Suami Pengganti Untuk Alea

Arina membawa Alea untuk duduk bersantai di dekat kolam berenang di belakang rumah. Meninggalkan para orang tua yang sibuk membicarakan tentang bisnis.

"Alea, kamu tidak perlu khawatir tentang Kak Rean, selama di tempat kerja selalu aku awasi. Aku juga gak mau kalo sampe dia kembali sama ulat bulu itu"

Alea tersenyum, dia menoleh pada Arina yang duduk di kursi sampingnya, terhalang meja bundar. "Terima kasih Arin, kamu sudah begitu baik membantuku. Em, sepertinya mulai sekarang aku tidak ingin menyerah dengan Tuan Rean"

Arina menoleh dan tersenyum lebar mendengar itu. "Ah, baguslah Alea. Kalian memang harus bersama. Pria keras seperti Kak Rean, memang harus di luluhkan sama perempuan seperti kamu. Lembut, tapi cukup berani juga. Aku dengar kamu berani melarang Kak Rean membawa ulat bulu ke kamarnya? Ah, Alea aku benar-benar di pihakmu"

Alea terkekeh lucu melihat Arina yang begitu antusias dengan ucapannya. Tapi memang ada beberapa alasan Alea untuk bertahan, semoga dia bisa benar-benar bertahan dan akhirnya bisa menjadikan pernikahan ini tidak hanya berada di atas perjanjian saja.

"Doakan saja aku bisa ya, Arin"

"Siap Lea, pokoknya kalo ada apa-apa kamu bilang saja sama aku. Pasti aku akan membantu"

Alea hanya tersenyum saja. Mereka banyak mengobrol, beberapa hal dan topik yang menjadi obrolan kali ini. Rasa dingin yang menusuk ke kulit, merek abaikan.

"Cepat masuk, kau mau sakit terus berada diluar dengan pakaian ini"

Arina dan Alea langsung menoleh pada seseorang yang tiba-tiba muncul. Arina menahan senyumnya meski itu tidak berhasil.

"Kak Rean, kalo mau perhatian gak usah pakai kata-kata yang judes kayak gitu dong. Biasa aja" ucap Arina dengan menaikan alisnya menggoda Kakak sepupunya.

"Diam kau!"

Arina langsung melipat bibirnya rapat-rapat. Tapi tetap tersenyum saat Rean meraih tangan Alea dan membawanya masuk ke dalam rumah.

"Kau cepat masuk Arin, acara akan segera dimulai"

"Baik Kak" teriak Arina sambil tertawa tanpa suara agar tidak terdengar oleh Rean dan mendapatkan kemarahan pria itu. "Ah, sepertinya Kak Rean mulai membuka hati deh. Baguslah"

Mereka kembali ke dalam rumah saat waktunya untuk tiup lilin bagi Ibu Yulita. Alea berdiri di dekat suaminya, sesekali Alea melirik ke arah suaminya yang berdiri tegap. Mengingat hari ini banyak hal yang dilakukan oleh Rean untuknya. Dan itu membuat Alea sedikit merasa hangat.

Aku pikir dia tidak sedingin itu, buktinya dia masih begitu perhatian padaku.

Setelah Ibu Yulita selesai meniup lilin dengan segala permohonan sebelumnya. Papa Chris memberikan hadiah selembar cek kosong yang bisa di isi berapapun oleh istrinya ini.

"Apa-apaan ini Pa? Benar-benar tidak ada usahanya untuk memberikan aku hadiah"

"Ambil saja Sayang, daripada aku salah membelikanmu hadiah. Sebaiknya aku berikan uangnya saja. Kamu tinggal beli saja apa yang kamu mau"

Semua orang menertawakan cara Papa memberikan hadiah pada istrinya. Memang Papa Chris adalah orang yang tidak mau ribet, apalagi jika dia sampai salah memberikan hadiah untuk istrinya. Maka lebih baik memberikan uang agar istrinya bisa beli apapun yang dia inginkan.

Semua orang memberikan hadiah yang mewah dan mahal untuk Ibu Yulita. Sementara dari Rean sendiri membelikan satu set perhiasan untuk Ibu tercintanya. Disini, Alea tiba-tiba merasa rendah. Dia hanya membelikan sebuah dompet sederhana yang tidak bisa dibandingkan dengan pemberian semua orang. Tapi meski begitu, dia tulus memberikan hadiah ini untuknya.

"Ibu, maaf ya Alea hanya bisa memberikan ini untuk Ibu. Semoga Ibu sehat selalu, panjang umur dan selalu mendapatkan kebahagiaan"

Ibu Yulita mengambil paper bag dari menantunya ini. Dia tersenyum lembut. "Terima kasih Sayang, Ibu senang dengan kamu hadir disini. Apalagi nanti kamu akan memberikan cucu untuk Ibu, itu sudah menjadi hadiah terbesar bagi Ibu"

Alea mengangguk sambil tersenyum, dia memeluk Ibu mertunya dengan lembut. Pelukan seorang Ibu yang Alea rindukan sejak orang tuanya meninggal.

"Kalian menginap saja, sudah malam juga" ucap Papa Chris.

Alea terdiam, melirik Rean yang tidak memberikan penolakan apapun. Padahal, Alea sudah bingung bagaimana caranya menolak. Karena jika mereka menginap disini, maka hanya akan di sediakan satu kamar tidur. Sementara mereka hanya pernah tidur bersama ketika Rean mabuk malam itu. Dan Alea yakin, Rean pasti sangat tidak ingin tidur satu kamar dengannya waktu itu, jika bukan karena dia mabuk dan hampir tidak sadarkan diri.

"Ibu sudah siapkan kamarnya, kalian istirahat sekarang. Apalagi kamu Alea, harus banyak istirahat kalau sedang hamil. Biar bayi kamu juga sehat"

"I-iya Bu"

Semua orang berpisah untuk beristirahat, Alea hanya diam menunggu suaminya pergi. Karena dia tidak tahu di kamar mana mereka akan tidur. Alea melirik Rean yang masih berdiri diam dengan memainkan ponsel.

Ah, mungkin dia enggan untuk tidur satu kamar denganku.

"Ayo ikut aku" Rean menarik tangan Alea ke lantai atas. Alea menatap lengannya yang berada dalam genggaman tangan suaminya. Ada kehangatan yang masuk ke dalam relung hati Alea. Jantungnya berdebar lebih kencang.

Rean membuka pintu kamar, Alea ikut masuk karena suaminya juga belum melepaskan genggaman tangannya. Ruang kamar yang luas, dengan satu kamar berukuran besar, satu sofa panjang di dekat jendela.

"Aku tidur di sofa saja" ucap Alea, dia cukup sadar diri.

Rean berbalik dan menatap istrinya dengan matanya yang tajam. "Kau tidak ingin tidur denganku? Atau kau takut aku melakukan hal lebih padamu? Haha.. Tenang saja Alea, aku mana mungkin tertarik dengan tubuhmu. Lagian kau bukan perempuan yang aku inginkan"

Alea mengerjap kaget, hancur sudah semua harapan dan apa yang ada dalam pikirannya seharian ini. Mengira jika semua perlakuan Rean adalah sebuah bentuk peduli padanya. Namun, nyatanya dia salah menafsirkan semua itu.

"Kita tidur satu ranjang, tidak masalah. Bukankah saat aku mabuk, kau juga membawaku ke kamarmu dan tidur satu ranjang?"

"Ah, baiklah"

Akhirnya Alea juga tidak banyak membantah.

"Pergi bersihkan dirimu dan berganti pakaian. Ibu pasti sudah menyiapkannya, cari saja baju ganti di lemari"

"Ah, baik Tuan"

Alea segera pergi ke ruang ganti, mencari baju di lemari besar itu. Tapi tidak seperti yang diucapkan suaminya. Tidak ada baju untuknya. Alea jadi bingung sekarang. Dia mengambil saja satu kaos milik Rean.

Ketika selesai mandi, Alea menggunakan kaos kebesaran yang panjangnya berada di tengah paha. Membuat kulit putihnya terlihat begitu jelas. Bagian lengan pun dia gulung beberapa kali karena panjang dan kebesaran.

"Aduh, ini gak papa aku begini? Ah, tapi mau tidur juga, nanti tertutup selimut"

Bersambung