Kakak dan adik yang sudah yatim piatu, terpaksa harus menjual dirinya demi bertahan hidup di kota besar. Mereka rela menjadi wanita simpanan dari pria kaya demi tuntutan gaya hidup di kota besar. Ikuti cerita lengkapnya dalam novel berjudul
Demi Apapun Aku Lakukan, Om
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naim Nurbanah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Salwa melangkah pelan bersama Salsa di trotoar kampus yang mulai sepi. Tiba-tiba, sosok Maya muncul dari belakang, membawa sebuah kotak kecil.
"Salwa, ada titipan dari Beny," katanya sambil tersenyum penuh arti. Mata Salwa menyipit, mengernyitkan dahi.
"Maya, ini apa? Aku kan sudah nggak ulang tahun lagi. Kenapa Beny kasih kado?" suaranya terdengar sedikit canggung, campur bingung.
Ia tak menyangka Beny, kakak tingkat beda fakultas yang dikenal aktif di organisasi dan sudah pernah mengungkapkan perasaannya padanya akan menunjukkan perhatian manis seperti ini. Jantung Salwa berdebar tanpa bisa ia sembunyikan, sementara di sisi lain hatinya bergulat antara senang dan ragu. Salsa yang melihat itu hanya tersenyum tipis, tahu betul bagaimana perasaan teman mereka itu.
"Maya mengulurkan sebuah amplop kecil sambil tersenyum, "Kan tadi sudah aku bilang, itu dari Beny buat kamu. Oh iya, dia bilang kalau kamu nggak sibuk, dia tunggu di kafe depan sana."
Salwa dan Salsa saling berpandangan, bibir mereka melengkung geli.
"Cie, cie… sudah ada yang dinanti sama sang penggemar," goda Salsa dengan suara menggoda. Maya menimpali,
"Iya, jangan buat dia nunggu lama, ya."
Salwa hanya bisa tersenyum kecut. Saat ia mengajak,
"Kalau begitu, ayo temani aku ke kafe itu," kedua sahabatnya serentak menggeleng.
"Maaf, Salwa. Aku harus balik ke kost-an. Ngantuk berat," Maya menyodorkan alasan sambil mengusap wajahnya yang mulai lelah.
"Aku juga, nih. Sopirku sudah nunggu di depan. Pasti ayah nyuruh jemput," tambah Salsa buru-buru sambil melangkah pergi dengan cepat.
Salwa berdiri terpaku, bibirnya mengerut kecewa. Napasnya tercekat, ia menarik udara dalam-dalam menenangkan hati yang terasa sesak. Pandangannya tertuju ke arah kafe, tekadnya sudah bulat; dia harus bertemu Beny sekarang juga..
Salwa menghela napas saat melihat Salsa dan Maya berjalan meninggalkannya, meninggalkan kampus yang mulai sepi. Mereka berdua tampak santai, sementara Salwa buru-buru menghidupkan motornya, bergegas ke kafe tempat Beny menunggunya.
Sesampainya di kafe, Salwa melirik ke sana kemari, matanya mencari sosok Beny di antara kerumunan pengunjung. Namun, pria itu tak tampak di mana pun. Ia lalu memesan segelas cappuccino dingin dan sepiring pisang keju cokelat, lalu memilih duduk di pojokan, menatap jalan masuk dengan cemas.
Genggaman Salwa pada ponsel agak erat saat ia mencoba menghubungi Beny. Layar ponsel menunjukkan panggilan belum terjawab.
"Aku di kafe Mbah Surip. Kakak di mana?" pesan Salwa tiba-tiba muncul di layar. Tak lama, Beny membalas bahwa dia segera sampai, tapi jarak waktu yang tersisa membuat Salwa semakin gelisah.
Salwa tersenyum manis sambil menganggukkan kepala, matanya penuh perhatian saat menawarkan,
"Kak Beny, mau aku pesankan apa? Kopi atau jus buah? Atau mau pisang keju coklat, atau singkong meledak pedas?" Suaranya lembut, tapi bersemangat. Beny cuma mengangkat bahu, santai berkata,
"Terserah Salwa."
"Ya sudah, kalau begitu!" balas Salwa sambil menutup panggilan telepon dengan rasa puas.
Salwa memang dikenal manis dan selalu tampil percaya diri. Meski belum pernah pacaran, dia beberapa kali didekati cowok-cowok tajir, termasuk Beny. Tubuhnya yang jenjang dan lentik, seperti biola Spanyol yang indah, membuat banyak pria sulit berpaling. Namun, kali ini sepertinya Salwa benar-benar membuka hati untuk Beny. Di tangannya, Salwa membuka bingkisan kecil dari Beny. Di dalam kotak itu tergeletak satu set kotak perhiasan emas bukan barang mainan biasa, melainkan hadiah istimewa yang membuat jantungnya berdegup lebih cepat.
Salwa menatap perhiasan lengkap yang tergeletak di pangkuannya.
"Kak Beny, maksudnya apa sih kasih ini semua? Jangan-jangan emasnya nggak asli, nih," gumamnya sambil senyum kecil, tapi matanya mencuri-curi melihat reaksi Beny.
Rasa penasaran campur was-was itu tiba-tiba membuatnya terdengar agak matre. Dalam hatinya, Salwa tak bisa berhenti membandingkan dengan kakaknya, Wanda, yang sepertinya sudah punya pacar kaya.
"Waduh, ini kayaknya Kak Wanda memang nggak main-main ya," pikirnya pelan. Tiba-tiba, Beny muncul dari belakang.
"Maaf, bikin kamu lama nunggu," ucapnya dengan senyum yang bikin jantung Salwa berdebar.
Dia duduk di samping Salwa, tanpa canggung, sementara minuman dan camilan sudah tersaji rapi di meja mereka. Suasana jadi hangat saat keduanya mulai ngobrol santai, sambil sesekali mencicipi camilan. Salwa menatap kotak perhiasan di tangannya dan berkata pelan,
"Ini kado dari kakak, yang kak Beny titipin ke Maya tadi. Aku baru buka, dan jujur, aku cukup kaget lihat isinya." Ia memutar kotak itu perlahan, beratnya terasa di tangan set perhiasan yang kalau dihitung-hitung, bisa sampai seratus gram.
"Gila juga, ya..." bisiknya dalam hati, menahan perasaan campur aduk.
Beny meraih kotak perhiasan dengan santai, matanya menyorot penuh harap.
"Kamu suka? Sini, biar aku yang pasang," ujarnya sambil melangkah mendekat.
Suasana kafe ramai, tawa dan suara gelas berdenting memenuhi udara. Salwa mendadak tersentak, dadanya berdebar. Matanya cepat memindai sekeliling, takut banyak pasang mata mengarah ke mereka.
"Kak, nggak usah deh. Nanti aku bisa pakai sendiri," jawab Salwa pelan, sambil mundur sedikit. Wajah Beny berubah, sedikit kecewa tapi masih berusaha tersenyum. Salwa menangkap bayang kecewa itu, dan segera menambahkan,
"Bukan apa-apa, aku cuma malu aja. Di sini banyak orang... aku takut jadi pusat perhatian." Beny terkekeh, suara tawanya hangat memenuhi ruang itu.
"Itu perhiasan asli, Wa. Aku nggak mungkin kasih yang palsu. Soalnya aku suka kamu dari dulu."
Salwa menunduk, pipinya memerah, menahan campuran canggung dan terharu yang tiba-tiba mengalir. Ia masih enggan, tapi dalam hati hatinya berdesir lembut..
Beny menatap Salwa dengan mata yang sedikit menggebu. “Kalau gitu, kamu mau nggak jadi pacarku? Mulai sekarang kita jadian, gimana?” suaranya agak mendesak, seolah takut kesempatan itu segera hilang.
Wajahnya penuh harap, tapi juga ada sedikit cemas di sudut bibirnya yang menyungging. Beny memang sudah lama tersangkut perasaan sama Salwa, seperti jemuran yang basah, belum juga kering.
Salwa menunduk, jarinya mulai bermain-main dengan ujung bajunya. “Aku… aku belum pernah pacaran, Kak,” suaranya pelan dan sedikit gugup. Matanya sesekali mengintip ke arah Beny, takut kalau-kalau cowok itu punya cara pacaran yang aneh-aneh. Apalagi Beny sudah semester akhir, Salwa yakin dia sudah banyak pengalaman soal itu.
“Nanti aku yang ngajarin kamu, kok. Enak banget pacaran. Aku bisa ajak kamu nonton film, jalan-jalan terus, bahkan antar jemput ke kampus. Pasti kamu suka,” kata Beny, nada bicaranya berubah jadi manis dan seperti anak kecil yang sedang membujuk.
Beny mendekat sedikit, menatap dengan penuh harap, “Mau kan, pacaran sama aku?” lagi-lagi ia mendesak. Salwa terdiam lama, pikirannya berputar, campur aduk antara ragu dan harapan, matanya menatap jauh ke depan, mencari jawaban dalam hatinya sendiri.
"Hem, ya sudah deh. Aku mau pacaran dengan kakak," ucap Salwa akhirnya. Beny tersenyum lebar. Cowok itu langsung memegang tangan Salwa tanpa ada rasa malu dan khawatir kalau orang-orang memperhatikan mereka. Salwa melihat ke kanan kiri orang-orang pengunjung kafe itu. Mereka rata-rata cuek dan tidak memperdulikan sekitar.
Beny mencengkeram pergelangan tangan Salwa dengan lembut tapi tegas. "Kalau gitu, kita rayakan hari jadian kita. Hari ini resmi jadi pasangan," ujarnya sambil menarik Salwa keluar dari kafe.
Salwa tersentak, matanya membulat. "Kak Beny, kita mau ke mana? Motor aku gimana? Kalau bisa aku naik sendiri saja," protesnya, nada suaranya mengandung kekhawatiran.
Beny cuma mengangkat bahu, santai sekali.
"Tenang, nanti aku suruh Tejo ambilin motormu dan titip ke kostnya dia." Ia tersenyum yakin seperti sudah biasa mengatur segala sesuatu.
Salwa mengangguk pelan, hatinya campur aduk. Ia tak kuasa menolak saat Beny menyerahkan kotak kecil berisi perhiasan cantik hadiah manis yang selama ini selalu ia nantikan.
Mata Beny bersinar penuh harap, sementara Salwa merasa ada sesuatu yang menghangat di dadanya meski waktu hampir magrib dan langkah mereka kian menjauh ke arah yang tak ia ketahui.
"Ini kejutan untuk kamu. Kamu nanti pasti menyukai nya," Beny berkata. Cowok itu tersenyum lebar. Dia akan membuat senang pacar barunya. Berbeda dengan Salwa yang masih belum tenang karena Beny tidak mengatakan kemana dia membawanya pergi.
kau ini punya kekuatan super, yaaakk?!
keren, buku baru teroooss!!🤣💪