"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
perdebatan kecil
Sangat pagi-pagi sekali Alvan dibuat cemburu karena yang Ana dahulukan adalah Rey. Biasanya Ana akan terus memaksa suaminya itu untuk segera mandi. Sekarang, melihat keberadaan istrinya itu sudah tidak ada di kamar.
Alvan segera turun dan mencari keberadaan sang istri. Dilihatnya Ana tengah memandikan Rey bersama pembantu lainnya.
"Sayang."
"Iya?" Tanya Ana tanpa menatap, lebih tepatnya perempuan itu masih fokus memandikan Rey.
"Itu dikamar ada apa ya?"
"Memangnya ada apa A'?"
"Coba deh kamu lihat dulu." Ana mengangguk, ia langsung menyerahkan Rey pada bi Iyem. Berjalan mengekori suaminya untuk melihat keadaan kamar yang dimaksud Alvan.
Lain dengan Alvan yang memilih duduk dipinggiran kasur. Ia terkekeh melihat istrinya kebingungan mencari sesuatu. Padahal, Alvan hanya mengasal soal ucapannya tadi. Niatnya hanya ingin membuat Ana supaya memanjakannya sebelum berangkat ke kantor.
"Sebenarnya ada apa A'?" Ana kelimpungan sendiri mencari sesuatu yang tak berwujud. Kesalahan fatalnya adalah kenapa ia tak bertanya pada suaminya tentang apa yang seharusnya ia cari?
"Nggak ada." Tangan kekar Alvan langsung menarik lengan istrinya supaya lebih dekat dengannya.
Tak sampai disitu, Alvan memeluk istrinya yang keadaannya masih berdiri, alhasil dirinya yang duduk hanya sampai memeluk pinggang dan mengecup i perut rata milik Ana yang belum ada isinya. Ana yang mengetahui kalau dirinya ditipu langsung mengusap rambut Alvan gemas.
"Udah kesiangan. Sekarang Aa' mandi dulu, biar Ana siapkan dulu bajunya." Ujar Ana melepas tangan kekar Alvan yang melingkar di pinggangnya
"Rey aja dimandiin, masa Aa' nggak?"
Ana menggeleng penuh heran pada suaminya yang akhir-akhir ini sering minta dimanja. "Itu karena masih bayi. Udah ah, sekarang Aa' siap-siap habis itu langsung turun ke bawah." Ujarnya mendorong pelan tubuh Alvan agar segera bangkit dan bersiap-siap.
"Peraturan baru, selama Aa' dirumah waktu kamu hanya untuk Aa' seorang. Kalau Aa' diluar, baru kamu boleh sepuasnya sama Rey."
"Tergantung keadaan A'."
🍃🍃🍃
Setelah menemani Alvan sarapan, Ana langsung menyiapkan berkas yang akan Alvan bawa ke kantor. Ana langsung menyambar tangan Alvan untuk ia cium punggung tangannya. Sedangkan Alvan langsung menarik tengkuk Ana untuk ia cium kening, pipi, hidung dan berakhir mengecup singkat bibir Ana.
"Jaga pandangan. Jangan suka liat perempuan cantik di kantor." Ujar Ana memperingati
"Kenapa, yang? Daripada liat cewek jelek nambah dosa, mending liat cewek cantik lah." Sahut Alvan yang langsung mendapat cubitan diperutnya
"Nggak boleh, semua itu dosa."
"Lah bener kan, yang? Liat cewek cantik tuh nikmat kecuali kalau ada niat memiliki baru dosa. Kalo jelek, liat awal aja udah maki-maki dalam hati. Apalagi kalau mantengin sampe nggak kedip, isi hati Aa' berubah jadi maki-maki an." Terang Alvan yang membuat Ana langsung diam
Ana meremas ujung jas Alvan, membuat Alvan tertawa dan langsung memeluknya. "Nggak, sayang. Aa' nggak akan berpaling kok. Dapetin kamu aja susah payah, masa Aa' cari cewek lagi yang justru ngebuat Aa' jadi hilang arah."
"Awas kalau Aa' ketauan lirik perempuan, Ana tendang Aa' dari lantai dua."
"Jangan dong, sayang." Alvan tertawa mendengarnya. Meskipun kenyataannya tidaklah mungkin jika Ana menendangnya apalagi dari lantai dua.
Melihat jam menunjukkan setengah delapan pagi, Alvan segera berpamitan pada istri tercintanya itu. Segera masuk kedalam mobil dan meninggalkan pekarangan rumah.
Kembali pada tiga pembantu dirumah, Ana dan ketiga pembantu itu tengah Ayik menonton sinetron di ruang tengah. Ditambah Rey yang suka tidur, jadi mereka mengisinya dengan menonton tv.
"Nyonya, ini kami tidak apa-apa kalau ikut nonton tv?" Tanya bi Iyem ragu
"Nggak papa, bi. Kalau udah satu rumah berarti termasuk keluarga. Jangan sungkan-sungkan ya kalau ada butuh sesuatu. Kalau Ana menyanggupi, in sha Allah Ana bantu."
"Makasih atuh nyonya, bibi jadi Ndak enak hati." BI asih ikut menjawab
"Nyonya kapan mau hamil lagi? Kalau cuma den Rey, mana seru atuh. Kurang ramai." Tanya bi Minah iseng dan langsung disambut tawa kecil ketiga perempuan itu
"Rey bukan anak Ana dan Aa'. Doakan aja ya bi, semoga perut Ana lekas ada isinya."
"Aamiin, pasti atuh nyonya. Kami akan selalu doakan yang terbaik buat keluarga tuan Alvan."
"Jangan panggil nyonya ya, bi. Panggil mbak aja ya. Saya nggak enak, masa iya saya di muliakan sama seseorang yang lebih tua dari saya."
"Aduh, neng. Bibi mah nggak enak hati atuh kalau nggak manggil nyonya. Nyonya kan majikan bibi."
"Nggak papa, bi. Kita sama-sama perempuan yang derajatnya nggak diatas ataupun dibawah. Semua sama, hanya umur yang menjadi pembeda. Yaudah, sekarang bantu Ana siapin makan siang ya. Soalnya nanti orang tua Ana mau datang." Ketiga perempuan berstatus asisten itu mengangguk patuh dengan apa yang di ucapkan Ana
🍃🍃🍃
"Na, ibu nitip arsyila." Ujar Ida dengan menyerahkan anak bungsunya itu pada Ana
"Wih, arsyila udah gede ya. Udah bisa jalan, udah bisa ngomong." Balas Ana yang langsung membawa arsyila ke depan. Menghampiri Ahmad yang menggendong Rey sembari mengobrol dengan Alvan.
"Babah." Arsyila mengeluarkan suara memanggil Ahmad. Ahmad tersenyum manis tanda respon kearah putri bungsunya itu
"Loh, yang. Kamu ganggu Aa' yang lagi ngobrol serius sama Abah."
"Ngobrolin apa A'?" Tanya Ana terlihat kepo dan ingin tahu pembahasan Alvan dan Abah
"Masalah laki-laki, sayang. Kamu masuk ya, kumpul sama ibu dan yang lain."
Dengan penuh terpaksa, Ana kembali masuk kedalam. Ikut nimbrung bersama ibu dan bibi di dapur. Dilihatnya ibu dan bibi sedang meracik sesuatu, Ana hanya diam melihat sembari memainkan pipi arsyila yang gembul.
"Bu."
"Apa, na?"
"Kapan ya Ana punya anak sendiri?"
"Sabar, sayang. Tetap semangat dan pantang menyerah. Insyaallah bentar lagi kamu hamil kok."
Ana menghela nafas kemudian beristighfar dalam hati. Tidak apa, berarti Allah masih punya rencana lain untuk Ana bisa hamil.
🍃🍃🍃
Setelah sholat isya berjamaah, semua kumpul diruang makan untuk makan malam bersama. Mengobrol ria dan bercanda tawa. Mengisi malam yang sepi dengan canda tawa yang sederhana.
"Permisi tuan, ini minumnya." Mi Minah meletakkan dua minuman dengan rasa yang berbeda
Ahmad, Ida dan ketiga asisten itu tersenyum jahil menikah Alvan dan Ana meminumnya tanpa sisa. Bi Asih dan bi Iyem segera membereskan meja makan, sedangkan bi Minah langsung mengambil alih Rey yang ada di gendongan Ana.
"Ini minuman apa, bi? Kok Ana nggak pernah minum yang kayak gini? Ini bukan jus kan?"
"Itu minuman yang bagus untuk kesehatan kamu." Ida bersuara, dalam hati ibu dengan dua anak itu tertawa gemas pada putrinya yang sudah berstatus istri.
Ana pun tak lagi menjawab. Ia segera menghampiri bi Minah dan mengambil alih Rey, tetapi Ida mencegahnya.
"Rey biar sama ibu. Kalau mau istirahat, duluan aja nggak papa. Lagipula sebentar lagi ibu sama Abah mau pulang. Rey biar sama bi Minah. Kalian berdua langsung istirahat, kasian itu nak Alvan kecapean karena seharian belum istirahat." Ujar Ida, Ana mengangguk patuh
Alvan dan Ana segera pamit untuk istirahat duluan. Kedua sepasang kekasih itu segera masuk kedalam kamar. Entah kenapa begitu masuk kedalam kamar, suasana malam kali ini menjadi sangat gerah dan panas. Ana bergerak untuk mengatur AC supaya keadaan tidak terlalu panas.
Ana berjalan menuju almari, berniat untuk mengganti bajunya dengan piyama. Namun kain piyama itu terasa panas. Hingga akhirnya Ana memilih untuk memakai baju longgar nan tipis. Sedangkan Alvan membiarkan tubuh atasnya terlihat, ia hanya mengenakan celana selutut.
Ketika Ana hendak melangkah menuju kamar mandi, tiba-tiba tubuhnya digendong Alvan. "Parasmu membangunkan si jantan Aa', sayang." Bisiknya dengan membaringkan tubuh Ana ke kasur. Dengan gerakan cepat Alvan langsung menarik selimut untuk menutupi kegiatan malam keduanya yang teramat panas.
🍃🍃🍃
Bi Minah, BI asih dan bi Iyem menatap pintu kamar majikannya yang belum ada tanda-tanda keluar dari kamar. Ketiga asisten itu saling tukar pandang dan berakhir menggosip.
"Semalam masuk kamar jam berapa, Yem?" Tanya bi Asih pada bi Iyem
"Jam delapan kalau nggak salah."
"Resep kamu kuat sampai berapa jam, nah?"
Bi Minah terkekeh. "Itu resep jamu kuat paling ampuh, yang dipercaya orang kampung bisa tahan sampai dua puluh empat jam."
Bi Asih dan bi Iyem menganga. "Waduh! La bahaya iki. Kas-"
"Selamat pagi bibi, hari ini mau masak apa? Biar Ana bantu." Ujar Ana tiba-tiba muncul diantara tiga asisten itu yang tengah menggosipkan dirinya
Ketiga asisten itu langsung berpencar. Melaksanakan tugasnya masing-masing, hingga tersisa bi Minah yang cengengesan menatap Ana.
"Rencananya mau buat sup buntut. Tapi, kalau nyonya mau bantu, sok atuh buat menu yang lain."
"Yaudah, Ana buat nasi goreng buat Aa' dulu. Bi Minah buatin telur mata sapi ya."
"Baik, nyonya."
Di ujung tangga ada Alvan yang sudah rapi dengan setelan jas. Lelaki itu berjalan keruang makan dan menatap Ana yang sibuk dengan masakannya. Bi Minah segera menyiapkan kopi untuk Alvan.
"Nyonya, biar bibi yang lanjutin. Itu tuan udah nungguin."
"Nggak apa-apa bi. Bentar lagi selesai kok."
Ana meletakkan satu porsi nasi goreng ke piring. Membawanya ke arah Alvan yang masih setia menatapnya. Ana menyodorkan sendok ke arah Alvan, niat hati ingin makan sepiring berdua.
Menutup sarapannya dengan segelas kopi dan susu, Ana menatap suaminya yang terus tak henti menatap dirinya sembari tersenyum. "Udah kenyang, A'?"
"Masyaallah sayang. Gulanya tumpah ini." Ujar Alvan dengan mengelus pipi Ana pelan
"maksudnya?"
"Kenapa kamu bisa semanis ini, hm?"
Ana menoleh kearah samping, menyembunyikan wajahnya yang kini sudah seperti kepiting rebus. Sedangkan Alvan langsung menciumi muka Ana tanpa diminta.
"Udah ya, Aa' Berangkat dulu."
"Hati-hati A'."
🍃🍃🍃
"Nyonya, jamu buatan bibi semalam enak tidak?" Tanya bi Minah iseng
"Oh, semalam itu semacam jamu ya?" Tanya Ana, bi Minah mengangguk sebagai jawaban. "Pantesan." Lanjutnya
"Pantes kenapa nyonya?"
Ana terkekeh pelan. "Nggak papa."
Ana menghampiri bi Iyem yang tengah menjemur Rey di terik matahari yang sangat bagus bagi tubuh Rey. Ana mengambil alih Rey dari gendongan bi Iyem. Biar sekalian Ana juga mendapat vitamin D dari matahari di pagi hari.
Sekelebat Ana melihat ada seseorang diatas pohon yang mengintip kegiatannya. Ana yang pada dasarnya sedikit takut memilih untuk masuk kedalam rumah saja. Ana langsung meminta semua asistennya untuk menutup pintu dan jendela.
"Ada apa nya? Kenapa ditutup semua?" Tanya bi Asih ikut khawatir ketika melihat ana yang sepanik itu.
"Tadi ada orang yang mengawasi kegiatan Ana sama Rey, bi. Ana takut kalau sampai terjadi sesuatu sama Rey." Ujar Ana terlihat sangat panik.
"Tenang nyonya, mungkin orang itu lagi metik buah terus nggak sengaja liat nyonya. Jadinya liatin nyonya. Soalnya Bi asih sering gitu. Malahan bi asih ngobrol sama orang itu." Balas bi asih membuat ana membuang nafas lega
Ana pun meminta asistennya untuk memandikan Rey. Karena Ana mau keluar jalan-jalan bersama Rey. Dirinya segera bersiap-siap dengan segala fashion yang sudah ia persiapkan.
Mengingat kejadian semalam membuat Ana tersenyum hangat. "Ya Allah, semoga setelah ini aku bisa memiliki keturunan."