NovelToon NovelToon
Bukan Istri Bayangan

Bukan Istri Bayangan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu / Dokter
Popularitas:586.2k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Puspita

Bertahun-tahun memendam cinta pada Bagaskara, Aliyah rela menolak puluhan lamaran pria yang meminangnya.

Tak disangka, tepat di hari ulang tahunnya, Aliyah mendapati lamaran dari Bagaskara lewat perantara adiknya, Rajendra.

Tanpa pikir panjang Aliyah iya-iya saja dan mengira bahwa lamaran itu memang benar datang dari Bagaskara.

Sedikitpun Aliyah tidak menduga, bahwa ternyata lamaran itu bukan kehendak Bagaskara, melainkan inisiatif adiknya semata.

Mengetahui hal itu, alih-alih sadar diri atau merasa dirinya akan menjadi bayang-bayang dari mantan calon istri Bagaskara sebelumnya, Aliyah justru bertekad untuk membuat Bagaskara benar-benar jatuh cinta padanya dengan segala cara, tidak peduli meski dipandang hina ataupun sedikit gila.

.

.

"Nggak perlu langsung cinta, Kak Bagas ... sayang aja dulu nggak apa-apa." - Aliyah Maheera.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 11 - First Kiss

Belum juga reda luka kecil di jemari kanan akibat memarut kelapa tadi, kini Aliya kembali membuat ulah.

Kali ini bukan karena ceroboh, melainkan karena terlalu panik saat sebuah gelas terjatuh dari genggamannya hingga pecah berantakan di lantai.

Tanpa pikir panjang, ia langsung berjongkok dan berusaha membersihkan pecahan itu dengan tangannya sendiri.

Bibirnya digigit resah, khawatir Bagaskara akan marah melihat lantai penuh serpihan kaca. Namun, alih-alih menggunakan sapu, Aliya justru meraih satu per satu pecahan dengan jemari rapuhnya. Tak heran jika kulit tangannya kembali tergores dan mengeluarkan darah tipis.

Suara helaan napas panjang terdengar. Bagaskara berdiri tak jauh darinya, menatap dalam diam sebelum akhirnya berdecak pelan. “Sudah kukatakan jangan, kenapa kamu begitu keras kepala? Hah?!”

Nada bicaranya terdengar kasar, lebih karena campuran jengkel dan khawatir. Aliya sontak menunduk, merasa bersalah, tapi entah mengapa bibirnya tidak bisa menahan senyum tipis.

“Duduk diam di sana apa susahnya?” lanjut Bagaskara, kini dengan suara meninggi.

Aliya tidak membantah. Meski dimarahi, hatinya justru berdebar. Sebab di tengah kemarahan itu, genggaman erat Bagaskara di pergelangan tangannya terasa begitu nyata. Ia menatap tangan besar yang melingkari pergelangannya dengan perasaan sulit dijelaskan.

Selang beberapa detik, sesuatu yang tak pernah ia bayangkan benar-benar terjadi. Bagaskara membawa jemari Aliya ke dekat wajahnya, lalu tanpa peringatan ia menunduk dan menghi-sap luka kecil di jari itu. Aliya terdiam, pandangannya tak beranjak sedikit pun dari sosok suaminya. Hanya ada satu hal di kepalanya, Bagaskara.

“Tunggu di sini.” Ucapannya singkat, penuh penekanan. Aliya hanya bisa mengangguk patuh.

Dia menunggu dalam diam, sementara Bagaskara berjalan pergi sejenak lalu kembali membawa kotak P3K. Gerakan tangannya tegas namun telaten saat membersihkan luka, dan Aliya merasa seolah sedang bermimpi. Adegan yang selama ini hanya ia khayalkan ketika sendirian, kini benar-benar nyata di depan matanya.

Demi Tuhan, hatinya bahagia bukan main.

“Dan kamu juga aneh,” Bagaskara mulai bicara panjang lebar sambil tetap fokus pada luka di jemari istrinya. “Mata dikasih sepasang, bisa-bisanya nggak dipakai dengan benar. Tangga setinggi itu kamu lewati begitu saja … yang kamu lihat apa sebenarnya, Aliya?”

Aliya hanya terdiam, bukannya mendengarkan ceramah panjang lebar itu, matanya justru terfokus penuh pada wajah tampan Bagaskara yang kini begitu dekat dengannya. Dari jarak sedekat ini, nyaris tanpa celah, justru membuat sosoknya terlihat lebih sempurna lagi.

“Coba lihat lututnya,” perintah Bagaskara tiba-tiba.

Namun bukannya menuruti, Aliya justru salah dengar. Ia refleks membuka mulut, mengira pria itu menyuruhnya membuka mulut untuk dicek.

Bagaskara memejamkan mata sejenak, menghembuskan napas kasar penuh kesal. Tanpa banyak basa-basi, ia langsung membopong tubuh Aliya dan mendudukkannya di atas meja makan.

Aliya ternganga kaget. Duduk di atas meja makan, dengan Bagaskara berdiri tepat di hadapannya, tentu membuat pikirannya salah arah. Dadanya berdegup makin kencang, membayangkan sesuatu yang sebenarnya tidak dimaksudkan suaminya.

“Buka.” Titah Bagaskara singkat, membuat Aliya mengerjap pelan.

Dia menoleh ke kiri dan kanan, memastikan benar-benar tidak ada siapa-siapa, meski ia tahu hanya mereka berdua di rumah.

“Ayo buka ….” Bagaskara menegaskan lagi.

Tanpa pikir panjang, Aliya menurut. “Ah? I-iya, ini aku buka ….” Tangannya gemetar membuka satu per satu kancing kemeja, yakin kalau suaminya menginginkan sesuatu yang intim.

Sampai akhirnya Bagaskara, dengan wajah kesal setengah menahan tawa, menarik celana istrinya sedikit ke atas hingga terlihat lutut yang lebam.

“Oh, lututnya … ngomong yang jelas, Kak. Aku pikir nyuruh buka bajunya.”

Bagaskara menggeleng pelan, menahan diri untuk tidak menegur lebih keras. “Maumu yang begitu,” gumamnya dengan nada rendah.

Sontak Aliya tersenyum nakal. “Ish … memangnya Kakak nggak mau?”

“Enggak,” jawab Bagaskara datar.

“Ah masa? Aku bukain kalau ma—”

Cup

Aliya terhenti, kedua matanya membulat tak percaya saat bibirnya ditutup oleh bibir hangat Bagaskara.

“Eh?” suaranya hanya gumaman kecil, hampir tak terdengar.

“Berisik,” ucap Bagaskara, dingin namun penuh tekanan.

Harapannya, dengan cara itu istrinya bisa berhenti berceloteh. Namun tentu saja, Aliya bukan tipe yang mudah diam.

“Ih? Kakak kiss aku barusan?”

“Ck. Sudah kubilang berisik, masih saja … bisa diam tidak?”

Aliya menahan senyum, pura-pura menurut. “Ehm, bisa. Tapi kiss yang lama dulu, baru aku—hmppp ....”

Kali ini Bagaskara tidak memberi kesempatan lagi. Bibirnya kembali menempel, lebih dalam, lebih lama. Tangan kokohnya terulur, menarik tengkuk leher Aliya dan memperdalam ciumannya tanpa ampun.

Aliya membalas dengan polos, meski sebentar kemudian tubuhnya merasa sesak hingga ia menepuk-nepuk dada suaminya. Barulah Bagaskara melepaskan pagutannya, menatap dengan sorot tajam yang membuat Aliya tercekat.

“Bisa diam sekarang?” suaranya rendah, penuh ancaman halus.

Aliya menelan ludah, wajahnya memerah, namun bibirnya melengkung malu-malu. “Ehm … bi-bisa, Kak Bagas, aku bisa.”

.

.

Sesuai dengan permintaan Bagaskara, Aliya benar-benar diam. Tidak ada satu pun celotehan keluar dari bibirnya. Bahkan saat lutut yang memar itu selesai dibersihkan dan dibalut dengan plester, ia tetap patuh, duduk manis tanpa suara.

Namun hatinya? Tuhan tahu, di dalam sana gemuruhnya seperti badai. Ciu-man panas barusan benar-benar membuat pikirannya tidak karuan.

Napasnya masih belum kembali normal, jantungnya berdetak begitu kencang seolah ingin meledak. Aliya merasa seperti gadis kecil yang baru saja memenangkan undian paling langka dalam hidupnya.

“Selesai, kembali ke kamar sana,” ucap Bagaskara singkat, tanpa menoleh lebih lama padanya.

Aliya mengangguk cepat. Tidak berani menjawab, apalagi membantah. Lidahnya kelu, tubuhnya masih terselimuti rasa hangat yang tadi ditinggalkan Bagaskara di bibirnya. Ia bangkit perlahan, melangkah pelan menuju kamar seperti orang linglung.

Begitu pintu kamar tertutup rapat, barulah Aliya meledak. Semua ekspresi tertahan sepanjang beberapa menit terakhir pecah begitu saja. Ia langsung berlari ke arah tempat tidur, meloncat dengan tubuh ringan seolah tak ingat lagi bahwa lututnya masih perih.

“Aaaaaahhh!!” serunya pelan namun penuh euforia. Ia menutup wajah dengan kedua tangan, berguling ke kanan lalu ke kiri, sebelum akhirnya bangkit duduk lalu kembali meloncat kegirangan.

“Ya Tuhan … beneran dici-um … ci-um! Bukan dikecup doang! Dan tempatnya … bibir!! Oh my God!! Please … ini bukan mimpi, kan?!”

Aliya menepuk-nepuk pipinya sendiri sampai memerah, memastikan apa yang barusan ia alami nyata adanya. Sentuhan Bagaskara di bibirnya, genggaman hangat di tengkuk, tarikan napas kasar yang begitu dekat semuanya nyata.

Aliya tertawa sendiri, lalu kembali menjatuhkan tubuh ke kasur dan memeluk bantal erat-erat. Kakinya menendang-nendang udara dengan heboh, seperti gadis remaja yang baru pertama kali merasakan cinta.

Tak cukup hanya itu, wanita itu benar-benar melampiaskan kebahagiaannya dengan cara konyol. Aliya bangkit, melakukan roll depan dan belakang di atas kasur. Tak ayal, karena itu Rambutnya berantakan, napasnya terengah, tapi wajahnya memancarkan kebahagiaan yang sulit ditutupi.

“Bisa diam sekarang?” Aliya menirukan suara tegas Bagaskara, lengkap dengan ekspresi sok garang.

Setelahnya, wanita itu lalu terkekeh sendiri, jatuh terduduk di tengah kasur sambil memegangi perutnya. “Ah ya ampun! Nggak sia-sia sampai luka di sana-sini kalau hasilnya dikasih first kiss begini!”

.

.

- To Be Continued -

1
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
emang ya umur segitu lagi lucu ²nya..kadang eling kadang kumat🤧🤧
վօօղíҽ̀z࿐༅ɯιƚԋ ʅσʋҽ࿐༅
Jangan ngeledek entar disenggol ngembun kacanya 🙊...
Elu kagak tauuu sihh ada yang gagal lolos pildun 😔...
Ehhh apa hubungannya yaa sama pintu restoran dengan pildun /Sob/..
enur 🍀⚘
kak thor , gimana kalo ada cowok yang menyukai Aliya , biar Bagas sadar bahwa Aliya milik ny ,pen tau gimana cemburu ny Bagas jika ada yang menyukai Aliya 🤭✌
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
tanggung jawab kak Des aku sesegukan ini..😭😭😭😭😭😭😭
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
Heran sama kaum Adam buat mengucapkan kata maaf.tapi susah nya kaya udah minta maaf langsung di sembelih 😤😤
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
sesakit itu Bagas..disaat cinta kita yg tulus dianggap tak berharga 😭😭😭
hyunity
🤣🤣🤣🤣
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
semelow ini kah aku sekarang baca Aliya ngomong gini aja ku 😭😭😭
hyunity
❤️❤️❤️❤️
hyunity
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
Sari Sindanglaya
Bagaskara gengsi mu segede gunung pdhal itu membuat aliya sakit hati... pdhal dlm hatimu mengakui kalo mulai menyayangi atw malahan lebih... jdi turunkan ego mu gk akan mengurangi harga dirimu sbg suami wkwkwk🤣🤣
Dian Isnawati
lanjut
hyunity
🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺🥺
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
merasa km gas kalau selama ini bicara mu irit🤪
*💞 𝘍𝘭𝘰𝘸𝘦𝘳𝘴 💞*
semua lelaki rata² gini ya..KURANG PEKA 🤧🤧
Nurul Aisyah
emang kalo aku jadi Aliya akupun bakalan sakit kayak gitu..cinta sendirian kasian Aliya🥺🥺
Kartu Biru
💪💪 tetep semangat
Maya Hendra Ha'is
karya tulis author Desy Puspita selalu aku suka sedari awal aku membaca dan mengenal novel²nya..love you secakrawala Thor ❣️💙
Maya Hendra Ha'is
dokter kan hanya profesi tapi Aliya kan seorang wanita yang punya hati dan perasaan dimana dirinya diposisi seorang istri yang bisa juga merasakan sakit,sedih karena cintanya pada Bagaskara 🥰
Herlina Yus warkop
jaeabban yg sa gat cerdas good Aliya🤣🤣🤣🤣🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!