Bukan kita menginginkan lahir ke dunia ini. Bukan kita yang meminta untuk memiliki keadaan seperti ini.
Sudah bertahan begitu lama dan mencoba terus untuk bangkit dan pada kenyataannya semua tidak berpihak kepada kita?
Aira yang harus menjalani kehidupannya, drama dalam hidup yang sangat banyak terjadi dan sering bertanya siapa sebenarnya produser atas dirinya yang menciptakan skenario yang begitu menakutkan ini.
Lemah dan dan sangat membutuhkan tempat, membutuhkan seseorang yang memeluk dan menguatkannya?
Bagaimana Aira mampu menjalani semua ini? bagaimana Aira bisa bertahan dan apakah dia tidak akan menyerah?
Lalu apakah pria yang berada di dekatnya datang kepadanya adalah pria yang tulus yang dia inginkan?
Mari ikutin novelnya.
Jangan lupa follow akun Ig saya Ainuncefenis dan dapatkan kabar yang banyak akun Instagram saya.
Terima kasih.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ainuncepenis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 11 Perjalanan Menyenangkan.
Hujan deras itu yang akhirnya berhenti juga. Arfandi yang berpamitan untuk pulang diantar oleh Aira sampai ke mobilnya dengan mobil Arfandi yang akhirnya sudah selesai diperbaiki yang dibantu pihak bengkel.
"Makasih Aira atas tempat berteduhnya dan juga makanannya. Aku sangat berharap lain kali bisa bertemu dengan Mama kamu dan makan tahu isi buatannya kembali," ucap Arfandi.
"Mungkin lain kali," ucap Aira.
"Ya. Sudah kalau begitu aku pulang dulu," ucap Arfandi berpamitan. Aira menganggukkan kepala.
Arfandi ternyata tidak juga pulang yang masih berdiri di depan Aira yang membuat Aira bingung.
"Semua pasti baik-baik aja," ucap Arfandi memegang lengan Aira sebentar. Aira mengerutkan dahi mendengar pernyataan itu.
"Aku pulang. Assalamualaikum!" Arfandi yang langsung berpamitan dan berlalu dari hadapan Aira.
Aira masih berdiri melihat kepergian mobil itu.
"Kenapa dia mengatakan hal itu?" batin Aira dengan mengerutkan dahi.
Kata-kata itu memang terdengar sangat simple, tetapi seolah ada maksud di dalamnya. Mungkin Arfandi mengetahui banyak hal pada Aira dan ingin Aira merasa bahwa dia tidak sendiri.
****
Akhirnya hari ini Aira bergabung dengan rekan-rekannya yang akan lakukan perjalanan sekitar 8 jam perjalanan menaiki bus yang di sediakan.
"Aira!" Nana rekan dekatnya menghampirinya yang menyenggol bahu Aira.
"Hari ini kamu ceria sekali. Hmmmm, lagi bahagia ya!" tebak Nana
"Memang setiap hari aku kelihatan tidak bahagia," Aira menimpali pertanyaan itu kembali.
"Issss, langsung sensitif gitu deh!" goda Nana.
"Kamu itu merupakan karyawan yang beruntung, kamu menjadi perwakilan karyawan magang untuk mengikuti perjalanan ini. Itu artinya pekerjaan kamu mulai dilirik oleh pak Arfandi. Jadi kamu harus menggunakan kesempatan ini agar tetap bertahan di Perusahaan ini dan siapa tahu saja kamu menjadi karyawan tetap," ucap Nana yang tidak pernah berhenti memberikan semangat kepada Aira.
Aira hanya mengangguk-angguk saja,.
"Aku serius. Sudahlah Aira kamu sebaiknya kubur saja mimpi kamu untuk menjadi penulis, kamu jalankan saja apa yang sudah ada," ucap Nana.
Dia memang mengenal Aira sebagai penulis novel dan buku-buku Aira juga banyak yang menjadi populer. Tetapi karena dunia penulisan sedang tidak baik-baik saja dan banyak pesaing. Penghasilan Aira jadi penulis menjadi menurun dan itu yang menyebabkan ekonominya berantakan.
Aira mengikuti magang hanya karena mengikuti prosedur yang ada di kampusnya dan sama sekali tidak berlanjut untuk bekerja di sana.
"Sudah ayo kita naik!" ajak Aira.
Nana menganggukkan kepala.
Aira yang terlihat menduduki kursi di dekat jendela dan menoleh ke arah sahabatnya yang ternyata duduk di bangku lain bersama seorang pria.
"Mau berduaan," ucap Nana sebelum ditanya yang ternyata pria itu adalah kekasihnya.
Aira hanya menghela nafas saja. Jadi mau tidak mau dia harus duduk sendirian dan lagi pula tidak mungkin mengganggu pasangan itu.
Satu persatu karyawan yang ditugaskan untuk ikut mulai memasuki bus tersebut dan tiba-tiba saja Aira kaget dengan seseorang yang duduk di sampingnya yang tak lain adalah Arfan di yang membuat mata Aira melotot.
"Ngapain kamu di sini?" tanyanya dengan panik yang kepalanya berkeliling melihat pandangan orang-orang yang padahal tidak memperhatikannya.
"Memang kenapa? Apa ada larangan untuk duduk di sini?" tanya Arfandi.
"Bukan seperti itu. Tapi orang-orang...."
"Tidak ada bangku kosong Aira. Hanya ada paling belakang. Kamu akan membiarkan atasan kamu untuk duduk di sana?" tanya Arfandi.
"Kalau begitu biar aku saja yang pindah," ucap Aira ingin berdiri dan ditahan Arfandi.
"Duduk di tempat kamu dan di belakang kebanyakan laki-laki, kamu lihat laki-laki semua. Kamu mau ngapain di sana hah!? ucap Arfandi.
Aira melihat ke belakang yang memang bagian bangku belakang yang berjajar di dekat pintu dipenuhi laki-laki. Kebanyakan memang yang duduk di sana karyawan wanita yang didampingi dengan karyawan pria.
"Duduk yang benar," ucap Arfandi.
Aira menghela nafas yang tidak bisa mengatakan apa-apa lagi. Mau tidak mau dia menuruti permintaan Arfandi.
Pemandu perjalanan itu berbicara yang memberikan arahan jika keberangkatan akan segera dimulai dan sebelum berangkat mereka berdoa.
Aira dan Arfandi yang akhirnya duduk satu tempat. Aira masih saja terlihat kurang nyaman dan sementara Arfandi nyaman-nyaman saja dan tidak peduli apapun, sebenarnya yang lain juga tidak ada yang peduli.
Memang tidak ada bangku kosong lagi dan tidak ada salahnya jika atasan mereka duduk di samping Aira.
"Aira kamu masih ingat tidak, waktu dulu kita pernah study tour pas masa SMA?" tanya Arfandi yang membuka obrolan.
Di dalam bus yang bermuatan sekitar 25 orang itu diperdengarkan alunan musik yang selow.
"Kenapa suka sekali bernostalgia," ucap Aira melihat ke arah Arfandi dengan mengerutkan dahi.
"Jadi benar-benar melupakan masa-masa SMA kita?" tanya Arfandi.
"Segala sesuatu yang ingin di ingat itu berkesan dan tidak ada yang perlu diingat karena tidak ada yang berkesan sama sekali," jawabnya dengan ketus yang membuat Arfandi tersenyum miring.
"Ada apa? Apa ada yang lucu?" tanya Aira.
"Kamu ternyata tidak jauh berbeda sejak dulu. Tetap diam dan kalau sekali berbicara langsung judes," ucap Arfandi.
Aira tidak menanggapi yang melihat kembali ke depan.
"Aira kamu ingat Yumma tidak, teman SMA kita yang dulu paling dekat dengan kamu," Arfandi terus aja mengajaknya bicara.
Aira kembali menoleh ke arah Arfandi dengan menatap laki-laki itu horor.
"Kamu dengarkan aku. Jika kamu masih tetap ingin berbicara padaku, jadi jangan sok-sokan menjadi jalan untuk aku bertemu sama semua teman-temanmu," ucap Aira yang sepertinya mengerti maksud Arfandi.
"Apa maksud kamu. Aku tidak menjadi jalan dan sedang tidak berusaha," sahut Arfandi.
"Arfandi aku minta kamu mengerti apa yang aku rasakan dan aku minta kamu menghargai keputusanku untuk tidak mengingat masa sekolah. Kamu mengatakan sendiri jika beberapa tahun lalu kamu juga pernah menghubungiku dan aku memblokir mu. Itu artinya aku memang tidak ingin berkomunikasi dengan kamu atau dengan siapapun. Karena bagiku setengah lulus masa SMA yang artinya hubungan di antara aku dan kamu dan juga yang lainnya sudah selesai!"
"Jika saat ini kamu berusaha untuk mendekatiku dan bersikap sebagai teman yang menjadi jalan untuk bertemu kembali dengan mereka semua. Sebaiknya jangan pernah mendekatiku lagi!" tegas Aira.
"Aku akan mengundurkan diri dari Perusahaan. Jika kau terus berusaha seperti ini. Karena aku benar-benar tidak nyaman!" tegas Aira dengan serius berbicara dengan Arfandi.
"Baiklah aku minta maaf," ucap Arfandi yang lebih baik mengalah.
"Maaf Aira, jika kerap kali aku membahas tentang masa sekolah yang ternyata membuat kamu tidak suka. Oke aku tidak akan pernah membahas hal itu lagi dan kamu harus tahu aku juga tidak pernah ingin menjadi jalan untuk kamu bertemu dengan anak-anak yang lain. Aku memang tidak tahu apa yang terjadi pada kamu. Aku akan hargai keputusan kamu," ucap Arfandi.
"Kalau begitu jadikan aku satu diantara 23 yang bisa kamu terima untuk menjadi teman kamu," ucap Arfandi.
"Aku bisa melakukan itu kalau kamu tidak ikut campur apapun!" tegas Aira.
"Baik Aira," sahut Arfandi
Aira tidak bicara lagi dan wajahnya terlihat kesal.
Arfandi yang tiba-tiba menyodorkan botol minuman yang berlogo stroberi.
"Jangan marah terus, aku minta maaf," ucap Arfandi.
Aira mengambil botol minuman itu dengan cepat dan tidak melihat ke arah Arfandi lagi membuat Arfandi tersenyum.
Bersambung......
semoga sj afandi mau membantu mia
insyaallah aku mampir baca novel barumu thor
itu arfandi ada apa ya ga keluar dari kantornya apa dia sibuk di dlm apa sakit, bikin penasaran aj
jarang2 kan aira bisa sedekat itu sama arfandi biasanya dia selalu menjauh...
tapi arfandi lebih menyukai aira,,,
setelah ini aira bisa tegas dalam berbicara apalagi lawannya si natalie... dan jangan terlalu insecure ... semua butuh proses