NovelToon NovelToon
Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Satu Satunya Yang Tak Terpilih

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Light Novel
Popularitas:942
Nilai: 5
Nama Author: nazeiknow

Oiko Mahakara bukan siapa-siapa.
Di sekolah, dia hanya bayangan yang selalu diinjak.
Tertawa orang lain adalah derita baginya.
Tapi ketika cahaya menelan dunia lamanya, semuanya berubah.

Dipanggil ke dunia lain bersama murid-murid lainnya, takdir mereka tampak seperti cerita klasik: menjadi pahlawan, menyelamatkan dunia.

Namun, tidak semua yang datang disambut.
Dan tidak semua kekuatan... bersinar terang.

Ketika harapan direnggut dan dunia membuangnya, dari kehampaan… sesuatu terbangun.

Kegelapan tidak meminta izin. Ia hanya mengambil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nazeiknow, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 14: Putri Keturunan Dewa

Pagi masih menyelimuti hutan, dan kabut tipis melayang pelan di sekitar danau.

Oiko duduk di atas batu besar, memangku gadis kecil berambut pirang yang tertidur nyenyak di pelukannya. Di hadapannya, Mikami dan Rinya berdiri, menatap penuh rasa ingin tahu.

Mikami bertanya pelan,

“...Oiko, ini siapa?”

Oiko menjawab lirih,

“Aku juga gak tahu... Tapi aku kasihan. Dia sendirian.”

Rinya memalingkan wajah, cemberut. Entah kenapa, rasa cemburu membuncah di dadanya.

Mikami perlahan mendekat, lalu berjongkok di depan gadis kecil itu. Ia mencubit pipi anak itu dengan lembut.

“Imut banget...”

Namun sebelum momen itu menjadi lebih hangat...

“HAH! OIKO AWAS DI BELAKANGMU!!”

teriak Rinya kaget, menunjuk dengan mata membelalak.

SRAK!

Dengan reflek cepat, Oiko berdiri sambil tetap menggendong anak kecil itu. Mikami langsung menghindar ke samping.

DUAR!!

Batu besar yang tadi diduduki Oiko hancur dihantam pedang besar dari balik semak.

Dari kegelapan di antara pohon-pohon itu… muncul bayangan pekat. Aura mencekam terasa menghantam seisi hutan. Kemudian muncullah sosok pria bersayap putih yang sangat terang. Sayapnya membentang lebar, berkilauan seperti sinar mentari pagi.

Dia tampan. Tapi aura keilahiannya mengguncang.

Dengan nada tajam, ia berkata:

“Serahkan anak itu. Sekarang.”

Oiko memelototi makhluk itu.

“Siapa kalian? Mau menculik dia?”

Sang makhluk menjawab dengan ekspresi dingin:

“Justru kalian yang menculiknya. Dia adalah Putri Keturunan Dewa.”

Oiko terdiam. Matanya membesar.

Rinya ikut ketakutan. Ia berlari ke arah Mikami dan langsung memeluk lengan Mikami erat-erat.

Sang makhluk berjalan pelan ke arah mereka. Pedangnya diseret di tanah, mengeluarkan suara tajam:

SREEEEEET…

Ia berhenti tepat di depan Oiko, lalu mengangkat pedang dan menebaskannya ke arah Oiko—namun hanya sebagai ancaman.

“Berikan dia. Atau kalian semua mati.”

Oiko tak bergerak. Ia malah mengangkat tangannya… dan memegang langsung ujung pedang itu.

KREEEEK!!

Pedang suci itu retak di tangannya.

Makhluk bersayap itu terkejut.

“Ha?! Apa... Kau ini... bukan manusia... Tapi… Kau juga tidak punya aura sihir...”

Oiko menggaruk kepalanya sambil nyengir.

“Aku manusia, mana mungkin aku monster.”

Makhluk itu mencengkeram gagang pedangnya.

“Sudah cukup bercanda! Serahkan anak itu!!”

Oiko menatap tajam.

“Kalau aku gak mau…?”

Suasana seketika menjadi tegang.

Di sekitar danau, pepohonan bergoyang pelan, seolah menanti ledakan konflik besar.

Langit masih cerah, tapi udara kini menggigit.

Dedaunan bergoyang pelan, sementara ketegangan semakin pekat di udara.

Oiko berdiri tegak, berhadapan langsung dengan makhluk bersayap putih yang masih menggenggam pedangnya yang mulai retak.

Di belakang, Mikami mulai bergerak perlahan, menggendong gadis kecil itu sambil menarik tangan Rinya menjauh. Namun…

Makhluk itu langsung menoleh. Matanya menatap tajam ke arah Mikami.

"Kau..."

Dia menggeram, hendak menyerbu Mikami.

Tapi…

“Tunggu.”

Oiko melangkah ke depan satu langkah.

“Lawanmu siapa? Bukan mereka.”

Makhluk itu berhenti. Wajahnya berubah kesal, matanya menajam memelototi Oiko. Dalam pikirannya, ia meraung marah:

“APA?! Aku… disejajarkan… dengan MANUSIA? Yang benar saja…!!”

Tangannya mengepal kuat, rahangnya mengeras.

Aura emas tiba-tiba membuncah dari seluruh tubuhnya. Cahaya keemasan menyelimuti tubuh dan sayapnya, menyilaukan hingga semak-semak ikut bergetar.

Oiko tetap berdiri tenang.

Makhluk itu berkata lantang:

“Aku sudah memberi kalian keringanan. Tapi kalian memilih mati.”

ZRAAAK!!

Ia mengangkat pedangnya tinggi—kilat aura berdesing dari ujung bilah.

Lalu…

“SEKALI SAJA.”

Ia mengayunkan pedangnya ke depan, ke arah Oiko, seperti menantangnya duel.

Shuuuu...

Oiko hanya menghela napas malas. Wajahnya tampak tidak tertarik sama sekali.

“Haaa... Ribet banget...”

Makhluk itu sudah berada di puncak emosinya. Aura sucinya makin membanjiri sekitar.

BURUNG-BURUNG beterbangan panik dari balik hutan, melarikan diri dari tekanan yang menyesakkan.

Tanah di bawah kaki mereka retak halus, udara mendesak seperti badai tak kasat mata.

Tap. Tap. Tap.

Langkah makhluk itu mendekat perlahan.

Setiap langkahnya menghentakkan aura kuat ke tanah. Ia berjalan menuju Oiko, langkah demi langkah, seperti malaikat penghukum.

Kini mereka berdiri saling berhadapan.

Jarak hanya setengah langkah.

Mata bertemu mata.

Aura bertemu aura.

Tapi…

Belum ada yang bergerak.

Suasana hening…

Senyap…

Tegang seperti busur yang ditarik penuh dan tinggal dilepaskan.

...

Angin berhembus pelan, dedaunan hening, hanya langkah mereka yang terdengar.

Makhluk bersayap itu—Aron—memandang Oiko lurus.

Ia tiba-tiba mengulurkan tangan, memegang dagu Oiko, dan berkata dengan nada dingin:

"Aku kasih satu kesempatan lagi."

Aura mengerikan terpancar dari tubuhnya. Udara terasa seperti menusuk.

Oiko menutup matanya, menarik napas perlahan, lalu berkata:

"Baiklah… Tapi jika kalian tidak bisa membuktikan kalau dia memang putri yang kalian maksud, aku akan pergi. Tapi kalau benar… akan kukembalikan."

Mata Aron menyipit. Perlahan, dia menurunkan tangannya dari dagu Oiko, dan aura di sekelilingnya mulai mereda.

“Baiklah. Kami akan buktikan.”

“Panggil teman-temanmu dulu,” ucap Aron, datar.

Oiko menoleh ke arah semak dan berteriak:

“Mikami! Rinya! Aman!”

Mikami, yang masih bersembunyi sambil menggendong si gadis kecil, akhirnya keluar dari semak.

Dia berjalan bersama Rinya mendekati Oiko. Rinya terlihat ragu, tapi tetap ikut.

Makhluk itu menatap mereka, lalu memperkenalkan diri:

“Aku Aron, dari bangsa dewa… paling lemah.”

Oiko tersenyum tipis, hampir menahan tawa.

“Terlemah ya?” gumamnya.

Aron mendelik tajam.

“Kau manusia… jauh lebih rendah dariku. Jangan menghina.”

Oiko hanya angkat bahu.

“Kalau kamu bilang.”

Perjalanan pun berlanjut.

Mereka menyusuri jalur hutan yang berbeda, bukan arah yang sebelumnya dilewati Oiko dan Mikami.

Langkah demi langkah, suasana makin sunyi.

Burung tak terdengar, sinar matahari redup terhalang daun-daun lebat.

Tiba-tiba…

Sebuah dinding transparan muncul di hadapan mereka, seperti dinding kaca tapi tak berpendar.

Aron berhenti di depannya.

“Dari sini kalian akan bertemu dengan... Dewa Kegelapan.”

“Apa kalian siap?”

Oiko mengangguk tegas.

“Kalau memang itu perlu untuk membuktikan kebenaran.”

Tiba-tiba…

Rinya menarik tangan Oiko.

“Pul—Pulang... Pulang aja!” teriaknya panik.

Oiko menoleh, menyentuh telinga di atas kepala Rinya dengan lembut.

Rinya langsung diam, wajahnya memerah malu.

Aron menoleh malas.

Tanpa ragu, ia melangkah menembus dinding transparan itu… dan menghilang di baliknya.

Oiko menyusul.

Mikami juga masuk perlahan dengan si gadis kecil di pelukan.

Rinya tertinggal di luar.

Ia menoleh ke sekitar…

Hutan sunyi. Tak ada suara. Tak ada angin.

“OIKO!! Tunggu akuuu!”

Rinya berlari dan menabrak dinding transparan itu…

Tapi berhasil menembusnya, langsung menabrak punggung Oiko dari belakang.

“JAHAT! JAHAT! JAHAT!!”

teriaknya kesal, memukul ringan punggung Oiko.

Oiko hanya terkekeh.

Mereka kini telah melewati gerbang menuju tanah para dewa.

Namun… apa benar tempat ini hanya untuk membuktikan kebenaran?

Atau… sesuatu yang lebih gelap telah menunggu...

1
Protocetus
jika berkenan mampir ya ke novelku Frontier
HarusameName
bukan hasil AI 'kan, ini?
HarusameName: Narasinya bagus, loh! Nice work.
nazeiknow: kalau ga libur up chapter nya per hari "Minggu"
total 4 replies
nazeiknow
JANGAN LUPA LIKE TEMAN BIAR SAYA LEBIH SEMANGAT MENULIS CERITA INI KALAU BISA LOVE LOVE DI PENCET 😉
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!