NovelToon NovelToon
EXONE Sang EXECUTOR

EXONE Sang EXECUTOR

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / Dunia Lain
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aegis zero

Seorang penembak jitu tewas kerena usia tua,dia mendapatkan dirinya bereinkarnasi kedunia sihir dan pedang sebagai anak terlantar, dan saat dia mengetahui bahwa dunia yang dia tinggali tersebut dipenuhi para penguasa kotor/korup membuat dia bertujuan untuk mengeksekusi para penguasa itu satu demi satu. Dan akan dikenal sebagai EXONE(executor one) / (executor utama) yang hanya mengeksekusi para penguasa korup bahkan raja pun dieksekusi... Dia dan rekannya merevolusi dunia.



Silahkan beri support dan masukan,pendapat dan saran anda sangat bermanfaat bagi saya.
~Terimakasih~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aegis zero, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

reuni

Perjalanan menuju ibu kota memakan waktu enam hari. Arya melangkah tenang di tengah rimba, membawa Dina yang masih tertidur di gendongannya. Luka-lukanya sudah sembuh berkat sihir penyembuhan, tapi kelelahan masih jelas tergurat di wajahnya.

Arya melirik ke arah gadis itu. “Masih tidur, ya?” gumamnya pelan.

Dina tersenyum kecil—meskipun matanya tertutup. Ia sebenarnya sudah sadar sejak tadi, namun enggan melepaskan kehangatan dari pelukan Arya.

(Arya…) pikirnya dalam hati.

“Kalau kau sudah bangun, bisa jalan sendiri, nggak?” tanya Arya, kali ini langsung.

(Dia sadar?!) Dina terkejut dalam hati.

“Turun sendiri, dong! Berat tahu!”

“AKU TIDAK GENDUT!!” teriak Dina tiba-tiba, suaranya nyaring langsung di dekat telinga Arya.

“JANGAN TERIAK DEKAT TELINGA!” balas Arya, juga berteriak.

“Tubuhku masih lelah, oke? Bisa nggak digendong sampai ibu kota?” pinta Dina, pipinya sedikit memerah.

“Sampai ibu kota? Aku yang tewas nanti.”

“Gendong aku tiga hari lagi saja, ya? Tiga hari!” Dina merengek manja.

“Haaah... baiklah,” Arya mengalah. (Ternyata ngurus anak itu lebih susah dari tembak-menembak.)

“Gitu dong!”

Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Setelah sehari berjalan, mereka memutuskan beristirahat.

Arya membuka penyimpanan magisnya. “Ini daging kesukaanmu. Ada juga kue dan buah-buahan.”

“Yay! Makasih! Jusnya mana?”

“Stok jusnya habis.”

“Apa?! Kamu habisin jusku?!”

“Yang minum kamu sendiri!”

“Eh? Aku? Kapan?!” Dina kebingungan. “Bikinin lagi dong!”

“Iya, iya, ini kubuat.” Arya menunjuk ke arah tumpukan buah. “Tapi pakai buah ini, ya?”

“Jangan! Itu buah milikku!” Dina buru-buru meraih semua buahnya.

“Terus aku harus pakai apa?”

“Ini lima saja.” Dina menyodorkan buah dengan ekspresi pelit.

Arya mendesah. “Bentar.”

Ia mengaktifkan blender sihir rakitannya. Beberapa detik kemudian, jus siap di dalam wadah transparan.

“Nih, sudah jadi. Mau dituangkan di cangkir atau langsung diminum dari sini, Tuan Putri?” Arya bertanya sambil membungkuk pura-pura sopan.

“T-Tuan Putri?!” Dina memerah. “Tuang di cangkir, dong!”

“Ini dia jusnya, silakan dinikmati, Tuan Putri.”

“Terima kasih banyak, pelayanku,” balas Dina dengan gaya sopan-sopanan.

(Anak ini...) Arya menggerutu dalam hati.

“Nyam nyam! Enak banget!” Dina berseru. “Hei, pelayan, bisa pijatin badanku?”

(Sabar, Arya. Kau profesional. Jangan terpancing...) “Baik, Tuan Putri.” Ia mulai memijat pundak Dina.

“Hoaaa~ enaknya hidup ini! Lebih ditekan dong! Kurang terasa!”

“Baiklah. Begini?”

“Nah! Itu baru enak! Kamu hebat dalam memijat!”

“Hei, Tuan Putri. Apa kau makin gendut belakangan ini?”

“AKU TIDAK GENDUT!!”

Setelah beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan. Dan ya—Dina tetap digendong Arya selama tiga hari seperti janjinya. Hingga akhirnya, mereka sampai di gerbang ibu kota.

“Hooo... jadi ini ibu kota?” Arya menatap ke depan.

“Banyak rumah mewah, tapi kontras banget sama pemukiman kumuh di sebelahnya...” ujar Dina, nadanya pelan.

Memang begitu adanya. Rumah-rumah megah milik bangsawan dan penguasa berjajar rapi. Namun di sisi lainnya, pemukiman kumuh berdiri rapuh. Orang-orang kelaparan, pengemis memenuhi jalanan, dan aroma busuk menusuk hidung.

“Haaa... bahkan di pusat kerajaan pun tidak ada bedanya,” gumam Arya.

“Iya…”

Tiba-tiba, alat komunikasi Arya berbunyi. Beep beep.

“Gamma ya?” Arya mengaktifkannya. “Halo?”

“Halo, Kak! Kakak di mana sekarang?” suara Gamma terdengar ceria.

“Halo, Gamma!” Dina langsung merebut alat itu. “Udah lama kita nggak bicara! Apa kabar?!”

“Kak Dina, ya? Baik-baik saja, Kak! Kakak gimana?”

“Baik juga!”

“Sini dulu.” Arya mengambil alat itu kembali.

“Eh! Kenapa diambil?”

“Nanti juga ketemu.” Arya melanjutkan. “Gamma, kami baru sampai di ibu kota. Kamu di mana?”

“Baik, aku akan ke sana, Kak! Tunggu sebentar!” Klik—komunikasi dimatikan.

Beberapa menit kemudian, seorang gadis berambut panjang berlari mendekat.

“Kak! Hei!”

“Gamma!” Dina menyambutnya dan langsung memeluknya erat. “Sudah lama nggak ketemu! Aku kangen banget!”

“Aku juga, Kak! Hehehe!”

Arya tersenyum melihat keduanya.

“Ayo cari tempat makan. Ada rekomendasi?” tanyanya.

“Ada, Kak! Ikuti aku! Tempat langgananku—enak banget makanannya!”

“Benarkah? Seenak apa?” Dina langsung semangat.

“Pokoknya enak deh!”

Mereka tiba di kedai makan. Gamma segera memesan.

“Permisi, Kak! Kami pesan!”

Pelayan menyodorkan menu. “Silakan dipilih.”

“Woah! Semuanya kelihatan enak! Aku mau ini, ini, ini, ini, dan ini!” Dina menunjuk hampir semua menu.

“Kakak tetap nggak berubah, ya! Hahaha!” Gamma tertawa.

“Ya, begitulah dia,” Arya ikut tertawa.

“Diam, kalian!” Dina cemberut.

Beberapa saat kemudian—

“Ini menunya, silakan dinikmati,” kata pelayan sambil menghidangkan makanan.

“Terima kasih banyak! Selamat makan!” seru Dina.

“Selamat makan!” kata Arya dan Gamma bersamaan.

Begitu makan dimulai, Arya mencondongkan tubuh ke arah Gamma. “Langsung ke intinya. Kamu tahu kalau identitasmu di Seven Eclipse sudah ketahuan?”

“Hah?! Ketahuan? Apa maksudnya, Kak?!”

“Sebelumnya kami melawan Jupiter. Dia menyebut ada pengkhianat di Seven Eclipse, dan menyebutmu. Katanya, Noctis yang memberitahunya—artinya, raja pun pasti sudah tahu.”

“Tapi... kalau ketahuan, kenapa aku masih aman-aman saja?”

“Kamu tahu pepatah ‘informasi palsu lebih mematikan daripada tidak tahu apa-apa’? Mereka sengaja membiarkanmu.”

“Jadi... jadi misiku gagal?” suara Gamma bergetar.

“Ar!” Dina memelototi Arya. “Kau tega banget bicara begitu ke Gamma yang sudah berjuang sendirian?”

“Aku tidak bermaksud menyakitinya.” Arya menatap Gamma lembut, lalu mengusap kepalanya. “Justru aku bersyukur kamu baik-baik saja. Karena itu, kuminta kamu keluar sekarang sebelum mereka bertindak. Dan… terima kasih. Aku bangga padamu.”

“Gamma memang hebat! Adikku gituloh!” ujar Dina sambil memeluknya.

“Terima kasih…” Gamma menunduk, air mata menetes. “Aku hanya ingin membantu kalian… karena kalian sudah menyelamatkanku dari para pedagang budak…” Ia mulai terisak. “Terima kasih sudah menyelamatkanku…”

“Eh?! Kenapa kamu nangis?!” Dina ikut memeluknya lebih erat.

Arya hanya tersenyum tipis. “Itu artinya… kita impas.”

“Impas?”

“Jika kau merasa punya utang budi karena kami menyelamatkanmu… maka sekarang kau sudah membalasnya. Kau telah mengorbankan dirimu menyusup ke markas musuh, dan mengumpulkan informasi berharga. Sekarang... lupakan soal hutang. Jadilah rekan yang setara.”

Dina ikut mengangguk. “Kamu adik kami, Gamma. Jangan terlalu terbebani. Selamat datang kembali.”

Gamma menghapus air matanya. “Ya, Kakak… Aku pulang.”

Arya tersenyum lembut.

Di sudut kedai, seseorang mengamati dari kejauhan.

Venus menatap ke arah mereka. Jadi... Reisa-chan adalah bagian dari Exone ya ternyata... pikirnya dalam hati, ekspresinya sulit ditebak.

1
luisuriel azuara
Karakternya hidup banget!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
Ani
Gak sabar pengin baca kelanjutan karya mu, thor!
Nandaal: terimakasih banyak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!