Setelah menangkap basah suaminya bersama wanita lain, Samantha Asia gelap mata, ia ugal-ugalan meniduri seorang pria yang tidak dikenalnya.
One Night Stand itu akhirnya berbuntut panjang. Di belakang hari, Samantha Asia dibuat pusing karenanya.
Tak disangka, pria asing yang menghabiskan malam panas bersamanya adalah CEO baru di perusahaan tempat dirinya berkerja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13. Kita Keluarga.
"Tidak masalah pak Kiano telah mem-black list namamu, kamu buka studio sendiri saja, Sa."
"Kamu harus bisa lepas dari laki-laki itu, Mas tidak rela kamu terus-terusan dijadikan mainan oleh pria kaya itu lagi. Kamu itu manusia, Sa... Punya harga diri yang tidak boleh diinjak-injak. Itu sebabnya Mas berjuang sampai kamu jadi sarjana, agar kamu bisa berdiri pada kakimu sendiri."
Perkataan Antonio itu terus saja berputar-putar dalam fikiran Samantha setelah pengakuan jujurnya pada sang kakak tentang kisahnya gelapnya bersama Kiano beberapa hari lalu, sampai ia tidak bisa tidur nyenyak bermalam-malam.
Pagi ini Samantha memaksakan diri berangkat ke kantor, kepalanya sedikit pusing karena kurang tidur, juga tidak sarapan karena tidak berselera.
Lewat seorang teman, ia telah membuat janji temu dengan pemilik ruko usai jam kantor hari ini.
Niatnya sudah bulat, resign dari Big Properties, seperti saran Antonio, kakaknya. Walau dalam hati kecilnya, ia masih belum rela meninggalkan perusahaan yang bergerak dibidang jasa properti yang sudah memberinya banyak pengalaman berharga.
"Bu Samantha!" Alina mempercepat langkahnya, menghampiri Samantha yang sedang antri di depan lift bersama para karyawan lainnya.
"Kebetulan kita bertemu disini. Anda diminta Pak Andreas menghadap diruangannya," tambahnya, menyampaikan tujuannya.
"Sekarang?" alis Samantha terangkat, rautnya penuh pertanyaan. "Kira-kira ada apa ya, bu Alina?"
"Saya kurang tahu bu Samantha, pak Andreas hanya meminta Anda menghadap," sahutnya lagi.
"Baiklah, saya ke ruangan pak Andreas sekarang," Samantha tersenyum tipis. Setelah mengatakan itu, ia masuk bersama karyawan lainnya, lalu berdiri menempel pada dinding lift.
Di dalam lift Samantha terus menduga-duga tujuan dirinya dipanggil oleh pemilik perusahaan tempatnya berkerja, sampai ia tidak menyadari satu persatu karyawan keluar dan hanya dirinya yang tertinggal menuju lantai sebelas, lantai ruangan CEO dan Owner.
Walau sudah tujuh tahun berkerja, sangat jarang dirinya dipanggil menghadap, apalagi pekerajaan nya memang tidak bersinggungan langsung dengan sang pemilik perusahaan.
Ting!
Samantha keluar, hawa dingin menyeruak hingga ke sumsum tulang, tubuhnya yang sudah memberi sinyal tidak nyaman sejak subuh tadi semakin terasa tidak nyaman.
Klek.
Pintu ruangan CEO mendadak terbuka, Kiano berdiri mematung begitu melihat Samantha melintas didepannya.
Perempuan itu menguatkan dirinya, mengusir rasa takut dan tegangnya, dan tidak lupa bersikap waspada, karena selalu saja berakhir buruk bila bertemu Kiano.
Untungnya pria besar itu tidak mengganggunya seperti yang sudah-sudah. Samantha berhenti sebentar di depan pintu Owner, mengatur nafas dan merapikan penampilannya yang memang sudah rapi.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Sekali lagi, Samantha menghirup oksigen disekitarnya hingga dadanya menggembung, lalu menghelanya perlahan sebelum mendorong pintu.
Klek.
"Selamat pagi, Pak... Bapak memanggil saya?" Samantha muncul di depan pintu seraya menunduk hormat.
"Oh, bu Samantha. Kemarilah, saya ingin mengobrol sebentar denganmu," Andreas berucap ramah sembari tersenyum tipis.
Pria berumur kisaran enam puluhan itu, gegas bangkit dari duduknya, mempersilahkan Samantha duduk di sofa tamu ruangannya.
Samantha lumayan gugup mendapat sambutan itu.
Biasanya, bila dipanggil menghadap dirinya langsung dipersilahkan duduk di depan meja owner, karena berkaitan dengan pekerjaan, berbeda dengan hari ini, sepertinya lebih pribadi, duganya.
"Bu Samantha sakit, terlihat sedikit pucat?" Andreas menatap wajah karyawannya itu.
"Tidak pak, saya hanya kurang tidur saja," jujur Samantha, tersenyum canggung, sambil membenarkan duduknya sesopan mungkin
"Kalau begitu, kita tunda saja dulu ngobrolnya, Bu Samantha istirahat saja dulu sampai kembali fit," putus Andreas, khawatir pada kesehatan karyawannya itu.
"Aa--, tidak mengapa, Pak... Saya juga perlu menyampaikan sesuatu pada Bapak."
"Bu Samantha yakin tidak apa-apa?" Andreas memastikan.
"Ya, Pak. Saya yakin."
Andreas terdiam sebentar, memindai kondisi fisik Samantha di depannya sebelum ia menyampaikan apa tujuan dirinya memanggil karyawannya itu.
"Baiklah, silahkan ibu Samantha menyampaikan lebih dahulu apa yang ingin Ibu sampaikan," Andreas akhirnya memutuskan seperti itu.
"Saya, kenapa saya, Pak?" Samantha menatap bingung.
Andreas tersenyum tipis.
"Bukannya tadi ibu Samantha juga ingin menyampaikan sesuatu. Jadi saya persilahkan ibu Samantha saja yang duluan."
Seketika, Samantha tersenyum canggung mendengarnya.
Selama berkerja di perusahaan ini, Andreas sang pemilik Big Properties tidak hanya dikenal sebagai bos yang bersahaja, tapi sikap ramah, empatinya, juga suka mendahulukan kepentingan karyawan tanpa pandang bulu telah mencuri hati seluruh karyawan, termasuk Samantha hari ini.
Dimata Samantha, Andreas adalah sosok bos idaman yang dicintai oleh semua karyawannya.
"Terima kasih, Pak. Saya rasa, alangkah lebih baiknya pak Andreas saja, karena saya datang kemari awalnya juga... Karena Bapak yang meminta saya untuk datang menghadap."
Andreas kembali mengulas senyum bersahajanya.
"Tidak masalah, jangan sungkan. Kita ini keluarga, bu Samantha. Semua karyawan yang berkerja disini adalah satu keluarga, keluarga besar Big Properties."
"Terima kasih, Pak. Sayapun sudah merasakannya selama berkerja disini," Samantha kembali tersenyum, hatinya ikut menghangat.
"Tapi saya tetap memohon, pak Andreas sajalah yang menyampaikan lebih dulu tujuan Bapak memanggil saya," level sikap hormat Samantha kian bertambah. Sikap ramah dan santun yang ditunjukan bosnya itu kian membuatnya sungkan.
"Baiklah kalau begitu..." Andreas masih memasang senyum tipisnya.
"Saya mendapat laporan, ibu Samantha sedang mencari pekerjaan baru. Apa yang membuat ibu Samantha tidak nyaman berkerja disini?"
Samantha terkesiap, rautnya langsung menegang. Cepat atau lambat, ia yakin bos besarnya itu pasti tahu, apalagi e-mailnya beberapa pekan lalu sudah menjadi konsumsi publik seluruh karyawan akibat ulah Kiano.
Walaupun jawaban sudah ada di dalam benak, tidak mungkin Samantha jujur seperti pada kakak kandungnya, bila semuanya karena Kiano. Ia pasti tak punya muka lagi di depan pria berumur itu bila ketahuan telah melakukan hal yang tidak senonoh bersama anaknya, pasti dirinya di cap wanita murahan.
"Jangan berfikir begitu, Pak. Saya nyaman bekerja disini. Seperti kata pak Andreas tadi, saya juga merasakan bila saya begitu diterima sebagai keluarga besar Big Properties. Tapi...."
Samantha terlihat sedang mengatur kata-katanya agar tidak salah bicara, sementara Andreas, menunggu kalimat berikutnya dengan sabar.
".... Saya hanya ingin mencari pengalaman baru saja, Pak."
Andreas hanya manggut-manggut sekian lamanya. Alasan klasik seperti itu terlalu familiar di telinganya, alasan standar untuk menghindari penjelasan yang jujur.
"Bila alasanmu hanya sebatas ingin mencari pengalaman baru, saya menolak. Boleh kan, bu Samantha?" putus Andreas akhirnya.
"Ta-tapi, Pak--" mata Samantha sedikit melebar. Ia tahu alasan pengajuan pengunduran dirinya itu terlalu dangkal, namun ia tidak punya pilihan, resikonya sangat memalukan bila ia jujur.
"Tolong dengarkan saya dulu, bu Samantha." Andreas langsung memotong ucapan Samantha.
"Sedikit saya buka rahasia perusahaan ini. Terjadi kebocoran yang serius pada keuangan yang menjadi urat nadi Big Properties. Saya sedang membenahi semuanya, itu sebabnya Kiano saya panggil untuk menggantikan adiknya menjadi CEO disini."
Samantha terdiam. Ia sama sekali tidak tahu masalah itu, karena terlalu fokus pada pekerjaannya sendiri.
"Bila bu Samantha ingin pengalaman yang baru dan lebih menantang di dunia kerja, saya akan mengabulkan pengajuan Kiano meminta bu Samantha menjadi asisten pribadinya."
"A-apa?" Samantha terlonjak kaget, tak sadar ia berdiri dari duduknya. "Jadi asisten pak Kiano?!" Seluruh sendi Samantha langsung melemas, pandangannya mengabur lalu menggelap. Tubuh lunglainya langsung luruh.
Samar-samar ia mendengar bosnya itu memekik memanggil-manggil namanya, serasa tubuhnya disambar seseorang sebelum benar-benar menyentuh sofa, setelahnya ia sudah tak ingat lagi.
Bersambung✍️
syang.. aku ijin pergi ke sana yaa... semangat kerjanya.. papay.. muaahh/Facepalm//Facepalm//Facepalm//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer//Hammer/