NovelToon NovelToon
BAYANG MASA LALU KELUARGA

BAYANG MASA LALU KELUARGA

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: biancacaca

Najla anerka ariyani arutama
Nama dia memang bukan nama terpanjang di dunia tapi nama dia terpanjang di keluarga dia
Memiliki 4 saudara laki laki kandung dan 3 saudara sepupu dan kalian tau mereka semua laki laki dan ya mereka sangat overprotektif akhh ingin sekali menukar merek semua

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon biancacaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

PART 13

Malam itu, kota seperti bernafas pelan; lampu-lampu jalan meminjamkan garis-garis keemasan pada rute mereka.

Mobil kecil meluncur senyap ke area industri—daerah yang di peta publik hanya bernama Zona 12. Di peta Kenzi, ada lebih banyak tanda: relasi, kode, celah waktu patroli.

Di dalam mobil, empat orang itu menyusun ulang peran sekali lagi.

Arlen melihat Najla; Najla melihat flashdisk yang sekarang terbungkus kain hitam di saku Kenzi. Mata mereka bertukar pesan yang lebih kuat dari kata-kata. Ini bukan lagi soal membalas—ini soal menuntut bukti.

Mereka turun di bibir gudang yang paling jauh dari jalan.

Udara dingin memotong seperti pisau. Tangan Kaelan cekatan mengikat grapnel kecil ke dinding. Najla memegang radio kecil: satu pulsa, dua pulsa, lanjut.

kenzi—yang selama ini bekerja dari bayang—menggerakkan jari di modul kecil yang menempel di bahu kaelan "Tiga menit blindspot," bisiknya. "Lalu jaringan respawn. Kita turun duluan."

Arlen mengangguk. "Satu aturan: ambil data, jangan ada yang mati karena kita jadi gegabah."

Kaelan melemparkan torso antar ventilasi. Langkah mereka seperti masuk ke perut ikan besar; dingin, berisik minim, bau logam. Pusat Sinkron adalah labirin dari server, kabinet dokumen, dan mesin cetak yang tak pernah tidur. Di dinding luar—logo samar Council: lingkaran dengan garis yang seperti jahitan.

Mereka bergerak. Senyap. Terlatih. kenzi membuka kunci elektronik seperti membuka dompet lama—lambat dan teliti. Najla menandai jalur patroli manusia lewat sinyal kecil pada layar—garis kuning yang bergerak lambat, lalu berhenti.

Mereka sampai di ruang inti.

Ruang itu bukan ruang yang besar. Tapi penuh sekali: rak-rak berjejal microfilm, komputer server tersusun vertikal, kabinet penuh amplop bersegel. Di tengah, meja panjang dengan sebuah perangkat sinkronisasi—lubang temporal data, Kenzi memanggilnya lagi: "Mesin ini yang bikin mereka bisa nyapu catatan. Kalau kita hancurin ini, kemampuan itu collapse sementara."

kenzi memasang flashdisk ke port khusus. Progress bar naik. Setiap persen di layar terasa seperti napas yang ditahan. Mereka menunggu file Project Null, Archive Shadow.

Lalu langkah.

Langkah yang tidak seharusnya ada.

Siluet seorang pria muncul di ambang—bukan polisi, bukan pasukan berseragam. Coat panjang, rambut putih yang mengkilat di lampu emergency kecil. Arlen merasakan darahnya beku: Orion.

Orion berdiri, santai, seperti menonton pertunjukan yang ia bayar sendiri.

"Bagus. Kalian cepat," suaranya tenang. "Tapi kau selalu suka permainan dramatis, Arlen."

Arlen menapak maju. "Kau yang panggil kita ke sini, bukan? Kenapa ada wajah-wajah Council di sekeliling kota kalau bukan buat ngetes siapa berani jawab?"

Orion mengangkat bahu. "Mereka menunggu yang ragu. Kalian datang karena kalian tak punya pilihan."

Tanpa aba-aba, pintu lain tiba-tiba menutup —perangkap ruang tertutup—dan suara-suara berderet mengisi lorong: langkah seragam, radio, nada optimasi. Meridian—maaf, Council—tak pernah main kasar begitu saja; mereka main rapi, efisien. Ini bukan jebakan terbuka. Ini percobaan.

kenzi menelan ludah. "Backup running. Mereka nunggu kita ambil. Mereka ping jaringan—mencari pola source."

Kenzi menatap Arlen. "Keluar sekarang?"

Arlen menatap layar. Progress bar sudah di 76%.

"Kita tidak datang sejauh ini buat pulang kosong," katanya pendek. "Tahan sampai Kenzi bilang."

Langkah-langkah di koridor mendekat. Kaelan memaku napas, memegang pisau, mengintai pintu samping. Najla mengangkat tangan, memberi tanda pada Kenzi: satu—sinyal dari atas.

Lalu, ketika alarm berubah menjadi sirene,Kenzi menekan tombol: transfer done.

File tercopy. Project Null. Archive Shadow. Semua bukti perubahan identitas, daftar aset, alamat. Di antara folder itu—file kecil yang dinamai Origin Registry.

Kenzi menjerit halus, memegang flashdisk lain. "Ada lebih. Ini bukan cuma daftar. Ini catatan bayi. Catatan relokasi."

Najla melihat nama—nama yang ia tidak kenal tapi langsung seperti halilintar: nomor registrasi lama, sebuah kode, dan satu nama yang tercatat sebagai "donor": Arvella.

Napanya berhenti. Semua suara di sekitarnya seperti menipis sampai hanya ada denyutnya sendiri. Najla tahu arti kata itu sekarang—bukan hanya label. Arvella adalah tanda hubung yang mengikatnya ke sesuatu yang lebih besar, sesuatu yang mungkin membenarkan mengapa Council menginginkannya "dihapus".

Seketika ruang itu membeku. Orion tersenyum seperti melihat teka-teki yang selesai. "Menarik," gumamnya. "Kalian pikir kalian memegang kebenaran? Ini juga bukti. Bukti itu harus dirawat."

Tiba-tiba, dari celah ruangan samping, seorang wanita melangkah—mantel hitam, mata dingin. Suara pintu seperti kunci pada lagu lama. "Tidak semua bukti boleh disebarkan," katanya. "Dan tidak semua kebenaran bebas."

kenzi menatap wanita itu. "Siapa—"

"Widya," katanya saja. Nama itu melintas seperti batu yang pernah mereka kenal dalam catatan lama—agen yang diperkirakan hilang di operasi tahun lalu. Widya bukan sekadar staff; ia arsitek prosedur pemutusan administrasi.

"Boomerang," Widya menambah. "Kalian lempar, ia kembali dan menghantam kalian."

Jalan keluar berubah jadi garis perang. Mereka terjebak di ruang yang didesain untuk menghapus bukti—dan sekarang membalikkan fungsi itu menjadi perangkap.

Arlen bergerak cepat. "kenzi —lempar file Origin ke kaelan . Najla, kau ikut aku—bersihkan jalur ke ventilasi nomor 3. kak dan Darren kalian —kontrol pintu, jangan kasih ruang."

Tangan mereka bergerak seperti mesin—tersusun, akurat—tetapi Council tidak bodoh. Mereka menekan generator tambalan: dinding elektromagnetik, katup asap, dan drone kecil yang mengeluarkan gas pematik memaksa.

Di tengah kekacauan, Alaric muncul — bukan di pintu, tapi dari bayangan file yang baru di-capture. Dia muncul dari layar video lama: wajahnya muda, tawa lama. Mereka melihatnya, terpaku: rekaman lama, archive yang memutar ulang catatan. "Ini adalah alasan kalian di sini," suara rekaman Alaric. "Pusat Sinkron menyimpan setiap fragmen. Tapi ada satu yang disembunyikan. Satu kunci."

Kenzi membuka file Origin; di dalamnya—foto bayi, cap jempol, dan satu barcode yang ketika kenzi scan, memunculkan alamat: sebuah panti asuhan kecil, pinggiran kota. Nama tertera: Sanctuary 9.

Najla menatap gambar itu—selembar kertas yang menautkan dirinya ke masa yang tak pernah ia rasakan. Mata Najla berkaca. Bukan karena takut. Karena sebuah pilihan berbisik: tahu atau tetap jadi yang tak tahu.

Widya melangkah mendekat. "Kalian ambil satu fragmen. Kalian pikir itu cukup untuk mengguncang kami? Council punya lebih dari yang kalian lihat. Kalian makan daging, tapi jangan lupa tulangnya masih ada."

Arlen menatap Widya, lalu Najla. "Kita ambil lebih. Kita ambil semuanya."

Kaelan melepaskan pintu, memaksa jalan lewat. Mereka berlari melalui koridor yang sekarang menjadi pekikan alarm. Kilatan cahaya menyilang menandai drone yang melintas; api kecil memercik dari sistem sprinkler yang diacak; bau pembakar menggantung.

Mereka sampai ke ventilasi; Kenzi menegakkan dua flashdisk penuh bukti. "Ini semua," katanya. "Tapi ada satu hal—satu kata terenkripsi yang butuh kunci fisik. Tanpa itu, beberapa file tetap berupa teks acak."

Najla menggenggam sebuah foto kecil—foto seorang perempuan yang menatap kamera dengan mata lelah dan selembar catatan bertinta pudar: 'Jika sesuatu terjadi, bawa ke Sanctuary 9. —A.'

Huruf A. Nama yang sama yang sering muncul di masa lalu Arlen.

Lonceng di kepala Arlen berdentang.

Di belakang mereka, ledakan suara—Council tak memberi ruang. Kaelan menyuruh mereka menyelam ke lubang ventilasi. Mereka merangkak, tubuh mereka menempel pada logam dingin. Di udara, suaranya menjadi satu: sirene, napas cepat, langkah.

Di luar—di dunia nyata—lampu kota mulai berkedip dengan pola aneh. Council menutup jalur distribusi data: firewall global. Mereka telah memicu jaringan. Ini bukan lagi perkelahian lokal. Mereka baru saja memancing seluruh Council untuk bergerak.

Mereka keluar dari ventilasi di atap gudang lain, menempel di gelap. Di tangan Kenzi: dua flashdisk. Di hati Najla: sebuah nama, sebuah alamat, dan pilihan yang tak lagi bisa diabaikan.

Tapi bukan kemenangan penuh.

kenzi menatap ke bawah: di halaman gudang, jejak kaki berseragam berkerumun; salah satu mobil hitam bergerak—bukan untuk mengejar, tapi menjemput seseorang. Di tengah kerumunan itu, diantara luka dan asap, Najla melihat sebuah figur ditangkap—siluet terangkat, diborgol, wajahnya menghilang di balik topeng. Untuk beberapa detik yang menegangkan, semua menoleh.

"Itu—" Kaelan hampir terkunci kata.

"Ini jebakan," Kenzi mendesis. "Mereka ambil sandera—mungkin untuk tukar, mungkin sebagai umpan."

Arlen menggigit bibir. kenzi mengecek flashdisk. "Kita punya bukti, tapi mereka juga punya orang kita."

Najla menatap borgol yang mengkilap. Dalam satu detik, ia tahu nasib siapa yang ada di tangan mereka—orang itu bukan asing; itu seseorang yang pernah menolongnya malam-malam ketika ia sendirian, seseorang yang berutang nyawa padanya.

Arlen menaruh tangan di bahu Najla. "Kita bawa ini dulu. Kita bukan untuk mati tanpa alasan."

Najla menutup mata sekejap. Saat membuka lagi, ada ketegasan baru: "Tidak. Kita ambil bukti, tapi kita balik. Kita bukan lari lagi."

Kenzi menggeram. "Kau mau masuk balik ke sarang serigala?"

Najla menatap langit—ada kilau tipis bulan di balik awan. "Kita masuk. Malam ini juga."

Mereka menurunkan rencana baru: dua tim. Satu membawa data—Kenzi dan kenzi akan ke jaringan aman yang Kenzi tahu. Satu lagi—Arlen, Kaelan, Najla—kembali untuk ambil sandera. Waktu sedikit. Pilihan berisiko.

Malam itu mereka membelah diri bukan karena perpecahan, tapi karena perlu. Bukan karena takut, tapi karena ada yang harus diselamatkan. Di pundak masing-masing ada keputusan: terus mengejar kebenaran atau menyelamatkan nyawa yang tersisa.

Ketika mereka berpisah di lorong gelap, ada satu pesan yang tersisa dari Damar, berkata pelan, "Kalau kita balik tanpa berhasil—ingat, bukti ini bisa buat kita panggil dunia. Bukan hanya kalian. Council takut pada mata publik."

Arlen menatap flashdisk yang digenggam Kenzi. "Kalau kita gagal balik… kau bawa itu sampai ke akhir dunia."

Kenzi mengangguk, mata menyala. "Kalau begitu, kita bunuh dua pulau sekaligus."

Malam itu, mereka terpecah. Satu sisi membawa kebenaran. Satu sisi membawa hati.

sirene makin keras, dan dari jauh—di bayang-bayang pelabuhan—sebuah kapal hitam bergerak pelan, membawa penumpang yang terlindungi. Salah satu penumpang itu menutup wajahnya dengan jubah—tanda bahwa Council tidak hanya menjaga data, tapi juga mobilisasi.

Dan di antara mereka, Najla melihat garis-garis kecil yang dulu tak terlihat: peta hidupnya terbentang. Ada satu jalan yang menunjuk ke Sanctuary 9, sebuah panti asuhan yang mungkin menyimpan jawaban, atau jebakan.

Arlen menarik napas. "Kita pulang ke rumah dulu—isi ulang. Malam ini kita rebut apa yang jadi milik kita."

Najla menatap bulan, lalu berbisik, "Aku mau tahu siapa aku. Dan aku mau bikin mereka ingat."

Di langit, awan menutup sedikit. Kota menahan napas.

1
아미 😼💜
semangat update nya thor
Freyaaaa
🤩🤩🤩
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!