NovelToon NovelToon
Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Menjadi Sekretaris Bos Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Mengubah Takdir
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Rizky Handayani Sr.

Xera Abilene Johnson gadis cantik yang hidup nya di mulai dari bawah, karena kakak angkat nya menguasai semua harta orang tua nya.
Namun di perjalanan yang menyedihkan ini, Xera bertemu dengan seorang pria dingin yaitu Lucane Jacque Smith yang sejak awal dia
menyukai Xera.
Apakah mereka bisa bersatu?? Dan jika Xera mengetahui latar belakang Lucane akan kah Xera menerima nya atau malah menjadi bagian dari Lucane??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rizky Handayani Sr., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Di sisi lain kota malam yang sama.

Alexi sedang bersulang bersama tiga orang pria berjas hitam. Mereka tertawa, menikmati kemenangan sebelum waktunya.

Lalu ponselnya bergetar. Satu pesan masuk.

"GAGAL. SATU ORANG DITEMBAK. SATU TERTANGKAP. DIA TIDAK SENDIRIAN."

Wajah Alexi membeku. Dia berdiri perlahan, diam.

Salah satu pria bertanya, "Ada masalah?"

Alexi menatap mereka.

"Tidak. Hanya saja aku harus menyelesaikan urusan keluarga ini sendiri."

Alexi pun langsung kesal karena rencana untuk menghabisi adik angkat nya tidak bisa dia lakukan.

'Kau harus menyusul mama dan papa mu Xera' batin Alexi sembari menenggak wine nya dan pergi dari tempat itu begitu saja.

* * * *

Beberapa jam setelah penyerangan, malam yang tenang di apartemen pribadi Lucane.

Xera duduk di sofa, mengenakan hoodie yang diberikan Juan. Rambutnya masih sedikit berantakan, luka kecil di tangannya sudah dibersihkan.

Di meja, dua cangkir teh hangat mengepulkan uap pelan.

Lucane duduk di seberangnya, tidak banyak bicara. Ruangan terasa sunyi, bukan karena canggung, tapi karena masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri.

"Kau bisa istirahat di sini malam ini," ucap Lucane akhirnya. "Aku sudah meletakan orang di luar gedung juga. Tidak akan ada yang bisa mendekat."

Xera mengangguk pelan, tapi tidak menjawab. Tangannya menggenggam cangkir, tapi tapi tidak dia minum.

"Kalau kau disini, ini juga bisa menyelamatkan teman mu Zee, aku juga sudah menyuruh seseorang untuk menjaga Zee di sana" ucap Lucane

"Kau masih gemetar," kata Lucane pelan.

"Bukan karena takut," jawab Xera, menatap lurus ke cangkirnya.

"Tapi karena marah."

Lucane menatapnya, menunggu.

Xera menarik napas, lalu mulai berbicara perlahan, seolah membuka luka lama yang selama ini dikunci rapat.

"Aku tidak tahu jika orang yang ku anggap sangat dekat dengan ku, bahkan setelah mama dan papa ku tidak ada aku masi berharap dia di sisi ku. Tapi dengan tega nya dia mengambil semua milik orang tua ku dan mengusirku begitu saja. Setelah dia mendapatakan itu semua sekarang dia datang untuk membunuhku." Ucap nya datar

"Dia bilang aku beban. Dia bilang semua ini terjadi karena aku terlalu manja."

Lucane mendengarkan tanpa menyela. Hanya menatap. Wajahnya lembut, tidak seperti biasanya.

"Aku berusaha menerima ini semua, bahkan aku bisa membiarkan dia menikmati semua harta orang tua ku di saat aku harus memulai hidup ku dari bawah"

Air mata mengalir diam-diam dari sudut mata Xera.

"Dan sekarang dia datang lagi Mau ambil hidupku lagi."

Lucane berdiri perlahan, lalu duduk di sampingnya.

Tanpa berkata apa-apa, dia mengulurkan tangan, menggenggam jemari Xera yang dingin.

"Dia nggak akan ambil apa pun lagi darimu," katanya lembut.

"Selama aku masih berdiri di sini, Xera aku tidak akan biarin itu terjadi."

Xera menoleh. Untuk pertama kalinya, dia benar-benar melihat Lucane bukan sebagai bosnya bukan pria berkuasa yang ditakuti banyak orang tapi seseorang yang hadir saat semua orang dulu meninggalkannya.

"Kenapa?" bisik Xera. "Kenapa kamu peduli sejauh ini?"

Lucane menatapnya dalam.

"Karena aku tahu rasa kehilangan. Dan aku tahu rasanya dihianati oleh orang yang kita anggap keluarga."

"Dan karena sejak malam itu, saat kau menyelamatkan hidup ku padahal saat itu kau juga sedang memikirkan hidup mu kau lah alasan ku disini Xera."

"Maksudnya" tanya Xera tidak mengerti

"Aku pria yang kau selamatkan pada beberapa bulan yang lalu Xera" jawab lucane

Xera pun akhirnya tahu ternyata lucane pria itu, dia bahkan tidak menyadari nya.

"Jadii.."

Lucane langsung memeluk wanita itu dengan lembut.

Waktu seolah berhenti dan untuk pertama kalinya dalam bertahun-tahun, dia merasa aman.

* * * *

Keesokan harinya pagi yang masih dingin, matahari baru mulai muncul di balik cakrawala kota.

Xera terbangun di kamar apartemen Lucane. Kamar itu luas dan hangat, berbau kayu dan kopi. Di atas meja kecil, sudah ada nampan dengan sarapan sederhana roti panggang, telur rebus, dan segelas jus.

Ia melangkah pelan ke luar kamar, mendapati Lucane sedang berdiri di balkon, berbicara lewat earpiece sambil menatap kota.

"Pastikan dua orang di lobby, satu di atap. CCTV internal aktif 24 jam. Dan kalau ada gerakan mencurigakan di sekitar lantai ini, aku mau tahu dalam dua menit, bukan dua jam."

Lucane mematikan sambungan dan menoleh.

"Kau bangun," katanya singkat, lalu mengisyaratkan ke arah dapur.

"Sarapan sudah disiapkan."

Xera tersenyum kecil. "Kau sendiri yang masak?"

"Bisa dibilang begitu," jawab Lucane, berjalan ke arahnya. Dia tampak sedikit lebih santai dari biasanya, tapi sorot matanya tetap tajam.

"Aku juga sudah siapkan tim pengawal. Mulai hari ini, kau akan dijaga secara penuh. Mereka tidak akan mengganggu ruang gerakmu, tapi mereka akan selalu dekat."

Xera terlihat sedikit terkejut. "Bukankah itu terlalu berlebihan?"

Lucane menggeleng.

"Alexi tidak main-main. Dan aku juga tidak."

"Mulai hari ini, kamu tidak tinggal di tempat teman mu lagi. Kamu tinggal di sini, sampai semuanya selesai."

Xera mengerutkan kening. "Lucane kamu mencampuri hidupku terlalu jauh."

Lucane mendekat, suaranya lebih pelan.

"Karena aku tahu kalau aku tidak lakukan ini, kamu akan tetap mencoba hadapi semuanya sendiri. Kamu keras kepala, Xera. Tapi sekarang ini bukan soal harga diri. Ini soal bertahan hidup."

Xera terdiam. Dia tahu Lucane benar.

"Aku hanya tidak mau ada orang lain yang mati karena aku," bisiknya akhirnya.

Lucane menatapnya dalam.

"Mati itu mudah. Tapi kehilanganmu, Xera itu yang akan lebih menyakitkan."

Suasana hening sesaat.

Lalu Lucane menambahkan pelan,

"Jadi biarkan aku melindungimu. Bukan sebagai bosmu. Tapi sebagai seseorang yang tidak akan pernah biarkan kamu sendirian lagi."

Xera tidak menjawab. Tapi dia melangkah pelan, menunduk sebentar dan untuk pertama kalinya, dia merelakan dirinya lemah. Dia memeluk Lucane.

Dan dalam pelukan itu, dia menemukan sesuatu yang lebih kuat dari rasa takut.

Kepercayaan.

Mereka masih dalam pelukan saat suara burung samar terdengar dari luar jendela balkon. Kota perlahan bangkit, tapi di ruang itu, waktu seolah melambat.

Xera akhirnya melepaskan pelukannya perlahan.

Di menatap Lucane, seakan baru melihatnya dengan cara yang berbeda bukan sekadar pria berpengaruh yang mengatur segala sesuatu dari balik layar, tapi seseorang yang diam-diam menyimpan luka dan ketakutan juga.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa terbiasa dengan semua ini," ucapnya pelan.

Lucane tersenyum kecil. "Tidak perlu terbiasa. Cukup bertahan satu hari. Lalu hari berikutnya. Dan seterusnya."

Mereka duduk di meja makan kecil dekat dapur. Xera menggigit roti panggang perlahan, lalu melirik ke arahnya.

"Jus ini... kamu yang peras sendiri?"

Lucane menyandarkan punggung di kursi, tangan di atas meja. "Jangan terlalu terkesan. Aku cuma tahu satu tombol di juicer."

Xera tersenyum. Untuk pertama kalinya dalam beberapa hari terakhir, senyum itu terasa ringan.

"Kamu tidak seburuk yang kupikir."

Lucane menatapnya datar. "Jangan bilang begitu di depan bawahanku. Bisa merusak reputasiku."

Mereka tertawa kecil. Tapi saat itu juga, suara notifikasi dari tablet di meja dapur berbunyi pelan sekali, lalu dua kali.

Lucane segera berdiri, menatap layar. Wajahnya berubah serius dalam sekejap.

"Dua mobil berhenti di seberang jalan. Platnya tidak terdaftar di sistem kami."

Xera ikut berdiri. "Alexi?"

Lucane tidak menjawab langsung. Dia menyentuh earpiece-nya lagi.

"Tim Satu, laporan posisi mobil asing di perimeter. Verifikasi cepat. Jangan dekati dulu, cukup pantau."

Suaranya berubah dingin. Tegas. Beda dari pria yang baru saja memeluknya.

Ia mematikan sambungan, lalu menatap Xera.

"Pergi ke kamar. Ambil jaketmu. Kita bersiap, kalau situasi berubah."

Xera masih terpaku di tempatnya.

"Kamu pikir mereka akan menyerang sekarang?"

Lucane melangkah mendekat, menyentuh bahunya lembut.

"Belum tentu. Tapi aku tidak akan ambil risiko. Bukan sekarang. Bukan padamu."

Xera mengangguk perlahan, lalu berbalik. Di balik semua ketakutan yang mulai merayap lagi, ada satu hal yang membuat langkahnya mantap Dia tidak lagi sendirian

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!