,” jawab Kiandra terburu-buru, lalu segera melangkah ke pintu utama mansion.
Benar saja, Kenric sudah berdiri di sana dengan tangan terlipat.
“Kamu lama sekali, Kiandra jelek,” katanya ketus.
Kiandra hanya bisa tersenyum tipis. Astaga, Daddymu ini… kenapa aku selalu merasa aneh setiap kali dia ada di dekatku?
“Ayo berangkat. Kurasa taman bermain sudah buka,” ujar Axton.
Jantung Kiandra berdetak lebih cepat.
“Aku tidak mood duduk di kursi penumpang. Kamu saja di sana, Kiandra jelek.” Kenric menutup pintu mobil tepat di hadapan Kiandra.
Anak ini benar-benar menyebalkan! Apa dia sekutu Helena juga?!
“Maafkan dia, Kiandra. Silakan masuk,” ucap Axton lembut.
Tak ada pilihan lain, Kiandra pun duduk di kursi penumpang.
Sepanjang perjalanan, ia memilih diam. Mood-nya sudah turun sejak tadi. Kalau bukan karena mereka, tentu ia bisa beristirahat di rumah. Tapi… mungkin juga ada sisi menyenangkan dari perjalanan ini. Kiandra akhirnya hanya menatap keluar jendela, enggan melirik ke arah Axton. Perasaannya selalu kacau jika pria itu terlalu dekat.
Setelah sekitar tiga puluh menit, mereka tiba di taman bermain. Kiandra dan Kenric turun lebih dulu.
“Aku parkir dulu. Tunggu di sini,” kata Axton sebelum melajukan mobil.
“Tempat ini lumayan,” gumam Kenric.
“Kamu sudah pernah ke sini sebelumnya, atau baru kali ini?” tanya Kiandra.
“Sudah. Sama Mommy. Tapi… itu sudah lama sekali.” Ada gurat kesedihan di matanya. Kiandra bisa merasakan kerinduan mendalam terhadap sosok ibunya.
Ia menepuk pelan pundaknya. “Tegakkan dagumu, Tuan Muda. Hari ini kita akan bersenang-senang.”
Kenric menoleh sambil menyeringai. “Kurasa kamu sudah bersenang-senang tadi, duduk di kursi penumpang, kan? Betul, Kiandra jelek?”
Kiandra melotot. “Kamu asal bicara! A-aku tidak!”
“Hmm, kamu tidak pandai berbohong. Kelihatan jelas sekali, tapi selalu menyangkal.”
Anak ini! Sungguh bikin darah naik!
Tak lama kemudian Axton datang menghampiri. “Apakah kalian menunggu lama? Susah sekali mencari parkir.”
Kiandra hanya bisa menunduk. Ya Tuhan, kenapa dia harus terlihat setampan ini?
“Ayo masuk. Aku mau naik roller coaster dulu,” seru Kenric, lalu berjalan mendahului.
“Silakan, Kiandra?” Axton menoleh padanya.
“Baik,” jawab Kiandra singkat sambil mengikutinya.
Mereka membeli tiket wahana, lalu menuju roller coaster terbesar di taman itu. Kiandra sebenarnya menyukai tantangan. Roller coaster raksasa itu membuatnya bersemangat.
Dan benar saja, wahana itu begitu menegangkan sekaligus menyenangkan! Kiandra menjerit, lalu tertawa puas. Ia ingin sekali naik untuk kedua kalinya. Tapi saat melirik ke samping, wajah Axton pucat, sementara Kenric tampak berantakan.
“Kalian tidak apa-apa?” tanya Kiandra.
Axton hanya mengangguk. Kenric menggerutu, “Aku benci roller coaster.”
Kiandra menahan senyum. “Mau naik lagi, Tuan Muda?”
“Tidak! Ayo cari wahana lain,” jawabnya cepat.
Kiandra terkekeh kecil. Dasar anak-anak zaman sekarang.
Hari itu mereka mencoba berbagai wahana. Namun, sepertinya hanya Kiandra yang benar-benar menikmati. Kenric terlihat tidak puas dengan wahana ekstrem, sementara Axton… entah. Pria itu diam saja sepanjang waktu, membuat Kiandra makin bingung.
“Kurasa kita perlu istirahat dulu. Bagaimana kalau makan?” ajaknya.
“Ya, aku lapar,” sahut Kenric.
Kiandra menoleh pada Axton. “Tuan juga lapar?”
“Hah? Ah, iya… ayo cari makanan.”
Kiandra menggaruk kepalanya. Ada apa sebenarnya dengan pria ini? Tapi… tampan sekali waktu melamun begitu. Astaga, aku sedang apa sih?!
Hari menjelang malam. Lampu-lampu wahana mulai menyala, menciptakan pemandangan indah. Mereka memilih restoran mini di dalam taman bermain untuk makan malam.
Kiandra menyantap makanannya dengan lahap. Namun, saat menoleh, ia menyadari hanya dirinya yang benar-benar makan. Kenric hanya memainkan kentang goreng, sementara Axton bersandar dengan mata terpejam.
“Kalian yakin baik-baik saja?” tanya Kiandra.
“Aku baik-baik saja,” jawab Kenric datar.
“Makan saja, Kiandra. Habiskan semuanya,” tambah Axton.
Habiskan semuanya? Mana mungkin! Ini banyak sekali! Dasar ayah dan anak menyebalkan!
Akhirnya, Kiandra membungkus sisa makanannya. Saat jam menunjukkan pukul tujuh malam, ia baru ingat sesuatu. Hadiah.
Ia membuka resleting tas selempang, mengeluarkan kotak kecil, lalu memanggil Kenric. “Tuan Muda, sini sebentar.”
“Ada apa lagi?” tanyanya malas.
“Pokoknya sini dulu.”
Dengan wajah tak tertarik, Kenric berjalan mendekat. “Apa sih, Kiandra jelek?!”
Kiandra tersenyum lalu memakaikan kalung berliontin huruf K dan beruang ke lehernya.
“Nah! Cocok sekali untukmu,” ujarnya.
“Apa ini? Kenapa kamu memberiku ini?” Kenric tampak heran.
“Walaupun kamu selalu bikin aku pusing dan banyak masalah…”
“Apakah itu hinaan, Kiandra jelek?” potong Kenric dengan tatapan sebal.
Kiandra terkikik. “Sedikit. Tapi ini hadiah dariku. Walaupun bukan ulang tahunmu, terima saja. Aku memang suka memberi hadiah, jadi tidak boleh dikembalikan. Walau tak semahal aksesori lain, simpanlah.” Ia mengacak rambut Kenric.
“Argh! Rambutku!” protesnya.
“Oh iya, jangan panggil aku Kiandra jelek lagi. Jelek sekali kedengarannya,” ucap Kiandra.
“Tidak. Aku sudah terbiasa. Tapi… aku akan menerima ini sebagai hadiah darimu, Kiandra jelek.”
Kiandra tersenyum. Setidaknya dia mau menerimanya.
“Terima kasih, Tuan Muda. Hahaha!”
Kenric mendengus. “Tch! Katanya kamu suka memberi hadiah. Mana hadiah untuk Daddy?”
Mata Kiandra membulat. Apa?! Dia sekutu Helena juga rupanya?!
“Daddy Kiandra jelek bilang mau kasih sesuatu buat Daddy. Cepat kasih!” seru Kenric sambil menyeringai.
Ya Tuhan! Anak ini! Dasar menyebalkan!