Sejak selamat dari bencana alam yang melanda kampung halamannya, tubuh Lusi menjadi aneh.
Dia bisa merasa sakit tanpa terbentur, merasa geli tanpa digelitik. Dan merasakan kepuasan yang asing ketika Lusi bahkan tidak melakukan apa-apa.
Dan setelah bekerja di sebuah perusahaan dan bertemu sang CEO, akhirnya dia tahu sebabnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elena Prasetyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Samuel melihat ke arah mata Martin yang menunjukkan ketertarikan luar biasa padanya.
"Kau tidak perlu tahu" tegasnya malas menjawab.
"Ayolah katakan! Ini pertama kalinya kau mengaku tertarik pada seorang wanita. Aku harus tahu pesona yang wanita itu miliki dibanding yang lain"
"Hentikan!!"
"Ayo, katakan!!" desak Martin lalu mendekat ke arah Samuel. Menggoyang-goyangkan dada ke bahu Samuel seperti anjing yang merayu.
"Hentikan!!! Pergilah kalau kau tidak punya pekerjaan!" teriak Samuel berhasil menghentikan Martin.
"Tadinya aku sudah menemukan sesuatu untuk dilakukan. Merayu Lusi North. Tapi ternyata kau merebutnya dariku. Karena itu sekarang aku menganggur. Sungguh membosankan" ucap Martin lalu berbaring di sofa.
Samuel membiarkan saja Martin berbaring disana. Tapi tak lama muncullah rasa sakit itu. Rasa sakit yang begitu menusuk di lutut kanannya.
'Apa yang terjadi?' tanyanya dalam hati. Lalu menyadari bahwa dia merasakan sakit seseorang yang terhubung dengannya. Sakit di lututnya tidak juga menghilang. Malah bertambah dengan sakit di punggung seakan dia menghantam dinding runcing.
Dinding runcing? Pinggiran dinding? Tidak. Sebelum punggung, lututnya dulu yang sakit. Wanita itu, Lusi pasti terjatuh ke lantai terlebih dahulu. Lalu punggungnya menghantam sesuatu yang keras dan runcing. Artinya, Lusi jatuh di tangga. Sial, sakit sekali rasanya.
Sebelum rasa sakit itu bertambah, Samuel segera berlari keluar dari ruangannya. Pergi ke arah tangga darurat dan melihat ke bawah. Tidak terlihat apa-apa. Jadi, Samuel berlari turun ke lantai bawah, sampai dia menemukan wanita itu. Terbaring dengan posisi menekuk dan merintih pelan.
"Apa yang terjadi padamu?" tanya Samuel membuat Lusi menatapnya dengan wajah terkejut.
"Maaf" ucap wanita itu. Pasti sadar kalau sekarang Samuel sedang menahan rasa sakit di tubuhnya.
Samuel mengangkat tubuh Lusi dan ternyata ringan sekali. Lebih ringan daripada terakhir kali dia melakukannya.
"Aku akan membawamu ke rumah sakit"
"Tidak perlu"
"Kenapa? Sakitnya seperti ini, pasti lukanya akan membekas di tubuhmu"
"Saya hanya jatuh dari 3 anak tangga" kata Lusi menghentikan Samuel tepat sebelum keluar dari pintu tangga darurat.
"Hanya 3 anak tangga?"
"Iya"
"Tapi kenapa sakitnya seperti itu?"
"Karena saya jatuh di atas lutut dulu baru terguling ke bawah. Jadi terasa seperti jatuh dari 5 anak tangga" cerita Lusi lalu membasahi bibirnya. Membuat bibir itu lebih berkilau dari sebelumnya.
Samuel harus mengalihkan pandangan karena merasa tidak nyaman. Lalu perlahan dia menurunkan Lusi dan memeriksa luka wanita itu.
"Akan berubah menjadi lebih hitam nanti. Sial, pasti sakit sampai malam nanti"
"Maaf, saya tidak tahu akan jatuh"
"Mulai sekarang, bisakah kau lebih berhati-hati?"
"Baik"
"Apa kau bisa bekerja kembali dengan keadaan seperti itu? Kau tidak akan jatuh lagi?" tanya Samuel tidak suka kalau harus merasakan sakit untuk yang kedua kalinya hari ini.
"Saya akan berusaha keras" jawab Lusi North.
"Kau benar-benar harus berhati-hati" kata Samuel memperingatkan Lusi lagi.
"Baik. Saya kembali dulu ke meja depan"
Samuel melepas kepergian Lusi kembali ke lobi. Sedangkan dia melihat tangga tempat wanita itu terjatuh. Memeriksa apakah tangga itu memiliki ukuran berbeda atau licin. Tapi ternyata tidak ada. Jadi, jatuhnya Lusi benar-benar karena kecerobohannya sendiri.
Baru saja Samuel ingin kembali ke ruangannya, dia melihat dua buah kaki yang panjang dihadapannya.
"Kau! Apa yang kau lakukan disini? Sejak kapan kau disini?" tanyanya pada Martin yang ternyata mengikutinya.
"Sejak tadi. Dan sungguh aku sangat terkejut. Baru kali ini aku melihatmu. Seorang Samuel West. Yang selama ini selalu menolak perjodohan dengan wanita tipe apapun. Begitu perhatian pada Lusi North"
Martin berjalan turun sampai di anak tangga yang sama dengan Samuel. Dan kemudian memeluknya.
"Apa yang kau lakukan?"
"Aku senang sekali. Akhirnya kau, merasakan kekuatan cinta yang menggebu!"
Walau kesal karena temannya itu salah paham, tapi Samuel tidak marah. Lagipula, dia tidak bisa mengatakan alasan sebenarnya memperhatikan Lusi. Karena hal aneh diantara dia dan Lusi North akan lebih sulit dijelaskan.
"Diamlah!!" kata Samuel lalu berjalan kembali ke ruangannya. Sembari menahan sakit yang masih tersisa di lutut dan punggungnya.
"Kalau ayah dan ibumu tahu tentang hal ini, mereka akan senang sekali"
"Jangan memberitahu mereka!"
"Kenapa? Apa karena Lusi hanya seorang resepsionis?"
Entah kenapa tapi melalui penuturan Martin, Samuel seakan mendengar sebuah kisah cinta klasik antara si kaya dan miskin. Sebaiknya dia diam saja sekarang. Sebelum semuanya berkembang terlalu liar karena imajinasi Martin.
"Diam!"
"Jadi benar? Kau tidak yakin mengenalkan Lusi ke orang tuamu karena dia hanya seorang resepsionis. Tapi sekarang adalah era yang berbeda. Mana mungkin paman dan bibi mempedulikan tentang status dan level ekonomi keluarga calon menantu mereka. Memangnya, apa pekerjaan orang tua Lusi?"
"Mereka memiliki warung mie" jawab Samuel.
"Kau sudah pernah bertemu dengan keluarga Lusi?"
"Hanya ibu dan adiknya"
"Wahh, hubungan kalian ternyata sudah berjalan jauh. Bagaimana bisa aku tidak menyadarinya? Kenapa aku tidak tahu? Padahal kita sering bertemu. Sejak kapan kalian berhubungan?" tanya Martin menghentikan langkah Samuel yang sampai di pintu tangga darurat tempat ruangannya berada.
Berhubungan?
Terhubung?
"Kalau aku menjawabnya, apa kau akan pergi?" tanya Samuel.
"Tentu saja. Aku akan pergi sekarang juga setelah mendengar jawabanmu"
Samuel menatap temannya itu tepat di mata. Dan secara tegas menjawab.
"Lima tahun"
Mata Martin segera membelalak besar. Tapi Samuel tidak tahu reaksi Martin selanjutnya. Karena dia harus kembali bekerja. Meski dengan menahan sakit di punggung dan lututnya.
Tapi dia tidak tahu kalau perkataannya akan disalah artikan. Bukan hanya oleh temannya Martin. Tapi orang yang ditemui Martin setelahnya.
"Apa? Jadi Samuel berhubungan dengan seorang wanita selama 5 tahun ini? Dia tidak berani mengatakannya karena wanita itu berasal dari level keluarga yang jauh lebih rendah?" tanya Calista West, ibu Samuel penuh semangat.
"Iya Bibi. Di depanku, Samuel menunjukkan perhatian besar pada wanita itu. Dia memeluknya. Menunjukkan kekhawatiran besar ketika wanita itu terluka. Bahkan tak segan untuk memeriksa lutut dan punggung wanita itu. Aku pikir, mereka sudah berada dalam tahap cinta yang mendalam tapi terbentur dengan status sosial yang berbeda" jelas Martin dengan melebihkan beberapa fakta.
"Sungguh?? Anak bodoh. Siapa dia?"
"Siapa?"
"Siapa nama wanita itu?"
"Lusi. Lusi North"
"Lusi North? Nama yang indah" puji Calista West.
"Iya, dia tidak tampak terlalu cantik ketika aku melihatnya. Tapi ada sesuatu yang menarik di wajahnya. Dan kupikir, itu yang membuat Samuel berhubungan dengannya"
"Aku ingin melihat wanita itu."
"Bibi pergi saja ke perusahaan. Lusi bekerja sebagai resepsionis di Techno West" jelas Martin.
Calista West tersenyum cerah. Akhirnya, hal seperti ini datang juga padanya. Dia akan menyelidiki kekasih putranya. Seperti yang dilakukan ibu-ibu yang lain. Calista West begitu bersemangat.
"Terima kasih Martin. Ternyata sifat pemalas yang terus menahan mu untuk bekerja ada gunanya juga" katanya lalu bersiap untuk pergi ke perusahaan keesokan harinya.
uda baca karya2mu. syukaaaa...
semangat berkarya, lope u