(MUSIM KE 3 PERJALANAN MENJADI DEWA TERKUAT)
Setelah pengorbanan terakhir Tian Feng untuk menyelamatkan keluarganya dari kehancuran Alam Dewa, Seluruh sekutunya terlempar ke Alam Semesta Xuanlong sebuah dunia asing dengan hukum alam yang lebih kejam dan sistem kekuatan berbasis "Energi Bintang".
Akibat perjalanan lintas dimensi yang paksa, ingatan dan kultivasi mereka tersegel. Mereka jatuh terpisah ke berbagai planet, kembali menjadi manusia fana yang harus berjuang dari nol.
Ye Chen, yang kini menjadi pemuda tanpa ingatan namun memiliki insting pelindung yang kuat, terdampar di Benua Debu Bintang bersama Long Yin. Hanya berbekal pedang berkarat (Pedang Naga Langit) dan sebuah cincin kusam, Ye Chen harus melindungi Long Yin dari sekte-sekte lokal yang menindas, sementara kekuatan naga di dalam diri Long Yin perlahan mulai bangkit kembali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 23
Arena Hidup Mati, Puncak Terluar.
Waktu seolah membeku.
Di satu sisi, Zhang Lie menerjang seperti banteng gila, tinjunya yang terbungkus Zirah Batu memancarkan cahaya kuning kotor yang berat. Di sisi lain, Ye Chen mengayunkan Pedang Karat hitam dari atas kepala, gerakan yang tampak sederhana namun membawa tekanan atmosfer yang mengerikan.
DHUAAAAAAAAAAARRRRRR!
Suara benturan itu bukan seperti logam bertemu batu. Itu terdengar seperti meteorit yang menghantam gunung.
Gelombang kejut kasat mata meledak dari titik benturan, menyapu debu di lantai arena hingga bersih dan membuat murid-murid di barisan depan terhuyung mundur.
Lalu, suara retakan yang menyakitkan terdengar.
KRAK! KRAK! KRAK!
Mata Zhang Lie melotot hingga pembuluh darahnya pecah.
Ia melihat Zirah Batu kebanggaannya pertahanan Tingkat Roh yang mampu menahan serangan Pengumpul Bintang hancur berkeping-keping seperti kerupuk di bawah bilah pedang hitam itu.
Pedang Ye Chen tidak berhenti di tinju Zhang Lie.
Pedang itu menghancurkan zirah tangan, meremukkan tulang lengan Zhang Lie menjadi serpihan, terus melaju ke bawah tanpa hambatan, dan menghantam bahu kanan Zhang Lie.
"TIDAAAAAAK!"
BLAM!
Tubuh kekar Zhang Lie dipaksa berlutut oleh berat pedang itu. Lantai arena di bawah lututnya meledak menjadi kawah sedalam setengah meter.
Pedang Ye Chen berhenti tepat di tulang selangka Zhang Lie, menanamkan dirinya ke dalam daging dan tulang sedalam tiga inci. Darah menyembur keluar, membasahi pedang karat yang berdengung senang.
Satu jurus.
Hanya satu ayunan.
Zhang Lie, peringkat 1 murid luar, berlutut tak berdaya di depan Ye Chen, lengannya hancur, pertahanannya lenyap.
Keheningan total menyelimuti ribuan penonton. Mulut mereka menganga. Wang Teng di tribun menjatuhkan gelas anggurnya, anggur merah tumpah mengotori jubah mahalnya.
Ye Chen berdiri tegak, satu tangan masih memegang gagang pedang yang menindih bahu Zhang Lie. Napasnya teratur. Matanya yang merah delima menatap dingin ke arah Zhang Lie yang gemetar kesakitan.
"Kau kalah," kata Ye Chen datar.
"Ba... bagaimana..." Zhang Lie terbatuk darah, air mata dan ingus bercampur di wajahnya. Rasa sakit dari lengan yang hancur membuatnya hampir gila. "Kekuatan apa itu... itu bukan Energi Bintang... itu murni..."
"Berat," potong Ye Chen. "Itu hanya berat."
Ye Chen menarik pedangnya.
SRET.
Darah segar membasahi lantai. Zhang Lie jatuh tersungkur, mengerang seperti binatang yang sekarat.
"Sesuai perjanjian," suara Ye Chen menggema di arena yang sunyi. "Satu jurus. Kau masih hidup? Bagus. Tapi ini duel maut."
Ye Chen mengangkat pedangnya lagi. Niat membunuh yang dingin menyebar.
"TUNGGU!"
Sebuah teriakan datang dari tribun VIP. Wang Teng berdiri, wajahnya merah padam karena amarah dan rasa malu.
"Ye Chen! Kau sudah menang! Dia sudah tidak bisa melawan! Jika kau membunuhnya, kau menantang otoritas Murid Inti!" ancam Wang Teng.
Ye Chen menoleh perlahan. Ia menatap Wang Teng.
Lalu, sudut bibirnya terangkat membentuk seringai iblis.
"Otoritas?"
Ye Chen tidak menurunkan pedangnya. Ia justru menginjak dada Zhang Lie agar tidak bergerak.
"Di atas panggung ini, hanya ada satu aturan: Hidup atau Mati. Kau yang membuat aturan ini, Wang Teng. Sekarang kau mau menjilat ludahmu sendiri?"
Wang Teng menggertakkan gigi. "Kau..."
Ye Chen kembali menatap Zhang Lie yang memohon dengan matanya.
"Di kehidupan selanjutnya," bisik Ye Chen, "jangan jadi anjing orang lain."
JLEB.
Tanpa ragu sedikit pun, Ye Chen menusukkan pedangnya tepat ke jantung Zhang Lie.
Zhang Lie kejang sekali, lalu diam selamanya.
Mati.
Ye Chen mencabut pedangnya, mengibaskan darahnya ke lantai dengan satu gerakan tajam. Ia berdiri di samping mayat itu, menatap ribuan murid yang kini memandangnya dengan horor mutlak.
Julukan "Sampah" telah terhapus selamanya. Kini, yang berdiri di sana adalah Raja Iblis Puncak Terluar.
Ye Chen menoleh ke arah meja juri yang dijaga oleh tetua yang gemetar.
"1.000 Poin Kontribusi. Dan kembalikan aliran energi ke paviliunku," kata Ye Chen. "Sekarang."
Tetua itu buru-buru mengangguk, melempar kantong poin dengan tangan gemetar.
Ye Chen mengambilnya. Ia kemudian berjalan ke tepi arena, di mana Long Yin menunggunya dengan mata berbinar bangga (dan sedikit takut).
Ye Chen turun dari panggung. Kerumunan membelah lautan manusia itu lebih lebar dari sebelumnya. Tidak ada yang berani bernapas keras saat dia lewat.
Namun, sebelum Ye Chen keluar dari area arena, sebuah bayangan melompat turun dari tribun VIP, mendarat di depannya.
Wang Teng.
Aura Ranah Pengumpul Bintang Tahap 3 meledak dari tubuh Wang Teng, menciptakan tekanan angin yang membuat jubah Ye Chen berkibar liar. Wajah Wang Teng tidak lagi tampan; itu terdistorsi oleh kebencian.
"Kau membunuh anjingku di depan wajahku," desis Wang Teng. "Kau pikir kau bisa pergi begitu saja?"
Ye Chen berhenti. Ia meletakkan tangannya di gagang pedang.
"Kau mau turun tangan?" tanya Ye Chen tenang. "Seorang Murid Inti menyerang Murid Luar yang kelelahan setelah duel? Silakan. Biar seluruh sekte melihat betapa rendahnya kau."
"Kau—!" Wang Teng mengangkat tangannya, energi biru berkumpul di telapak tangannya. Dia benar-benar ingin membunuh Ye Chen sekarang.
"Cukup."
Sebuah suara wanita yang dingin dan berwibawa turun dari langit.
Seorang wanita cantik berjubah putih, melayang turun dengan pedang terbang. Aura yang dipancarkannya jauh di atas Wang Teng.
Ranah Inti Bintang (Stellar Core Realm).
Itu adalah Tetua Li, salah satu tetua dari Puncak Utama yang bertanggung jawab atas disiplin.
"Wang Teng, mundur," perintah Tetua Li. "Ye Chen memenangkan duel secara sah. Jika kau menyerangnya sekarang, kau akan dihukum di Tebing Penyesalan selama setahun."
Wang Teng mengepalkan tangannya hingga memutih. Dia tahu dia tidak bisa melawan Tetua Li.
Dia menurunkan tangannya, menatap Ye Chen dengan tatapan berbisa.
"Kau beruntung hari ini, Sampah," bisik Wang Teng saat Ye Chen melewatinya. "Tapi ingat ini... dua bulan lagi adalah Ujian Masuk Reruntuhan Kuno. Semua murid berprestasi akan masuk ke sana."
Wang Teng menyeringai kejam.
"Di dalam reruntuhan... tidak ada tetua. Tidak ada aturan. Aku akan menunggumu di sana. Dan aku akan memotong-motongmu di depan adikmu."
Ye Chen berhenti sejenak.
"Reruntuhan Kuno?" Ye Chen menatap Wang Teng. "Bagus. Aku juga berencana pergi ke sana."
Ye Chen mencondongkan tubuhnya.
"Pastikan kau membawa peti mati yang bagus."
Ye Chen menggandeng Long Yin dan berjalan pergi, meninggalkan Wang Teng yang hampir meledak karena amarah.
Di kejauhan, Tetua Li menatap punggung Ye Chen dengan tatapan menilai.
"Menarik," gumamnya. "Bakat nol, tapi Niat Pedang dan tubuh fisik yang mengerikan. Mungkin... dia bukan sampah seperti yang dikatakan orang."
Malam itu, nama Ye Chen menjadi legenda baru di Sekte Pedang Bintang. Tapi bagi Ye Chen, ini baru langkah awal.
Dia memiliki peta Reruntuhan Kuno dari Lin Feng. Dan sekarang, dia tahu pintu masuk resminya akan dibuka dua bulan lagi.
"Dua bulan," kata Ye Chen di kamarnya, menatap Peta Kuno. "Aku harus mencapai Ranah Pengumpul Bintang sebelum itu. Jika tidak, Wang Teng benar-benar akan membunuhku di dalam sana."