Setelah menikah selama 7 tahun, Erwin tetap saja dingin.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arum Dalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ingin bercerai
Satu-satunya kekurangan tempat itu mungkin jaraknya cukup jauh dari pusat kota.
Clara membutuhkan waktu satu setengah jam untuk tiba di kediaman itu.
Selesai memarkir mobil, Clara berjalan menuju pintu masuk.
Belum juga masuk, dia mendengar suara tawa ceria putrinya, Elsa.
Nenek melihat ke arah pintu dan langsung mengenali siapa yang datang.
Begitu melihat Clara, Nenek tampak sumringah, lalu berkata, "Akhirnya Clara datang, cepat ke sini, duduk bersama Nenek."
Namun, hanya nenek saja yang tersenyum lepas.
Sedangkan ibu mertuanya, dan Maya beserta anaknya, senyum mereka lenyap seketika saat melihat kedatangan Clara.
Clara tentu menyadarinya, tapi dia tak berniat memperdulikannya seperti dulu.
Clara mengabaikannya dan tetap tersenyum.
Dia menyerahkan hadiah pada pelayan yang menyambutnya, lalu berjalan mendekati Nenek.
"Nenek," Sapa Clara.
"Ya." Nenek tersenyum bahagia dan menyuruh Clara duduk di sampingnya.
"Kenapa kamu kurusan, Clara? Apa Erwin menyulitkan mu?" Tanya nenek kemudian sambari mengerutkan keningnya.
"Tidak kok, Nek. Belakangan ini memang lumayan sibuk," Jawab Clara sambil menggelengkan kepalanya.
Jawaban itu bisa dibilang jawaban dramatis, separuh benar dan separuh tidak.
Memang benar Erwin tidak menyulitkannya, tapi suasana hatinya memang sering mendapat pengaruh dari sikap Erwin.
Selain itu, dalam setengah bulan terakhir, selepas kerja, dia selalu menghabiskan waktu untuk meneliti kecerdasan buatan atau AI hingga larut malam.
Hal itu juga menjadi salah satu alasan kenapa dia semakin kurus belakangan ini.
Belum sempat nenek menjawabnya, Maya sudah lebih dulu mencibirnya dan berkata, "Sibuk? memangnya pekerjaanmu itu penting banget, iya? Sampai-sampai perusahaan tidak bisa berjalan tanpa ada kamu."
Fi sisi lain, Sinta, yang tidak lain adalah ibu Erwin sekaligus ibu mertua Clara, tampak duduk dengan anggun dan tenang.
"Kalau merasa pekerjaan di Angga grup melelahkan, undurkan diri saja. Tidak ada yang memaksamu bekerja di sana." Cibir cinta setelah menyesap tehnya.
"Tepat sekali! tapi sepertinya ada yang tidak rela melakukan itu," Ejek Maya.
Nenek tidak suka melihat orang lain merendahkan Clara.
Saat hendak membela, Clara malah lebih dahulu berkata, "Aku sudah ajukan pengunduran diri. Setelah proses serah terima selesai, Aku tidak akan disana lagi."
Begitu mendengarnya, Sinta dan Maya pun terkejut.
Nenek mengerutkan keningnya, dan berkata, "Clara...."
"Mama sudah datang?" Teriak Elsa.
Elsa baru saja naik ke lantai 2.
Saat turun ke lantai 1 menggunakan lift dan melihat Clara, wajahnya langsung berseri-seri.
Bagaimanapun, sudah lebih dari setengah bulan dia tidak berkomunikasi dengan Clara.
Elsa memotong pembicaraan nenek dan memeluk Clara, lalu berkata, "Mama!"
Clara terdiam sesaat, lalu memeluknya ringan.
"Em," Gumam Clara tak lagi mengatakan sepatah katapun.
Sebenarnya nenek tidak ingin Clara keluar dari Angga grup.
Namun, saat melihat Elsa bersama mereka, nenek tak lagi melanjutkan obrolannya dan mengubah topik yang lain.
"Clara, Nenek sudah lama tidak minum teh buatanmu. Mau minum bersama nenek?" Ucap Nenek sambil tersenyum pada Clara.
Sejak kecil, Clara tumbuh di bawah asuhan nenek keluarga Hermosa.
Kepribadiannya sejak kecil memang tenang dan sabar, apalagi dia juga berbakat.
Keahliannya dalam menyeduh teh pun bisa dibilang cukup bagus.
"Tidak masalah sih, Nek. Tapi, sebentar lagi'kan mau makan malam..." Jawab Clara.
Maya lebih suka minum kopi daripada teh.
Terlebih lagi, dia tidak suka melihat Clara menunjukkan kebolehannya dalam menyeduh teh.
Jadi dia lantas memotong pembicaraan dengan kesal, berkata, "Iya, sebentar lagi Erwin dan Justin juga mau datang, jadi kita bisa langsung makan malam."
Baru saja mengatakannya, Erwin pun tiba.
Dia masuk dan menyapa nenek serta Shinta.
Dia melihat Clara di sana dan langsung mengalihkan pandangannya, lalu duduk di kursi yang jauh dari wanita itu.
Elsa segera melepaskan pelukannya pada Clara saat melihat kedatangan Erwin.
"Ayah!" Teriaknya sambil berlari mendekat.
"Ya." Erwin memeluknya dan melihat sekitar.
Saat hendak mengatakan sesuatu, Justin pun tiba.
Usia Justin jauh lebih mudah dibandingkan Maya dan Erwin.
Dia masih belum dewasa dan berkepribadian ceria.
Begitu masuk ke dalam ruangan, dia melompat ringan melalui sandaran sofa dan langsung terduduk di sofa dengan mantap.
"Kalian semua menungguku?" Celetuknya sambil tertawa saat melihat sudah banyak orang di ruangan.
Maya menepuk kepala Justin lalu berkata, Iya! Kita semua sudah kelaparan gara-gara menunggu kamu!"
Erwin memiliki kepribadian tenang dan tak banyak bicara.
Maya dikenal pemarah, emosinya sering meluap-luap.
Sedangkan Justin, bisa dibilang dia adalah sumber keceriaan di keluarga Angga.
Hubungan dengan orang tuanya juga lebih dekat ketimbang kakak-kakaknya.
Kedatangan Justin membuat raut wajah Sinta yang tadinya dingin kini memancarkan senyum sumringah.
Sama halnya dengan Nenek, Nenek terlihat semakin senang.
Sudah waktunya untuk makan malam.
Semua anggota juga sudah berkumpul, nenek lantas menyuruh pelayan untuk menyiapkan makan malam.
Total ada 9 orang menuju ruang makan.
Posisi tempat duduk di ruang makan saat ini adalah Nenek, Erwin, Elsa dan Clara.
Nenek lantas tersenyum dan melambaikan tangan ke arah Elsa, "Elsa tukar tempat duduk dengan Ayah, ya. Biar Ayah dan Ibu duduk bersebelahan."
Nenek selalu berusaha menyatukan Erwin dan Clara.
Semua orang pun sudah terbiasa melihatnya dan menganggapnya percuma.
Bagaimanapun nenek berusaha menyatukan mereka, hubungan mereka tetap tidak ada perubahan sedikitpun.
Senyum sini terpancar di wajah Maya saat melihat usaha Nenek yang sia-sia.
Dia terlihat malas untuk terlibat kali ini dan mencari tempat duduk sesukanya.
Erwin tentu tidak suka dengan aturan Nenek.
Meskipun begitu, asalkan bukan urusan besar, dia tetap akan menuruti demi menghormati Nenek.
Oleh sebab itu, dia tidak mengatakan sepatah kata pun.
Artinya, dia menuruti kemauan Nenek.
Clara tidak seperti dulu yang senang dengan usulan Nenek.
Wajah Clara tampak datar.
Dia menatap Nenek dengan senyum lembut, lalu berkata, "Tidak apa-apa, Nek. Duduk seperti ini saja tidak masalah."
Nenek tampak tak berdaya.
Dia merasa Clara tak cukup kuat dan terlalu tunduk pada Erwin.
Banyak kesempatan yang Clara lewatkan dengan sia-sia.
Akibatnya, selama bertahun-tahun hubungan mereka tak ada kemajuan.
Namun, Clara sudah membuat keputusan.
Nenek pun enggan memaksanya.
Acara makan malam resmi dimulai.
Semua orang mau ngobrol dan makan bersama.
Suasananya cukup menyenangkan.
Clara tak banyak bicara.
Dia hanya menundukkan kepalanya makan dengan tenang.
Sudah lebih dari 10 menit semenjak kedatangan Erwin di kediaman Angga, tapi mereka berdua belum berbicara sepatah kata pun.
Bahkan bisa dibilang, tidak ada komunikasi sama sekali saat acara berlangsung.
Iya, beginilah cara mereka bersikap sebagai pasangan suami istri.
Sebenarnya, semua yang hadir sudah terbiasa dengan hal itu.
cepat2lah clara pergi jauh2 dari kedua manusia tdk tau diri itu..
keberadaannya tidak dianggap sama suami dan anakmu....