NovelToon NovelToon
Not Everyday

Not Everyday

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Dijodohkan Orang Tua / Romansa / Obsesi / Keluarga / Konflik etika
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Gledekzz

Hidup Alya berubah total sejak orang tuanya menjodohkan dia dengan Darly, seorang CEO muda yang hobi pamer. Semua terasa kaku, sampai Adrian muncul dengan motor reotnya, bikin Alya tertawa di saat tidak terduga. Cinta terkadang tidak datang dari yang sempurna, tapi dari yang bikin hari lo tidak biasa.

Itulah Novel ini di judulkan "Not Everyday", karena tidak semua yang kita sangka itu sama yang kita inginkan, terkadang yang kita tidak pikirkan, hal itu yang menjadi pilihan terbaik untuk kita.

next bab👉

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gledekzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Salah di mata dunia

Motor Adrian melaju pelan di jalan yang mulai sepi. Dia sengaja, plus maksa mau nganterin Gue pulang, walaupun motornya kayak udah pengen nyerah.

Angin malam nyapu wajah Gue, buat rambut berantakan tapi entah kenapa malah enak aja rasanya. Gue peluk erat tas di depan dada, sementara tangan Gue nggak berani nyentuh apapun selain pegangan besi di belakang jok.

"Lo santai aja, Nona lotion. Gue ini pembalap kelas kampung, jadi dijamin aman," suara Adrian kedengaran jelas meski tertiup angin.

"Kalau jatuh, lo pikir lucu apa?" Gue protes, tapi nada Gue lebih mirip orang nahan ketawa daripada marah beneran.

Adrian ngakak kecil. "Kalau jatuh, Gue yang duluan pasang badan. Lo mah aman."

Gue cuma bisa geleng-geleng. Dasar aneh. Tapi jujur aja, naik motor bareng dia gini buat Gue lebih rileks daripada kalau naik mobil mewah Darly. Ada sesuatu yang beda. Sederhana, tapi hangat.

Sampai akhirnya motor berhenti pas di depan pagar rumah. Gue buru-buru turun, hampir keserempet sama rok panjang yang Gue pakek. "Ati-ati, jangan sampe jatuh di depan rumah sendiri. Malu sama tetangga." Adrian langsung nyeletuk.

Gue melotot, tapi senyum Gue yang nggak bisa hilang. "Udah sana, pulang. Jangan buat onar lagi."

"Siap, bos." dia kasih salam ala tentara, lalu motor langsung melaju lagi.

Dan Gue? Gue malah senyum-senyum sendiri.

Baru dua langkah masuk gerbang, Gue sadar ada yang salah. Mama berdiri di teras, tangan terlipat di dada, tatapan tajam kayak sinar x-ray. Jantung Gue langsung ngedrop.

"Dari mana, kamu?" tanya Mama dengan suara datar, tapi Gue tau banget nada itu bukan nada biasa. Itu nada sebelum Gue dapat ceramah panjang.

"Ma... aku—"

"Kamu pikir Mama nggak lihat tadi? Pulang naik motor sama laki-laki itu." Mama langsung potong kalimat Gue.

Rasanya udara malam tiba-tiba jadi sesak. Gue buru-buru ngangkat tangan. "Bukan kayak yang Mama pikir. Dia cuma nganterin aku, itu aja."

"Cuma nganterin?" Mama mendekat, sorot matanya makin tajam. "Kamu sadar nggak kalau kamu sudah punya jodoh yang tepat. Apa kamu nggak mikirin itu?"

Dada Gue langsung terasa berat. "Mama, jangan lebay, deh. Aku sama Adrian nggak ada apa-apa."

Mama mendengus keras. "Mama nggak bodoh, Alya. Mama liat jelas ekspresi kamu barusan. Senyum-senyum sendiri kayak orang jatuh cinta. Kamu kira Mama nggak paham."

Gue terdiam. Mau bantah, tapi kata-kata Mama barusan nusuk terlalu dalam.

"Kamu harus ingat, hidup kamu bukan cuma tentang perasaan sesaat. Kamu sudah dijodohkan dengan Darly, dan dia bisa kasih kamu masa depan yang jelas. Sedangkan Adrian itu siapa? Cuma sopir dadakan yang udah dipecat. Besok dia aja bisa makan atau enggak, Mama nggak jamin."

Kepala Gue mulai berdenyut. "Mama kok ngomong kayak gini sih? Adrian bukan orang sembarangan, dia itu pekerja keras."

"Pekerja keras, tapi nggak bisa menghasilkan apa-apa." Mama menaikkan alis. "Apa yang bisa dia kasih ke kamu selain masalah? Sedangkan Darly... Darly itu pilihan terbaik untuk kamu. Pendidikan, karir, keluarga, semuanya jelas."

"Mama, aku capek." suara Gue melemah. Gue tau percuma debat lebih jauh.

Mama masih mau ngomong, tapi Gue buru-buru jalan cepat ke arah kamar. Gue nggak sanggup lagi dengerin.

Begitu pintu kamar ketutup, Gue langsung rebahan di ranjang. Mata Gue yang menatap langit-langit, tapi pikiran Gue kemana-mana.

Kenapa sih hidup Gue harus diatur gini? Semua orang seolah-olah udah nyiapin jalan buat Gue. Sekolah, jodoh, masa depan. Gue tinggal nurut. Tapi apa Gue bahagia.

Gue tarik nafas panjang. Jujur aja, Gue nggak pernah merasa segampang itu nyaman sama Darly. Dia sopan, dia perhatian. tapi selalu ada jarak. Hubungan kami terasa formal, kayak rapat kerja.

Tapi sama Adrian?

Baru berapa kali ketemu, dia bisa buat Gue ketawa tanpa alasan. Dia bisa buat Gue lupa sama semua beban, cuma dengan gaya anehnya. Bahkan mie instan di parkiran cafe tadi pun bisa jadi lebih menyenangkan.

Dan sekarang, setelah Mama ngomong gini, Gue akui, Gue malah makin sadar... jauh lebih nyaman sama Adrian.

Tapi Gue juga sadar, rasa nyaman itu salah. Salah di mata semua orang, salah di mata dunia yang udah nyiapin jodoh Gue.

Kenapa harus gini sih? Mata Gue panas, tapi air mata nggak keluar.

Gue kepikiran kata-kata Adrian tadi. Kalau lo udah anggap Gue teman. Gue bakal selalu ada tanpa perlu lo hubungi.

Entah kenapa kalimat itu malah buat hati Gue makin sesak. Apa dia ngomong gitu karena dia tau Gue bakal kehilangan dia? Apa malam ini beneran jadi terakhir kali Gue ketemu dia?

Gue tutup wajah pakek bantal. Pusing. Semua kayak muter di kepala. Darly, Mama Adrian... hidup Gue kayak puzzle yang nggak cocok.

Tok... tok... tok...

Gue kaget. Baru aja mau tenggelam dalam pikiran sendiri, tiba-tiba ada suara ketukan pelan di pintu kamar. Gue buru-buru duduk, merapikan bantal biar nggak kelihatan habis Gue pakek buat nutup wajah.

"Alya, boleh Papa masuk?" suara Papa terdengar lembut dari luar.

Gue tarik nafas panjang. "Masuk aja, Pa."

Pintu terbuka perlahan, dan Papa muncul dengan senyum tipis di wajahnya. Tangannya bawa nampan kecil berisi dua gelas. Uap hangat mengepul dari cairan coklat kemerahan di dalamnya.

"Papa buat susu jahe. Katanya bagus buat nenangin pikiran." Papa naruh gelas itu di meja samping tempat tidur, lalu duduk di kursi dekat ranjang Gue.

Gue meraih gelas itu perlahan. Hangatnya nembus telapak tangan Gue, buat sedikit nyaman. Tapi hati Gue masih sesak.

Papa memandang Gue lama sebelum akhirnya buka suara. "Papa ngerti kamu lagi nggak enak hati. Mama barusan agak keras sama kamu."

Gua cuma diam, nyeruput sedikit susu jahe itu. Rasanya pedas manis, buat tenggorokan hangat.

"Kamu tau kan... semua yang kami lakukan itu demi kebaikan kamu. Kami cuma ingin masa depan kamu jelas. Kamu itu anak perempuan satu-satunya. Kami nggak mau kamu susah."

Kata-kata Papa buat dada Gue makin berat. Gue letakin gelas pelan-pelan di meja, lalu menatap mata Papa. "Pa, aku ngerti. Tapi jangan salah sangka. Aku sama Adrian nggak ada apa-apa. Dia cuma... dia cuma traktir aku makan, dan nolongin aku ngantar pulang."

Papa mengganggu pelan, senyumnya tetap terjaga. "Papa percaya sama kamu. Papa tau kamu nggak mungkin macam-macam. Tapi, Nak..." suaranya menurun, lembut tapi tegas, "Orang lain belum tentu liatnya begitu. Satu kali mereka salah paham, nama baik kamu bisa hancur. Dan itu yang Papa khawatirkan."

Gue mau gigit bibir. Rasanya pengen nangis, tapi Gue tahan. "Kenapa si, Pa? Kenapa hidup aku kayak selalu diatur? Kayak aku nggak bisa pilih sendiri apa yang buat aku bahagia."

Papa menarik nafas panjang, lalu menepuk tangan Gue. "Papa ngerti perasaan kamu. Tapi kadang yang buat bahagia itu bukan selalu yang terbaik buat masa depan. Darly itu pilihan yang tepat. Dia bisa jaga kamu, bisa kasih kamu ketenangan. Percayalah, nanti kamu juga akan merasa nyaman sama dia."

Gue mengangguk pelan, cuma biar Papa berhenti ngomong. Tapi di dalam hati, sesaknya malah makin jadi.

Karena Gue tau, rasa nyaman itu udah Gue temuin, dan bukan sama Darly.

1
Susi Andriani
awal baca aku suka
Siti Nur Rohmah
menarik
Siti Nur Rohmah
lucu ceritanya,,,🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!