Kirana Larasati, gadis yang baru saja lulus SMA, harus menghadapi kenyataan pahit. Adiknya menderita sakit kanker, namun masalah ekonomi membuat adiknya terpaksa dirawat di rumah sendiri. Kirana ingin bekerja dan membantu orang tuanya. Suatu hari, tetangganya bernama Lilis menawarkannya pekerjaan sebagai pengasuh anak.
Kirana bertemu dengan Bastian Rajendra, seorang duda yang memiliki satu anak perempuan bernama Freya Launa.
Awalnya, Kirana hanya berniat bekerja untuk mendapatkan uang demi pengobatan adiknya. Namun, kedekatan Kirana dengan Freya, serta tanggung jawabnya yang besar, membuat Bastian mengambil keputusan tak terduga. Bastian menawarkan sebuah pernikahan kontrak dengan janji akan menanggung seluruh biaya pengobatan adiknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nur Sabrina Rasmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
" apa nikah"
Bastian melepaskan pelukannya secara perlahan, namun ia tidak menjauh. Ia justru mengunci pergerakan Kirana dengan kedua tangannya yang kini bertumpu di pintu, di sisi kiri dan kanan kepala Kirana. Tatapan matanya yang tadi terlihat sedih, kini berubah menjadi sedikit nakal dan penuh rencana licik. Ia ingin melihat sejauh mana keberanian gadis mungil ini.
"Kirana... saya ingin kamu," bisik Bastian dengan suara serak yang sengaja dibuat lebih dalam. "Saya ingin kamu sepenuhnya. Tolong... bantu saya."
Mata Kirana membelalak sempurna. Jantungnya serasa mau copot dan melompat keluar. "Ini orang beneran mabuk apa kesambet setan mall tadi sih?!" seru Kirana dalam hati.
"Anjir! Lu kenapa, Pak?!" Kirana spontan berteriak karena panik, tangannya berusaha mendorong dada bidang Bastian yang terasa sekeras batu. "Ya elah, elu mabuk ya? Gila, gila! Ogah ya, yakali gue ngelakuin hal 'begitu'. Nikah aja belum, dosa pak, dosa! Gue masih mau pulang ke desa dengan kepala tegak!"
Bastian bukannya marah, ia malah semakin mendekatkan wajahnya hingga hidung mereka hampir bersentuhan. Ia bisa melihat jelas kepanikan di bola mata cokelat Kirana.
"Ya sudah," sahut Bastian pendek. "Ayo nikah."
Kirana terdiam seketika. Hening. Hanya suara detak jantungnya sendiri yang terdengar seperti kembang api. Ia menatap lekat-lekat mata Bastian, mencari sisa-sisa efek alkohol atau tanda-tanda kebohongan di sana. Namun, tatapan Bastian justru terlihat sangat tajam dan sadar.
"Aduh, dia nggak mabuk!" batin Kirana menjerit. "Ini orang sadar sesadar-sadarnya pas ngomong gitu! Gue cuma nawarin peluk karena kasihan, kenapa malah diculik jadi calon istri?!"
"T-Tuan... bercandanya nggak lucu ya. Kopi! Iya, saya buatin kopi pahit sekarang juga biar otak Tuan lurus lagi!" ucap Kirana gugup, berusaha menyelinap di bawah lengan Bastian untuk kabur.
Namun, tangan Bastian dengan cepat menangkap pergelangan tangan Kirana. "Saya tidak bercanda, Kirana Larasati. Kau bilang ingin membantu biaya pengobatan adikmu, bukan? Menikahlah denganku, dan saya akan menanggung semuanya. Biaya rumah sakit terbaik, dokter terbaik, sampai dia sembuh total."
Kirana membeku. Tawaran itu bukan lagi sekadar candaan atau efek mabuk. Itu adalah sebuah kesepakatan besar yang mempertaruhkan masa depannya demi nyawa Luki.
"Tapi... tapi kenapa saya, Pak? Tuan kan kaya, bisa cari model atau artis yang cantik," tanya Kirana dengan suara yang mulai mengecil.
Bastian menarik napas panjang, bayangan Freya yang tertawa bersama Kirana melintas di benaknya. "Karena Freya menyukaimu. Dan karena kau adalah satu-satunya orang yang berani mengataiku 'Kelinci Gede' di depan wajahku."
Kirana mencoba menarik tangannya, berusaha melepaskan diri dari kukungan Bastian. Ia menelan ludah dengan susah payah, mencoba mengembalikan kewarasannya yang sempat terbang tinggi karena tawaran mendadak itu.
"Anjir, maaf ya Pak Bastian yang ganteng tapi sombong..." Kirana memulai dengan nada bicara yang masih bergetar. "Saya lebih baik bekerja jadi pengasuh Freya saja. Kan gajinya juga sudah lebih dari cukup buat kirim uang ke rumah."
Bastian tidak melepaskan genggamannya. Ia justru menatap Kirana dengan tatapan yang semakin intens, seolah sedang membaca setiap keraguan di mata gadis itu.
"Cukup?" ulang Bastian dengan nada meremehkan yang khas. "Kirana, biaya kemoterapi, obat-obatan khusus, dan rawat inap di rumah sakit terbaik itu tidak murah. Gajimu sebagai pengasuh mungkin cukup untuk makan keluargamu, tapi untuk menyembuhkan kanker adikmu sampai tuntas? Kau butuh lebih dari itu."
Kirana terdiam. Kalimat Bastian telak menghantam ulu hatinya. Ia membayangkan wajah Luki yang pucat dan sering meringis kesakitan di ranjang reot rumah mereka.
"Tapi kenapa harus menikah, Pak?" suara Kirana melemah. "Kan Bapak bisa pinjamkan saya uang, nanti saya cicil seumur hidup saya kerja di sini juga nggak apa-apa."
Bastian tersenyum tipis—senyum yang terlihat sangat misterius. "Saya tidak suka meminjamkan uang. Saya lebih suka melakukan transaksi yang saling menguntungkan. Saya butuh istri untuk menjaga Freya selamanya dan untuk menghindari perjodohan konyol yang dipaksakan orang tua saya. Dan kau... kau butuh nyawa adikmu."
Bastian mendekatkan wajahnya lagi, tepat ke telinga Kirana. "Pikirkan baik-baik. Tiga hari Freya di rumah neneknya adalah waktu bagimu untuk memutuskan. Menjadi istri dari 'Kelinci Gede' ini, atau membiarkan adikmu terus berjuang sendirian di rumah tanpa alat medis?"
Bastian akhirnya melepaskan tangan Kirana dan menjauh, kembali ke sikap dinginnya seolah pembicaraan barusan hanyalah tentang laporan kantor. "Sekarang buatkan kopi pahitnya. Saya tunggu di sini."
Kirana langsung melesat keluar kamar tanpa menoleh lagi. Begitu sampai di dapur, ia menyandarkan tubuhnya ke meja makan dengan napas tersengal-sengal.
"Sialan! Kenapa si Kelinci itu tahu banget titik lemah gue!" gumam Kirana sambil meremas ujung kaosnya. "Nikah di usia 18 tahun sama duda dingin? Gila! Tapi... Luki..."
Malam itu, di tengah aroma kopi yang ia seduh, Kirana merasa dunianya benar-benar sedang dipertaruhkan. Antara kebebasan masa mudanya atau nyawa adik tercintanya.
di bab sblm nya jg gitu aku masih diem..eeh ini ketemu lg..kesel sm majikan boleh² aja tp g mesti ngebatin dengan kata² kotor.