Setelah kematian ayahnya, Renjana Seana terombang-ambing dalam kehidupan tak terarah, gadis yang baru menginjak umur 20 an tahun dihadapkan dengan kehidupan dunia yang sesungguhnya disaat ayahnya tidak meninggalkan pesan apapun. Dalam keputusasaan, Renjana memutuskan mengakhiri hidupnya dengan terjun ke derasnya air sungai. Namun takdir berkata lain saat Arjuna Mahatma menyelamatkannya dan berakhir di daratan tahun 1981. Petualangan panjang membawa Renjana dan Arjuna menemukan semua rahasia yang tersimpan di masa lalu, rahasia yang membuat mereka menyadari banyak hal mengenai kehidupan dan bagaimana menghargai setiap nyawa yang diijinkan menghirup udara.
by winter4ngel
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wahyu Ela Safitri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak konglomerat
Suara cicitan burung dari belakang rumah terdengar sangat nyaring, embun yang masih menutupi setengah penglihatan akibat hujan yang terus turun semalam. Tidak ada suara kendaraan atau mesin pabrik yang sudah beroperasi sejak dini, hanya suara alam yang menemani mata terbuka. Indahnya berada di desa itu adalah kehidupan alamnya yang masih terjaga, walaupun akses kemanapun sulit dan pelayanan pemerintah kurang, tetapi berada disini untuk menghindari hiruk pikuk tuntutan kehidupan adalah pilihan yang tepat, rumah yang saling berjauhan di isi tanaman belukar dan pohon-pohon, bukan rumah yang hanya berjarak 30 cm hingga bisa mendengar dengusan pemilik sebelah.
Mata Renjana terbuka, tidak ada cahaya masuk sebelum gadis itu membuka jendela yang berada di sebelah kiri kepalanya. Di luar seharusnya matahari sudah naik tapi udaranya masih terasa dingin, perutnya yang sudah berbunyi membawa langkah kaki Renjana keluar kamar. Terlihat Arjuna yang sudah berada di depan rumah melihat keadaan di luar dengan santai bersama segelas teh hangat, gadis itu duduk di sebelah Arjuna.
“Pagi...” sapa Arjuna tanpa melihat ke arah Renjana, pria itu masih menikmati kegiatan pagi indahnya melihat pemandangan di luar.
“Pagi, ngapain disini?.” Renjana bahkan belum mencuci wajahnya, tapi entah kenapa saat melihat cermin, Renjana selalu merasa kalau dirinya cantik sehabis bangun tidur di pagi hari.
“Mau ngapain lagi kalau nggak nyantai.”
“Dipikir-pikir kamu nggak pernah cerita tentang hidupmu.” Ucapan Renjana menghentikan kegiatan Arjuna yang sedang minum teh.
“Itu-.”
“Aku belum tau alasanku ada disini, tapi aku punya tujuan berada di sini. Bagaimana denganmu? Apa kamu tidak ingin tahu apapun mengenai keluargamu?.”
Arjuna tersenyum, “Yang seharusnya terjadi akan tetap terjadi kan? Aku tidak mau berusaha seperti yang kamu lakukan.”
“Apa? Apa yang terjadi?.”
“Aku akan menceritakannya setelah kita dekat.” Arjuna beranjak dari duduknya, “Hari ini kita ke pasar membeli biji-bijian, setelah itu membersihkan halaman sebelum gelap, ntar bagi tugas.” Arjuna masuk kedalam rumah.
“Siapa juga yang mau dekat sama dia.”
Arjuna melongokkan kepalanya keluar mendengar celetukan Renjana, “Awas aja kalo baper, aku ga mau tanggung jawab.”
“Apaan sih! Pergi sana.”
Arjuna hanya tertawa kecil kemudian melanjutkan langkahnya, “Aku isikan air, mandi sebelum keluar!.” Teriak Arjuna dari dalam rumah.
Setelah siap dengan penampilan yang sama seperti sebelumnya, mereka berdua berjalan kaki menuju ke pasar atas petunjuk yang Renjana arahkan, sebenarnya Renjana juga bingung Arjuna asalnya darimana, kalau dia bukan orang sini pantas tidak tau, tapi Renjana tinggal di area ini sejak kecil, walaupun bukan anak yang sering main di luar rumah, tapi dia tau jalan daerah sini lebih baik ketimbang Arjuna.
“Kamu asalnya darimana sebelum ada disini?.”
Arjuna menoleh ke arah Renjana yang terengah karena berjalan cukup jauh.
“Kota.”
Renjana menganggukkan kepala, wajar jika Arjuna berasal dari kota dan tidak tau apapun soal daerah ini.
“Aku lama tinggal di Bandung, baru balik kesini setelah lulus kuliah karena nenek dan kakek mulai sakit-sakitan dan tidak ada yang menjaganya.”
“Ohhh maaf ya gara-gara aku, kamu jadi ikutan terdampar disini.”
“Udah takdirnya, mau gimana lagi.”
Benar yang dikatakan Arjuna, mereka ada disini pasti memiliki alasan walaupun apapun itu alasannya masih tidak bisa diterima oleh akal.
“Itu pasarnya!.” Renjana menunjuk keramaian yang sedang mendebatkan barang jualan dengan pembeli, hawa pasar yang masih terasa sangat antik. Mereka menjual berbagai macam barang yang sudah jarang ditemukan di masa depan, sebenarnya masa depan bergerak lebih maju dengan cepat. Bahkan saat Renjana masih kecil, dia masih merasakan hal-hal tradisional, namun sejak umur 11 tahun keatas, teknologi merambah ke segala penjuru lebih cepat berkali-kali lipat, dalam satu tahun perkembangannya sangat pesat, dari hanya editing menjadi teknologi AI yang kadang di salah gunakan.
Saat sedang memilih biji-bijian yang sekiranya bisa di tanam di halaman sebelah rumah, Renjana melihat pria yang dia kenal, Sadewa yang datang bersama wanita yang belum dilihat sebelumnya, dia juga bukan adik Sadewa, cantik tapi setengah wajahnya ada tanda lahir hitam yang berukuran besar. Gaya anak orang kaya di jaman ini terlihat dari pakaian juga kendaraan yang dipakai, disaat anak lain jalan kaki atau paling jauh naik sepeda ontel, Sadewa menggunakan motor.
“Wahh vibes anak holkay emang beda ya.” Ucap Renjana yang membuat Arjuna melihat arah pandang gadis itu.
“Ayahmu?.”
Renjana mengangguk,
“Siapa yang di belakang?.”
“Nggak tau.”
“Benar ya, anaknya pak Karto jadinya nikah sama anak keduanya pak Djaya.” Perbincangan pembeli lain menarik perhatian Renjana dan Arjuna.
“Bu Sartika mana rela anaknya nikah sama anak orang miskin.”
“Sialan.” Umpat Renjana yang membuat beberapa pembeli melirik ke arahnya, Arjuna yang juga mendengar umpatan Renjana langsung pura-pura batuk sambil menarik Renjana kedekapannya.
“Istri saya kayaknya ga enak badan, jadi berapa semuanya bu?.” Arjuna mengambil kantong plastik yang diberikan berisi biji-bijian yang sudah dia pilih dan memberikan uang pada penjual.
Pria itu langsung mengajak Renjana pergi, mengurus Renjana itu seperti mengurus anak remaja yang punya emosi tidak stabil. Padahal umur mereka sama, tapi melihat Renjana dia tidak begitu dewasa, tapi entah kenapa hal itu malah membuat Arjuna senang, ada hiburan sendiri saat Renjana tantrum.
“Ren! Tolong tahan diri.” Arjuna memegang kedua tangan Renjana sambil menatapnya hangat, memarahi Renjana tidak akan mengubah sikap gadis itu tapi berbeda saat dia berperilaku hangat dan mengatakan baik-baik keinginannya.
“Habisnya sebel banget, mereka nggak tau aja kalau keluarga Sendu bakalan jadi kaya raya di masa depan. Memangnya Bumi ini bergerak lurus, kan bumi berputar, ada kalanya seseorang ada di bawah dan ada kalanya ada di atas.”
Arjuna mengulurkan tangannya, mengusap rambut Renjana lembut. “Aku tau, jadi tahan diri kamu.”
“Dih apaan sih Juna!.” Renjana menepis tangan Arjuna, tapi jelas kalau wajahnya memerah karena malu.
Arjuna melanjutkan kegiatannya menuju lebih masuk kedalam pasar, pasarnya cukup luas, ada bagian dalam juga ada bagian luar. Untuk bagian dalam biasanya banyak menjual barang-barang anti busuk, seperti pakaian, peralatan rumah tangga, dan sejenisnya.
Renjana berhenti disalah satu penjual pakaian, pakaian yang di masa depan dia hanya bisa menemukan bentuk seperti itu di toko thrift, itupun harganya tidak sesuai dengan statusnya yang sudah barang bekas.
“Bagus nggak?.” Renjana mengambil satu dress selutut berbahan jeans, menurutnya pakaian itu sangat lucu, walaupun umur Renjana tidak muda lagi tapi semakin tua dia menjadi suka barang-barang lucu.
“Bagus, kamu mau?.”
“Boleh?.”
“Kenapa enggak, pilih semua pakaian yang kamu inginkan, lagipula kita kesini mau beli baju juga.”
“Beneran nih?.”
“Iya.”
Renjana tersenyum senang dan mulai memilih satu persatu pakaian yang dia inginkan, kalau bayangan semua orang tahun 1980 an adalah tahun berwarna coklat agak menguning, kalian semua salah. Tahun 1981 sama seperti 2022, berwarna, hanya saja mungkin kamera dan alat elektroniknya yang tidak memiliki banyak warna.
Dress selutut, celana pendek, celana panjang, kaos, jaket, pakaian dalam, sandal. Renjana menumpuknya di depan penjual yang kegirangan karena ada pelanggan yang membeli jualannya cukup banyak.
Sedangkan Arjuna hanya tertawa melihat semua barang yang dibeli Renjana, Arjuna juga membeli beberapa potong pakaian pria. Walaupun kemungkinan agak aneh saat dia pakai tapi tidak ada pilihan lain.
“Semuanya 23.500.” penjual memasukkan semua pakaian yang mereka beli kedalam kantong plastik.
Perhatian Arjuna tertuju pada tas ransel yang juga di gantung di sana.
“Ini sekalian bu.” Arjuna mengambil tas itu dan memberikan pada penjual.
“Berarti tambah 5000 mas.”
Arjuna tersenyum dan mengeluarkan lembaran uang 10.000 an berjumlah 3 lembar dan memberikan pada penjual, lalu mendapatkan kembalian sebesar 1500.
Arjuna memasukkan semua pakaian yang mereka beli kedalam tas yang kebetulan cukup untuk pakaian mereka semua. “Mau makan dulu Ren? Kamu kan belum sarapan.”
“Kamu juga belum.”
“Ya udah kita makan dulu.”
Arjuna dan Renjana mendatangi sebuah warung yang terletak di tengah pasar, warung yang lumayan ramai pembeli, kebanyakan pembeli adalah pekerja pasar, tukang angkat barang ataupun penjual yang sejak pagi sudah stay di pasar untuk berjualan. Harganya lebih mahal dari makanan di warung dekat rumah, mungkin karena juga lokasinya yang tempat umum sehingga harganya pun lebih mahal.
Setelah makan, mereka melanjutkan kegiatan membeli barang-barang yang dibutuhkan lain. Arjuna bahkan membeli gitar dengan harga yang tidak murah, Renjana juga membeli kamera analog yang harganya mahal sekelas kamera di jaman itu. Karena perjalanan ke pasar cukup jauh dan mereka tidak mungkin membawa semua barang belanjaan dengan jalan kaki, Arjuna juga membeli sepeda ontel. Sepeda yang mirip dengan milik kakeknya dulu, hanya saja di belakang ada tempat untuk duduk juga, bukan hanya tempat duduk untuk satu orang.