Aku adalah seorang gadis desa yang dijodohkan oleh orang tuaku dengan seorang duda dari sebuah kota. dia mempunyai seorang anak perempuan yang memasuki usia 5 tahun. dia seorang laki-laki yang bahkan aku tidak tahu apa isi di hatinya. aku tidak mencintainya dia pun begitu. awal menikah rumah tangga kami sangat dingin, kami tinggal satu atap tapi hidup seperti orang asing dia yang hanya sibuk dengan pekerjaannya dan aku sibuk dengan berusaha untuk menjadi istri dan ibu yang baik untuk anak perempuannya. akan tetapi semua itu perlahan berubah ketika aku mulai mencintainya, namun pertanyaannya apakah dia juga mencintaiku. atau aku hanya jatuh cinta sendirian, ketika sahabat masa lalu suamiku hadir dengan alasan ingin bertemu anak sambungku, ternyata itu hanya alasan saja untuk mendekati suamiku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amelia greyson, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
13
Malam berikutnya, Arif kembali bercerita bersama Amira lagi, kali ini mereka bercerita tentang perjodohan yang diatur oleh kedua orang tua Amira dan juga Arif. Sebelum memulai obrolan mereka Amira membawakan segelas kopi untuk Arif, serta bolu yang dibeli Amira di supermarket.
Mereka memilih untuk bercerita di malam hari dikarena Arif yang sangat sibuk bekerja setiap hari. Dan Yap mulai malam kemarin dan seterusnya Arif sudah berjanji untuk menemani Amira. Amira, bertanya kepada Arif tentang perjodohan yang diatur oleh orang tuanya.
Arif terdiam sejenak, lalu matanya menatap langit-langit rumah, seolah sedang mengingat sesuatu yang sudah lama ia simpan dari Amira.
“Kamu tahu, Mira, waktu aku jatuh sedalam-dalamnya karena kehilangan Rani, tidak ada seorangpun yang ada di dekatku, keluarga Rani, bahkan keluarga kU sendiri, hanya orang tuamu lah yang tetap ada di sampingku walaupun mereka bukan siapa-siapa bagiku, cuma orang asing yang dulu aku kenal tanpa sengaja. Dulu aku mengenal orang tuamu ketika aku pergi kebalai desa mu, disanan aku bertemu dengan orang tua yang sangat ramah sekali, mereka baik sekali kepadaku, awalnya aku cuma mengobrol biasa bersama kedua orang tuamu, aku tidak ingin tau apapun tentang mereka, suatu hari aku ingin pulang kekota, tetapi uang dan handphone ku yang berada di mobilku hilang, aku gak tau harus mintak tolong sama siapa posisinya malam itu Sudah menunjukkan tengah malam, dan mereka kanawarkanku untuk menginap dirumah mereka, tetapi aku tidak mau.
Karena saat itu aku meninggalkan Maira dengan istri temanku, aku takut meninggalkan Maira lama-lama, aku takut dia akan menangis mencariku. Dan aku mintak tolong kepada orang tuamu agar meminjami kU uang, untuk membeli bendi mobilku, tetapi saat itu orang tua mu hanya mempunyai uang 200 ribu, dan mereka menyerahkan semua uangnya kepadaku.
Awalnya aku menolak, tetapi dia memaksaku untuk mengambil uangnya, dia bilang dia bisa menjual sayuran yang ada di kebunnya besok untuk makan kalian d rumah. Akupun terpaksa mengambil uang itu, selama di perjalanan aku berjanji untuk membalas budi kedua orang tuamu.
3 hari setelah kejadian itu aku mencari orang tuamu ke desa, dan aku juga membawa anakku, mereka bertanya kepadaku kemna perginya istriku akupun menceritakan sambil menangis, Mir
Orang tuamu ikut sedih mendengar cerita kU, lalu mereka pun menawarkan kamu, anak perempuan nya untuk menikah denganku, aku tidak berfikir panjang waktu itu, aku langsung menyetujuinya saja, toh aku fikir kamu bakal menolaknya, karena kita tidak saling mengenal." Ucap Arif
Ternyata setelah seminggu berlalu, aku dimnta oleh orang tuamu untuk datang ke rumahmu, yang mana kata mereka kamu menyetujui untuk menikah denganku, aku kaget, Mir mengapa kamu mai menikah denganku, apakah saat itu kamu dipaksa oleh orang tua mu atau tidak, itu yang saat itu aku pikirkan, dan setelah aku melihatmu hari itu, tidak ada bentuk keterpaksaan di wajahmu.
Apa alsan mu menerima perjodohan ini dengan mudah?. Tanya Arif
" Aku hanya merasa kasihan terhadap orang tuaku saja, mas. Karena mereka sudah banting tulang membesarkanku selama ini. Aku berfikir dengan aku menikah dengan laki-laki pilihannya, beban mereka akan berkurang, aku memikirkan kebahagiaan mereka, bukan kebahagiaanku. Tapi setelah menikah denganmu, awal ya aku merasa seperti bayang- bayang saja dirumah ini, tetapi setelah aku jalani sampai sejauh ini, ternyata aku bahagia mas, Terimaksih karna telah menjadikanku istrimu, serta Ibu untuk anakmu." Maira
Aku merasa sangat beruntung dipertemukan denganmu Amira, terutama dengan kedua orang tuamu.
Namun sekarang orang itu menjadi mertuaku yang mana sudah aku anggap sebagi orang tua kandungku.
Amira menoleh pelan, mendengarkan. Arif kembali melanjutkan cerita.
“Mereka datang mendekat ke arahku, membawakan makanan, mendengarkan aku marah, diam, bahkan menangis. Mereka nggak pernah menghakimi, nggak pernah maksa aku untuk kuat. Mereka cuma bilang satu hal…”
Amira bergumam pelan, “Apa itu, Mas?”
“‘Kami tahu rasa kehilangan itu dalam, tapi jangan biarkan hidupmu juga mati dengan perlahan-lahan saat hidup masih harus terus dijalani, maka jalani lah hidupmu dengan sebaik mungkin. Lihatlah ada anak kecil yang tidak tau apapun tentang kehilangan, kamu harus menjadi orang yang kuat demi anakmu.’ Itu kata Ayahmu.”
Suara Arif mulai bergetar. “Mereka tahu aku butuh seseorang. Bukan cuma buat jagain Maira, tapi juga buat bangunin aku lagi dari gelapnya rasa kehilangan. Dan mereka lihat kamu... anak perempuan mereka sendiri, yang mungkin bisa jadi cahaya kecil itu.”
Amira menahan napas, matanya berkaca-kaca. Ia tidak tahu orang tuanya menyimpan harapan sebesar itu di balik perjodohan yang dulu ia jalani dengan kebingungan.
“Jadi kamu bukan hanya 'dijodohkan', Mira. Kamu adalah bentuk kasih sayang mereka untuk aku. Untuk Maira. Dan… untuk kamu sendiri, supaya nggak terus merasa hidupmu kosong. Saat ini aku berharap banyak terhadapmu Amira, maka bertahan lah lebih lama.
Amira mengangguk pelan. “Aku pikir dulu, aku hanya dikirim untuk mengisi kekosongan dan akan terus menjadi bayang-bayang masa lalumu yang telah pergi. Tapi sekarang aku sadar mungkin aku memang ditakdirkan untuk mencintai kamu dan Maira. Dengan caraku sendiri.”
Arif tersenyum, matanya lembut menatap perempuan yang kini tak lagi ia anggap sebagai orang asing. Melainkan perlahan dia akan mencoba untuk menjadikan Amira istri yang sangat dia cintai, seperti dia mencintai Rani.
“Maaf… kalau kemarin aku pernah bilang tidak mencintaimu,” katanya pelan, hampir seperti bisikan. “Tapi mari kita coba, pelan-pelan, untuk menumbuhkan rasa itu. Dengan jujur, dan tanpa paksaan.”
Malam itu, keheningan menjadi saksi sebuah awal baru. Bukan dari perjodohan. Tapi dari keikhlasan hati yang akhirnya saling terbuka.
Mereka duduk dalam diam, tapi bukan diam yang canggung. Diam yang hangat, penuh pengertian dan pelan-pelan berubah menjadi kenyamanan.
Tiba-tiba, suara langkah kaki kecil terdengar dari arah tangga. Maira mengintip dengan mata yang masih mengantuk.
“Papa..Mama…” ucapnya pelan.
Amira langsung berdiri dan menghampirinya. “Kenapa belum tidur, sayang?”
Maira mengusap matanya. “Aku mimpi mama pergi meninggalkanku "
Arif pun ikut berdiri, menunduk dan mengusap kepala putrinya. “Mama di sini kok, Maira. Nggak pergi ke mana-mana.”
Maira menatap Amira dengan mata beningnya. “Mama nggak akan pergi kan, walau papa kadang cuek ke mama?”
Amira tersenyum, menahan haru. Ia membungkuk dan memeluk Maira erat. “Mama nggak akan pergi, Nak. Mama janji.”
Arif memandangi pelukan itu. Untuk pertama kalinya, ia melihat dengan jelas bukan hanya sebagai seorang suami yang terluka, tapi sebagai seorang ayah yang ingin rumahnya kembali utuh.
Terimakih Tuhan engkau kirimkan wanita sebaik Amira untukku dan Maira.