Zhao Liyun, seorang pekerja kantoran modern yang gemar membaca novel, tiba-tiba menyeberang masuk ke dalam buku favoritnya. Alih-alih menjadi tokoh utama yang penuh cahaya dan keberuntungan, ia malah terjebak sebagai karakter pendukung wanita cannon fodder yang hidupnya singkat dan penuh penderitaan.
Di dunia 1970-an yang keras—era kerja kolektif, distribusi kupon pangan, dan tradisi patriarki—Liyun menyadari satu hal: ia tidak ingin mati mengenaskan seperti dalam buku asli. Dengan kecerdikan dan pengetahuan modern, ia bertekad untuk mengubah takdir, membangun hidup yang lebih baik, sekaligus menolong orang-orang di sekitarnya tanpa menyinggung jalannya tokoh utama.
Namun semakin lama, jalan cerita bergeser dari plot asli. Tokoh-tokoh yang tadinya hanya figuran mulai bersinar, dan nasib cinta serta keluarga Liyun menjadi sesuatu yang tak pernah dituliskan oleh penulis aslinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YukiLuffy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13 Pekerjaan Baru
Musim dingin semakin menebal di Desa Qinghe. Salju menutupi atap jerami, jalan tanah, dan ladang yang biasanya gersang. Suara langkah kaki di atas salju beku terdengar renyah, sementara asap tungku dapur menyebar tipis di udara, membawa aroma kayu bakar dan dedaunan kering. Di tengah dingin yang menusuk, Zhao Liyun duduk di pojok dapur rumahnya, memikirkan langkah-langkah selanjutnya.
Hari-hari bertahan hidup telah memberinya pengalaman berharga: bagaimana menyimpan makanan, menjaga tubuh tetap hangat, dan mengamati setiap pergerakan penduduk desa agar tidak terseret alur tragis. Tapi kini, ia harus mengambil langkah lebih berani—mengubah posisinya di masyarakat desa.
Beberapa minggu terakhir, keterampilan Liyun membuatnya berbeda dari gadis lain seumurnya. Roti kukus yang ia buat menjadi lebih empuk, harum, dan tahan lebih lama. Sabun sederhana dari abu dan minyak sisa menjadi wangi dan cukup lembut untuk digunakan di rumah-rumah.
Kepala desa, seorang pria tua yang tegas tapi adil, memperhatikan hasil kerjanya. Suatu pagi, ia memanggil Liyun ke dapur kolektif.
“Liyun, kau membuat sabun itu dengan tanganmu sendiri? Rasanya… lebih harum dan tahan lama dibandingkan yang orang kota buat sebelumnya,” kata kepala desa sambil mengendus wanginya.
Liyun membungkuk hormat, menahan rasa bangga yang tiba-tiba muncul. “Terima kasih, Kepala. Itu… hanya percobaan kecil saja.”
Kepala desa tersenyum tipis. “Aku ingin kau membantu di dapur umum. Kau bisa menyiapkan makanan dan sabun untuk seluruh desa. Dengan begitu, semua orang akan belajar dari caramu.”
Liyun mengangguk pelan, menyadari ini adalah peluang besar. Ia kini memiliki akses lebih banyak ke bahan pangan dan dapat memperluas pengaruhnya secara diam-diam.
Berita tentang posisi baru Liyun cepat sampai ke telinga Madam Zhao, ibu tirinya yang terkenal galak dan pemarah. Ia datang ke dapur Liyun dengan wajah merah padam, tangan menggenggam sapu untuk menandakan kemarahannya.
“Apa-apaan ini? Kau dipanggil ke dapur umum? Kau pikir kau siapa? Kau hanya anak miskin yang selalu merepotkan keluarga ini!” teriak Madam Zhao, suaranya menggema di dapur sempit.
Liyun tidak bereaksi berlebihan di depan orang tua tiri atau tetangga yang iri. Namun, di dalam hatinya, ada rasa puas—sebuah kemenangan kecil atas nasib yang dulu menempatkannya sebagai peran pendukung.
Madam Zhao menggeram dan pergi, tapi tatapan dengki itu tetap tertinggal. Liyun tahu, ini baru permulaan konflik.
Hari-hari berikutnya, Liyun mulai bekerja di dapur kolektif. Tangannya terbiasa dengan adonan roti kukus, sabun, dan berbagai bahan sederhana yang sebelumnya ia hanya kenal melalui buku. Penduduk desa menatapnya dengan campuran kagum dan curiga.
Beberapa ibu rumah tangga mendekat, bertanya, “Bagaimana caramu membuat roti ini begitu empuk?”
Liyun tersenyum tipis, menjelaskan beberapa trik sederhana: penggunaan air hangat, pemanasan adonan dengan cara tertentu, dan pengaturan uap di kukusan. Ia berbicara dengan tenang, memastikan tidak terlalu menonjolkan diri, tapi cukup untuk membuat orang-orang belajar.
Wu Shengli sering muncul di dapur, diam-diam menolong Liyun memindahkan bahan atau membawa kayu bakar. Kehadirannya membuat Liyun merasa aman. Ia menyadari, meskipun hubungannya dengan Shengli belum jelas di mata desa, pemuda itu menjadi sekutu yang bisa diandalkan.
Namun, tidak semua berjalan mulus. Madam Zhao terus mencari-cari kesalahan. Suatu hari, ia masuk ke dapur kolektif saat Liyun sedang menimbang gandum untuk membuat roti.
“Kau pikir aku tidak tahu kau menyembunyikan sebagian gandum untuk diri sendiri?” teriak Madam Zhao. “Ini mencuri! Kau harus dihukum!”
Liyun menelan ludah, hatinya berdebar. Ia tahu jika dipukuli atau dimarahi keras, reputasinya bisa rusak dan semua rencananya gagal.
Wu Shengli yang kebetulan berada di dapur segera melangkah maju. “Madam Zhao, itu tidak benar. Liyun hanya menyiapkan cadangan untuk musim dingin. Itu demi kelangsungan hidupnya, bukan untuk dicuri.”
Madam Zhao menatap Shengli dengan mata terbelalak, lalu memalingkan wajahnya dengan kesal. Liyun menunduk, berterima kasih dalam hati. Ia tahu, tanpa bantuan Shengli, insiden kecil ini bisa menjadi bencana.
Seiring waktu, keterampilan Liyun membuatnya mulai dihargai oleh kepala desa dan penduduk. Ia tidak hanya membuat sabun dan roti lebih baik, tapi juga membantu anak-anak desa belajar cara membuat adonan sederhana. Beberapa anak bahkan mulai mengikutinya, penasaran dengan cara-cara modern yang ia bawa dari dunia lamanya.
Kepala desa mulai memberinya tanggung jawab lebih: mengatur dapur kolektif, mendistribusikan bahan makanan, dan mengawasi cadangan gandum untuk musim dingin. Posisi ini memberinya kekuatan kecil yang sebelumnya tidak dimiliki—akses ke bahan, pengaruh di dapur, dan peluang untuk mengamati perilaku orang-orang di sekitarnya.
Wu Shengli tetap diam-diam memperhatikannya, sesekali memberi bantuan atau nasihat ringan. Kehadirannya menjadi jangkar bagi Liyun di tengah musim dingin yang keras dan konflik sosial yang mulai muncul.
Suatu sore, ketika mereka membersihkan sisa tepung dari meja dapur, Shengli menatap Liyun sekilas. “Kau sudah melakukan banyak hal untuk bertahan hidup. Aku bangga padamu.”
Liyun tersenyum tipis, wajahnya memerah karena canggung. “Terima kasih, Shengli… aku… tidak bisa melakukannya tanpa bantuanmu.”
Shengli hanya mengangguk, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Meski sederhana, momen itu membuat Liyun merasa ada orang yang benar-benar mempercayainya, bahkan ketika dunia di sekitarnya mulai berubah drastis.
Di malam hari, Liyun duduk di pojok kamar, menatap secangkir air hangat dan catatan kecilnya. Kepala desa kini menghargai dirinya, penduduk desa mulai meniru keterampilan yang ia tunjukkan, dan Wu Shengli menjadi sekutu yang bisa diandalkan.
Namun, di balik keberhasilan ini, ada rasa cemas yang terus menghantui. Madam Zhao masih mengintai, Chen Weiguo mulai memperhatikan perubahan di desa, dan Lin Xiaomei tetap polos namun bisa menjadi faktor yang memengaruhi hubungan Liyun dengan Shengli.
“Semua ini… membuat hidupku lebih rumit, tapi juga memberiku peluang,” gumam Liyun. “Aku bukan lagi peran pendukung. Aku bisa bertahan, bisa menulis jalanku sendiri, dan mungkin… bisa membentuk nasib orang-orang di sekitarku juga.”
Peristiwa ini merupakan titik balik penting dalam kehidupan Liyun. Ia tidak lagi sekadar bertahan dari nasib tragis, tapi mulai mengambil peran aktif dalam masyarakat desa. Keterampilannya memberinya pengaruh kecil tapi berarti. Ia belajar bagaimana menggunakan sumber daya yang ada, mengamati orang lain, dan membangun aliansi yang bisa membantunya bertahan.
Madam Zhao tetap menjadi ancaman, tapi Liyun mulai menyadari bahwa dengan strategi yang tepat, ancaman itu bisa dikendalikan. Wu Shengli menjadi sekutu diam-diam yang kuat, dan hubungannya dengan Xiaomei dan Chen Weiguo mulai membentuk pola baru yang tidak tertulis dalam novel asli.
Lampu minyak berkelip malam itu, menyoroti wajah Zhao Liyun. Dia menghela nafas lelah, kehidupan desa terlalu keras untuk dirinya yang hidup di zaman modern yang serba mudah. Kadang dia berharap dia kembali, dia di sini hanya mimpi saja.