Rega Zalzala adalah putra ke empat dari keluarga Duke Zalzala.
Dia satu-satunya anak yang tidak memiliki kekuatan apapun. kelahiran nya di anggap aib oleh keluarga.
Di usia 18 tahun, keluarga nya memilih untuk membuang Rega seperti seekor anjing.
Namun tanpa di sangka, di detik terakhir hidup nya... dia mendapatkan sistem Dewa.
sebuah sistem yang akan mengubah hidup nya dari seorang pecundang menjadi seorang Raja.
ini adalah perjalanan Rega Zalzala membalas dendam dan menjadi Kesatria terkuat di kerajaan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bonggiw01, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 12
Tes masih terus berjalan.
Waktu telah berlalu lima menit, namun Tak satu pun peserta berhasil mencabut Pedang Langit dari tanah.
Tubuh-tubuh muda itu mulai menggigil. Wajah mereka merah, tangan gemetar, dan beberapa bahkan berlutut karena frustrasi.
Di atas tribun, para komandan skuad mengamati dengan tajam dari balik singgasana mereka.
“Tes ini kali ini... cukup sulit,” ucap Rexan Flamestride, komandan Skuad Blazing Tiger, dengan nada dalam. “Pedang cahaya itu tidak bisa ditarik hanya dengan kekuatan otot. Mereka harus melakukan sinkronisasi dengan Qi Nya”
“Kau Benar,” sahut Darius Veilfang dari Skuad Black Panther, matanya tetap menyipit. “Kalau mereka tidak memahami esensi Qi pedang itu, mereka tak akan bisa menggerakkannya sejengkal pun.”
“Kaelen...” suara halus namun tegas milik Nayra Moonveil terdengar, “... Sepertinya kau terlalu berlebihan. Mayoritas dari mereka tidak tahu cara menyatukan Qi. Tes ini akan menghapus terlalu banyak peserta.”
Komandan Kaelen Windgrasp hanya menatap datar ke arena. “Mereka bukan anak-anak lagi. Jika mereka ingin menjadi ksatria sejati... mereka harus tahu bahwa kekuatan sejati datang dari pemahaman dan kesadaran. Ini bukan tes biasa. Ini... pemisah antara yang siap dan yang tidak.”
“Aku Setuju dengan Kaelen,” kata Valdrik Ironhowl dari Skuad Thunder Lion. “Yang lemah memang tak layak dipertahankan. Mereka harus langsung di singkirkan”
Tiba-tiba, Yu Zhong, sang komandan Red Dragonfly, bersuara pelan sambil mencondongkan tubuh ke depan.
“Aku merasa Ada yang aneh dengan bocah itu.” Ia menunjuk ke tengah arena. “dia yang mengenakan tudung kepala... Dari awal Dia tidak bergerak sedikit pun. Tak seperti peserta lain. Dia hanya... menatap pedangnya.”
Para komandan lain mengalihkan perhatian.
“Hmm... Apa dia sudah menyerah?” tanya Rexan penasaran.
“Tidak. Perhatikan baik-baik,” sela Elena Solara dari Skuad Sunfire. “Lihat cara dia berdiri. Matanya menatap bilah itu seolah sedang menilai pedang di di depan nya”
“Cih, bocah itu sepertinya sudah menyerah” gumam Darius tajam. “Bahkan mencoba pun tidak mau, dia type orang yang mudah menyerah.”
“Menurut ku tidak seperti itu,” Nayra mengangguk pelan. “Dia terlihat sangat fokus. Seolah dia tahu bahwa... menunggu adalah bagian dari kemenangan.”
“Bocah yang tidak menarik,” gerutu Valdrik, melipat tangan di dada. “Tak ada yang istimewa dari nya... aku yakin dia tidak akan bisa mencabut pedang nya”
Namun di balik komentar-komentar itu... semua mata kini tertuju pada Rega.
Dia Satu-satunya peserta... yang belum bergerak sejak awal, bahkan belum menyentuh pedang itu.
Waktu terus berjalan. 10 menit berlalu.
SRAAAK!!
Suara pertama yang memecah keheningan.
Hazel berdiri tegak dengan pedang berkilau di tangan. Aura sombong menyelimuti tubuhnya. "Aku berhasil menjadi yang pertama"
Para komandan melirik ke arah Hazel.
“Hmm, bocah itu cukup hebat juga,” gumam Rexan.
“Dia adikku, Komandan Rexan” ucap Ken Zalzala, yang berdiri di belakang Valdrik dengan tenang namun penuh kebanggaan.
“Cih...” Yu Zhong menoleh dengan tatapan dingin. “Valdrik, pasti kau sudah berencana merekrutnya ke skuadmu, kan?”
Valdrik tersenyum tipis. “Siapa yang tahu. Biarkan dia memilih sendiri. Jika dia cukup cerdas, dia tahu siapa pemimpin sejati.”
Namun semuanya Komandan tahu, Hazel pasti akan mengikuti kakak nya.
SRAAAK!!
Orang kedua berhasil mencabut. Tyson Roses, dengan tubuh berlapis aura Qi, berdiri gagah di tengah arena.
“Lumayan. Urutan kedua,” ucap Elena sambil menatap penasaran.
SRAAAK!
Orang ketiga, Anya Hayashi. Tanpa emosi di wajahnya, ia mencabut pedang dengan satu gerakan halus, matanya tetap dingin, tanpa ekspresi.
SRAAAK! SRAAAK! SRAAAK!
Satu per satu para peserta mulai menyusul.
Setelah beberapa lama, Para peserta mulai mengerti... sebagian melalui insting, sebagian karena meniru. Tapi di tengah semua itu...
Rega masih berdiri mematung. Wajahnya tertutup tudung. Tangannya belum menyentuh gagang pedang. Namun kedua matanya terbuka tenang.
‘…Ada riak Qi di dalam bilah ini. Pedang ini bukan ujian kekuatan untuk mencabut nya… tapi sinkronisasi.’
Ia menutup mata. Mempelajari ritme getaran pedang. Ia mengatur napas.
[Sinkronisasi Berhasil!] Tulisan sistem muncul di depan nya.
'Bagus, aku sekarang bisa melakukan nya' Ia melingkarkan sedikit Qi dari tubuhnya ke tanah.
Dan pada saat yang sama...
Komandan Nayra menyipitkan mata. “...Qi yang dia keluarkan sangat seimbang. Nyaris tanpa cela. Seolah dia...”
“Ho.... dia bisa menyatu dengan medan,” lanjut Kaelen. “Menarik…”
Sementara itu, peserta lain mulai merasa bangga mencabut pedang mereka.
Namun para komandan tahu... Hanya satu peserta... yang benar-benar memahami pedang itu.
Rega perlahan mengangkat tangan.
Semua mata kini benar-benar tertuju padanya.
Tangannya menyentuh gagang, dan....
SRAAAAAAAAAK!!!
Pedang itu terangkat tanpa suara dengan satu kali tarikan.
Tak ada ledakan Qi. Tak ada teriakan. Hanya ketenangan, dan cahaya lembut yang memancar dari bilahnya seolah pedang itu… memilih pemiliknya.
"Luar Biasa! Dia menarik pedang itu dengan sekali percobaan!" Ucap Yu Zhong dengan terkejut.
"Benar. Sudah ku duga, Bocah dia bukan bocah biasa" ucap Nayra.
"Mungkin saja dia sudah memahami nya dari awal dan memilih menunggu sampai akhir. Dia benar-benar calon kstaria yang lumayan menjanjikan" Elena ikut berkomentar.
Kaelen bersandar di singgasananya sambil menyipitkan mata. 'Lumayan, dia bisa memahami pedang Qi yang aku miliki.
Rega mengangkat pedang itu dengan santai. ‘Hmm... apa yang aku lakukan menarik perhatian mereka?' pikir nya sambil menyeringai.
-------
Dan waktu tes pun habis.
"BERHENTI!" Suara keras dari pengeras magis menggema ke seluruh penjuru Colosseum. “TES PERTAMA TELAH SELESAI! BAGI KALIAN YANG TIDAK MAMPU MENARIK PEDANG, KELUAR DARI ARENA SEKARANG!”
Seruan itu menghantam dada ratusan peserta.
Mereka menunduk lesu, beberapa menggertakkan gigi, beberapa lainnya menangis diam-diam.
Bagi mereka, mimpi menjadi Ksatria Kerajaan Helyendra telah berakhir.
Mereka hanya punya satu kesempatan terakhir.
menjadi Pembantu Ksatria, yang tesnya akan dilakukan keesokan harinya.
Di tengah arena, Atar berlari kecil menghampiri Rega sambil membawa pedang yang tadi berhasil ia cabut.
“Aniki! Aku berhasil melakukannya! Lihatlah, aku berhasil!” serunya dengan bangga.
Rega menoleh perlahan. “Bagus, Atar. Kau melakukannya dengan baik. Kau telah berhasil tes pertama”
'Dia bisa berhasil karena bantuan pil yang aku berikan padanya. Jika bukan karena pil itu, dia tidak akan bisa melakukan nya' pikir Rega.
Namun wajah Atar tampak berubah gugup. Dia menggenggam pedangnya erat-erat.
“Tapi, Aniki… aku merasakan sesuatu aneh. Pedang ini seperti menyerap Qi-ku. Seolah-olah setiap tarikan napas… energi dalam tubuhku ditarik paksa!”
Rega melirik pedang itu sejenak, “Wajar. Pedang Langit ini tidak netral. Ia seperti makhluk hidup… memiliki kehendak sendiri. Jika kau tidak bisa mengatur aliran Qi-mu, kau akan terkuras habis hanya dengan menggenggamnya.”
Atar menelan ludah, terkejut.
“Tapi jika kau bisa mengendalikannya… mengikat aliran Qi, kau bisa melakukan lebih dari sekadar bertahan. Bahkan...” Rega menatap ke langit sesaat. “... kau bisa menyerap kembali energi yang disimpan pedang itu.”
Atar terpana. “Apa maksudmu... menyerap Qi dari pedang ini? Apa hal seperti itu benar-benar bisa terjadi?!”
“Ya. Tapi hanya jika kau mengerti bagaimana caranya.”
“TIDAK MUNGKIN?!” seru Atar terkejut begitu keras, hingga beberapa peserta dan penjaga menoleh ke arah mereka.
BUUK!
Sebuah pukulan ringan mendarat di kepala Atar.
“Bodoh,” bisik Rega dengan suara rendah. “Kau ingin semua orang tahu? Tenanglah. Tidak semua rahasia pantas diumbar.”
“Maaf Aniki…” Atar menunduk.
Namun dari tempat berbeda di arena, sepasang mata tajam memperhatikan mereka.
Anya Hayashi.
Gadis bermata dingin itu tak pernah lengah.
Wajahnya tetap tenang, namun matanya menyipit, mengamati sosok bernomor 889... pria misterius berjubah yang belum melepas tudungnya sejak awal tes dan sekarang dia mendengar percakapan itu.
‘Dia bisa Menyerap Qi dari Pedang Langit ini? Mustahil. Siapa dia sebenarnya?' Matanya menyorot ke pedang yang digenggam Rega.
Ia memfokuskan pandangan, menggunakan teknik rahasia Penglihatan Qi yang diwariskan oleh klan Hayashi.
‘Tidak mungkin…’ pikirnya dengen terkejut. ‘Pedang-pedang ini milik Komandan Kaelen. pedang ini hanya bisa menarik Qi dari peserta, bukan Qi dari pedang ini yang di ambil oleh peserta. Tapi dia...'
apa yang ia lihat membuat terkejut.
Aliran Qi dari dalam pedang itu memang bergerak. Tapi Bukan masuk ke pedang... melainkan keluar. Menuju tangan Rega Menuju tubuhnya Dengan aliran halus, sempurna, dan stabil.
‘Dia menyerapnya… tidak dengan paksaan, tapi seolah pedang itu rela memberinya kekuatan. Siapa sebenarnya peserta nomor 889 itu?’
Untuk pertama kali nya, Anya yang bisa dingin tanpa perasaan, sekarang menatap Rega dengan penasaran.
Di atas tribun, Wilson dari Skuad mencatat sesuatu di dalam memo nya.
Di sisi lain, Kaelen Windgrasp memperhatikan Rega lebih lama dari peserta lainnya.
'Luar biasa. Ini pertama kali nya ada orang yang mampu menyerap Qi ku dari pedang itu. Dia benar-benar memiliki potensi besar' Senyum samar mengembang di sudut bibirnya.
brrti bner ini inspirasinya dri black clover😃😃😃