NovelToon NovelToon
Danendra Dan Rahim Simpanannnya

Danendra Dan Rahim Simpanannnya

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Keluarga / Angst / Pihak Ketiga
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: SunflowerDream

Danendra dan Alena sudah hampir lima tahun berumah tangga, akan tetapi sampai detik ini pasangan tersebut belum juga dikaruniai keturunan. Awalnya mereka mengira memang belum diberi kesempatan namun saat memutuskan memeriksa kesuburan masing-masing, hasil test menyatakan bahwa sang istri tidak memiliki rahim, dia mengalami kelainan genetik.

Putus asa, Alena mengambil langkah yang salah, dia menyarankan agar suaminya melakukan program tanam benih (Inseminasi buatan). Siapa sangka inilah awal kehancuran rumah tangga tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SunflowerDream, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kehilangan tempat bersandar

Di sebuah ruangan yang redup dan diselimuti bayangan remang, aroma bunga yang menusuk hidung berpadu dengan wangi pekat dupa yang mengepul dari setiap sudut. Cahaya temaram dari lilin-lilin kecil menari pelan di dinding, menciptakan siluet yang bergerak seiring hembusan asap. Di tengah-tengah ruangan itu, berdiri tegak sebuah figura — foto seorang pria berseragam dokter yang tersenyum tipis. Sejak tadi lemparan-lemparan dari bunga tabur tidak henti menghiasi sekeliling foto pria tampan tersebut, semakin lama tumpukan bunga yang terus dilontarkan semakin menumpuk memenuhi sekeliling figura malang itu.

Ruangan ini terdapat sedikit bau anyir yang  tersamarkan oleh kuatnya aroma dari bunga dan dupa yang dibakar dalam setiap sudut ruangan persegi ini.

Dua buah kepala kambing hitam terpajang tinggi di atas meja yang mana tepat di depan meja tersebut seseorang sedang membungkuk dengan tangan yang saling bertautan di atas kepalanya seperti posisi sedang menyembah sesuatu.

Sosok perempuan itu sibuk membaca mantra dalam kondisi tanpa busana, hanya pakaian dalam untuk melindungi tubuhnya. Semua ini adalah ritual khusus yang dilakukan oleh Meisya.

Semua elemen di ruangan itu cahaya lilin, bau dupa, bunga, kepala hewan, dan tubuh yang bersujud menyatu dalam harmoni aneh yang membangkitkan nuansa mistis dan sakral. Seakan-akan ruangan itu adalah gerbang tipis yang memisahkan dunia nyata dengan sesuatu yang jauh lebih dalam, lebih gelap, dan lebih tua.

Sejak kembali mendatangi tempat pertama kali ia menemukan orang pintar tersebut Mei mendapat lebih banyak tugas, semua ini dilakukan agar pria yang  ditargetkannya semakin bertekuk lutut. Mei sejak awal sudah keluar dari norma dan dia tidak peduli, hanya dengan cara ini dia bisa terus bersama dengan pria yang dicintainya.

Setelah menghabiskan hampir tiga jam untuk ritual khusus tadi, perempuan itu cukup merasakan kelelahan seakan seluruh energinya habis terserap maka, setelah meraih piyama tidurnya Mei segera menaiki ranjang besarnya dalam hitungan detik ia terpejam, semuanya terasa sunyi dan menenangkan.

“Sayang?” suara lembut itu mengganggu tidur damai seorang wanita yang terbaring indah dengan perut besarnya sebagai pemandangan utama, samar-samar ia mendengar suara azan subuh saling bersautan.

Ini memang sudah subuh hari, tapi entah mengapa sosok pria yang  berdiri di bibir kasur berusaha membangunkan seseorang, ia baru saja sampai di rumah ini dan langsung menghampiri  tujuan utamanya.

Dengan perasaan menggebu Danen melangkahkan kakinya untuk menemui Mei, awalnya dia berniat ingin marah atas tindakan nekat yang perempuan itu lakukan di acara kemarin, pria itu merasa sangat marah dan kemarahannya harus dituntaskan.

Tapi entah mengapa saat berhasil menatap sosok yang membuat amarah sebelumnya menggebu seketika menciut hilang begitu saja terbawa  angin subuh yang terasa begitu menusuk. Saat pertama kali memasuki kamar ini Danen merasakan ketenangan dan harum mawar yang begitu sempurna sehingga  meredam semua kemarahannya begitu saja, dan saat ia mendekat dilihatnya sosok wanita yang terlelap itu sangat bercahaya, bersinar sangat terang melebihi cahya bulan yang  mampu memberi warna pada kelabunya malam hari. Binar yang wanita itu pancarkan seakan menghipnotis seluruh atensi Danendra, pria itu langsung  memuja saat lagi-lagi dia menyadari betapa cantiknya wanita yang saat ini berstatus sebagai istri simpanannya.

Entah kemana emosi yang meluap tadi, saat ini hanya ada getaran cinta yang semakin melambung tinggi. Danen merasakan perasaannya semakin mengudara terbang tanpa batas wanita ini sungguh menarik dunianya. Sekarang tanpa diperintah Danen siap melakukan apa saja untuk kebahagiaan Meisya, dia sudah menetapkan hatinya tidak ada lagi keraguan, bahkan bayangan wajah Alena pun tidak mampu menggoyahkannya.

“Sayang, aku datang.” Danen menaikkan tubuhnya di kasur tersebut, nalurinya terus memerintah untuk menyentuh sosok rembulan di sampingnya, ia melakukan apa saja untuk menyalurkan rasa kagumnya yang terus menggebu, saat wanita itu bersuara Danen semakin terpana.

“Kenapa kamu selalu cantik Mei?”

“Aku menginginkanmu!” Dalam hitungan detik saja kedua insan tersebut sudah larut dalam pergulatan mesra, binar mata Danendra benar-benar memancarkan kesungguhan cinta, ia melupakan segalanya hanya ada Meisya dalam setiap pergerakkannya itu.

Mei yang  berada di bawah kukungan mesra suaminya tersenyum puas, tidak disangka dengan penambahan ritual yang dilakukannya membuahkan hasil yang begitu signifikan, dia tidak lagi melihat mata pria itu penuh amarah seperti kemarin yang ada dia hanya melihat guratan kasih sayang yang begitu menguar indah menemaninya hari ini.

                                                       ******

Waktu berjalan lambat, setiap hari yang Alena lalui penuh dengan ketegangan. Mulai dari keadaan rumah yang terus memburam karena suaminya tidak lagi bersikap manis, ditimpali setiap hari dia harus bersandiwara sendirian dengan perut palsunya karena saat ini rumah sederhananya memiliki dua asisten pribadi yang menginap, karena kandungan itu sudah memasuki delapan bulan maka sang ayah mengirim orang tambahan untuk mengontrol Alena. Bukan hanya Alena dokter Via juga setiap hari harus bolak-balik ke rumahnya pura-pura melakukan kontrol kehamilan agar orang-orang tidak curiga.

Alena merasa tertekan sekali, setiap keluar dari kamar pribadinya dia harus menggunakan perut palsu yang semakin besar itu. Dulu semua ini tidak terasa sulit karena ada Danendra menemaninya, tapi sekarang ia sendiri keluarga yang selalu berkunjung ke rumahnya ia hadapi sendiri.

Suara ketukan pintu bergema diiringi dengan teriakkan orang di baliknya, “ibu ini sudah jam makan malam, makanannya mau saya antar atau bagaimana?” Bu Hanum bertanya dengan sedikit meninggikan suaranya karena sosok yang sedang ia ajak bicara terhalang oleh sebuah tembok.

“Saya malas keluar, antar saja bu!” teriak Alena dari dalam.

Tidak lama pintu kembali diketuk, dan Alena sudah siap berbohong dengan keadaan tubuhnya. Dengan perut besar itu Alena merebahkan tubuhnya di atas kasur, tidak lama Bu Hanum masuk dengan sopan ke kamarnya.

“Koq makanannya banyak sekali bu?” Alena heran dengan nampan yang di bawah Bu Hanum, ada banyak sekali makanan ini sudah mencukupi empat sehat lima sempurna. Padahal Alena sudah menitip pesan bahwa dia hanya ingin makan nasi dengan sayur bening tapi kenapa yang datang begitu banyak.

“Maaf Bu Alena, tadi mama mertua Ibu datang dan dia menitipkan banyak makanan, saat dia bertanya saya bilang Ibu sedang tidur.”

“Mama sudah pulang  Bu?”

“Sudah, dia bilang  tidak ingin mengganggu.”

Alena hanya menghela napas, perhatian keluarganya selalu menjadi kekuatan di tengah canggungnya hubungan dia bersama Danendra. Terkadang Dharma dan putra sulungnya juga sering  mengunjungi rumah ini hanya untuk memastikan keadaan Alena, mereka selalu merawat Alena dengan penuh cinta.

Laporan-laporan yang sering disampaikan dokter Via selalu baik dan hasil kontrol kehamilannya sehat. Semua itu Via sampaikan langsung kepada presidir mereka yang setiap hari selalu bertanya tentang kondisi Alena, dengan semua laporan kontrol Alena yang selalu stabil membuat Dharma tidak terlalu khawatir lagipula dia sadar ada Danendra di samping putrinya itu sudah cukup menenangkan keadaan. Sekarang mereka hanya perlu menunggu hari itu, hari penuh suka cita untuk menyambut kelahiran anggota keluarga mereka yang sudah lama dinantikan.

Saat ini Alena menatap penuh harap ponselnya, dengan sedikit ragu ia mengirim pesan untuk Danendra, apakah pria itu malam ini pulang atau masih ada pekerjaan mendesak, syukurlah Danen membalas dia sedang dalam perjalanan pulang, Alena tersenyum mendengar kabar itu, dia rindu sekali dengan sang terkasih yang selalu menghilang tanpa sebab.

Suara deru mesin mobil membangunkan Alena, dia sempat tertidur tadi padahal baru jam 10 malam. Wanita itu segera keluar ingin menyambut suaminya,  dia begitu senang hingga lupa menggunakan perut buatannya lagi pula ini sudah malam pasti kedua asistennya sudah terlelap.

“Sayang!” Alena tersenyum hangat, ia langsung memeluk suaminya yang baru saja melepaskan sepatu.

Danen tidak membalas senyuman itu bahkan dengan kasar ia mendorong Alena hingga pelukkan itu terlepas. Mendapat perlakuan seperti itu membuat Alena kesal, sebenarnya Alena sudah lama menyimpan kekesalan hingga malam ini sepertinya kekesalan itu memuncak menjadi kemarahan.

“Danen kamu kenapa sih?” tanya Alena yang  sedikit mengeluarkan suara tinggi, suaminya padahal tinggal selangkah lagi sudah mau masuk ke kamar mereka tapi terhenti karena harus meladeni Alena yang menatapnya jengah.

“Aku ada salah apa, kalo ada ngomong  jangan kayak gini!”

“Aku udah berusaha terima semua alasan kamu yang gak bisa pulang, aku juga sabar setiap kali kamu nolak aku… tapi lama-lama aku juga gak tahan.” Keluh Alena mengeluarkan unek-uneknya.

“Terus kamu mau apa Lena?” Danen semakin mendekat ia membalas tatapan jengah Alena dengan tatapan yang  sulit diartikan.

“Aku kerja di luar, aku harus ngumpulin uang banyak kamu tau gak hah? Ibu peri itu terus memeras aku jadi aku harus ngumpulin banyak uang.”

“Ya emang gak bisa didiskusikan apa?  Aku istri kamu Danen jangan mengambil sikap seenaknya.”

Alena terus mundur karena langkah suaminya pelan-pelan memojokkan dirinya ke dinding, “seenaknya? Kamu gak salah Len, kamu yang seenaknya selama ini sadar gak?”

“Dari awal kamu selalu perlakukan aku kayak pembantu di rumah ini, semua urusan rumah aku kerjakan, mentang-mentang aku cuman karyawan di perusahaan papa kamu jadi kamu mengremehkan aku gitu?”

“Astaga kamu ngomong apa sih Ndra.”

“Kurang jelas? AKU CAPEK ALENA KAMU SELALU SEENAKNYA SAMA AKU, KAMU SELALU BERSIKAP AROGAN.”

Danen menjeda kalimatnya, dia seperti sedang mengumpulkan tenaga untuk membentak istrinya, “SADAR GAK HAH?”

“Danen… ” Alena melirih pelan, ia terkejut mendengar suara suaminya yang meninggi.

“Sialan!” Danen mengumpat kesal diikuti dengan suara pecahan vas bunga yang terbanting. Tubuh mungil Alena sudah bergetar, ia ketakutan sekarang tidakkah Danen sadar sedikit saja bentakkan mampu membuat Alena berkeringat dingin. Dulu saat ia mengalami serangan panik seperti ini Danendra-lah yang selalu memeluk dan menenangkannya, tapi sekarang sosok itu berubah bahkan dia menjadi sumber yang membuat Alena kembali ke masa kelamnya.

Dengan langkah takut Alena mengikuti langkah suaminya yang masuk ke kamar utama, di rumah ini hanya ada dua kamar dan kamar yang tersisa itu sudah ditempati oleh dua asisten rumah ini, mau tidak  mau Alena harus kembali ke dalam dan harus tidur dengan perasaan gelisah.

Alena tidak bisa tidur dadanya sesak sekali, ia kesulitan bernapas tapi malangnya tidak ada tempat untuk dia meminta tolong, satu-satunya orang yang ia harapkan untuk menolongnya sudah tertidur pulas bahkan mendengkur membelakangi tubuhnya.

Bu Hanum melihat semua keributan itu, bahkan dari awal dia menginap di rumah ini dia sudah tahu pasangan  tersebut sering bertengkar, bahkan Bu Hanum juga tahu selama ini majikannya pura-pura hamil, tapi dia diam dia menutup mulut niatnya memang hanya untuk bekerja tidak pantas ia menembus batas.

Walaupun sebenarnya wanita paruh baya itu ingin sekali menolong majikannya ingin merangkul tubuh yang bergetar itu setiap selesai beradu mulut dengan suaminya, tapi sekali lagi ia tidak mau ikut campur ini sudah di luar kontrak kerjanya.

Setiap pagi Bu Hanum selalu bersikap biasa dia mengimbangi sikap Alena yang juga bersikap seolah tidak terjadi apa-apa, mungkin jika keadaan memaksa dan mengancam baru dia akan menolong sang majikannya itu, dia wanita yang baik rasanya kasihan sekali harus mendapat suami seperti Danendra.

Dengan pengalaman hidupnya wanita paruh baya itu paham, dia tahu sosok Danendra bermain api di belakang walaupun baru beberapa minggu ia menempati rumah ini tapi dia sudah bisa membaca keadaan. Semuanya semakin diperkuat karena seringkali setiap Bu Hanum mencuci baju majikan laki-lakinya ia sering menemukan bekas wanita lain, seperti lipstik, rambut, bahkan aroma parfum wanita lain.

Jejak itu semua bukan milik Alena, rambut yang selalu ditemukannya rambut panjang bewarna kecoklatan sedangkan Alena rambutnya hanya sebahu dengan warna hitam pekat, bahkan Bu Hanum juga menyadari dia tidak mencium aroma yang sama pada parfum Alena dengan aroma parfum wanita yang menempel di baju Danendra.

Bersambung.

1
Rafly Rafly
perempuan bodoh.. udah cacat dalam gampang di kibulin pula..l
Phoenix Ikki
Siapin tisu buat nangis 😭
Oralie
ceritanya keren banget, thor! Aku jadi ketagihan!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!