Berawal disalahpahami hendak mengakhiri hidup, kehidupan Greenindia Simon berubah layaknya Rollercoaster. Malam harinya ia masih menikmati embusan angin di sebuah tebing, menikmati hamparan bintang, siangnya dia tiba-tiba menjadi istri seorang pria asing yang baru dikenalnya.
"Daripada mengakhiri hidupmu, lebih baik kau menjadi istriku."
"Kau gila? Aku hanya sedang liburan, bukan sedang mencari suami."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertanggung Jawab dengan Menikah
Sebuah helikopter terlihat mengudara di sebuah pegunungan, membelah kabut yang semakin tebal di malam hari.
Green duduk di antara penumpang yang mengevakuasi pria yang tidak sengaja tertusuk oleh pisau lipat miliknya.
Beberapa saat lalu, pria itu menyuruhnya menghubungi tim rescue miliknya yang selalu siaga di dekat villa. Tidak membutuhkan waktu lama hingga mereka tiba dan berhasil membawanya mengudara.
Tujuan mereka saat ini menuju rumah sakit terdekat dari pegunungan.
"Tuan Rex, tolong jangan tidur." Seorang tim penyelamat mengingatkan saat pria yang terbaring lemah itu memejamkan matanya.
"Aku tahu." Pria yang ternyata bernama Rex itu menyahut dengan suara malas, ia membuka perlahan matanya dan melirik ke arah gadis di sampingnya.
Seketika keterkejutan melintasi matanya. Gadis yang sebelumnya garang saat memaki dirinya, mengatai dengan sebutan mesum kini duduk dengan seluruh tubuh gemetar, keringat sudah membanjiri wajahnya yang putih. Rex mengernyit saat melihat wajah gadis itu pun tampak sangat pucat. Tangan yang diletakkan di atas lututnya terkepal sangat erat, persis seperti orang yang sedang ketakutan.
'Apakah dia sangat merasa bersalah?'
Sejujurnya, Rex menyadari kalau lukanya tidak terlalu parah, bahkan tim rescue perusahaannya yang standby di villa sudah berhasil mencabut pisau kecil itu dan segera menghentikan pendarahan.
Entah bagaimana, ia suka melihat sikap panik gadis itu.
"Hei," panggil Rex karena belum mengetahui namanya.
Green yang dipanggil tetap menunduk dengan mata terpejam.
"Hei, gadis." Sekali Rex memanggil, namun masih belum menarik perhatian Greenindia.
Seorang petugas rescue yang melihat itu segera membantu dan menepuk pundak Green, membuat gadis itu terkejut.
"A-ada apa?"
Suaranya terdengar serak dan lemah.
"Tuan Rex memanggil Anda."
"Tuan Rex?" Green bingung, siapa Rex yang dimaksud.
Petugas itu menunjuk Rex yang masih terbaring di hadapannya. Green segera mengalihkan tatapannya ke arah yang ditunjuk dan segera menyadari.
"Jadi, namamu Rex?"
Rex berdecak mendengar pertanyaan itu. Sudah lebih dari satu jam dari pertemuan mereka, wanita itu bahkan sudah melukainya tapi baru sekarang dia bertanya mengenai namanya.
Kemudian, Rex terkekeh pelan, dirinya juga belum mengetahui nama gadis itu tapi sudah mengajaknya menikah.
"Ya, namaku Rex, pastikan kau selalu mengingatnya.
Green hanya menjawab dengan anggukkan, membuat Rex kembali berdecak karena wanita itu terlihat tidak berniat memperkenalkan dirinya sendiri.
"Sepertinya aku harus mengetahui namamu untuk mengajukan tuntutan."
Green merasakan punggungnya semakin menegang mendengar hal itu. Dia menatap Rex dengan pandangan rumit.
"Namaku... namaku Greenindia, kau bisa memanggilku Green."
Rex mengangguk, keningnya sedikit berkerut mendengar nama yang sedikit familiar tapi dia tidak ingat di mana pernah mendengarnya.
"Baiklah, Green kau harus bersiap."
Usai mengatakan itu, Rex memejamkan matanya kembali, tidak memedulikan reaksi gadis itu. Sakit di kakinya mulai semakin berdenyut.
"Hei, apa maksudmu?" tanya Green dengan suara sedikit meninggi tanpa sadar. "Jangan tidur, jelaskan padaku apa maksudnya?"
Green bersikeras membangunkan Rex, akan tetapi pria itu tidak menggubrisnya.
"Nona, tolong jangan lakukan itu. Kita belum mengetahui seberapa parah lukanya."
Mendapat teguran itu, Green berhenti. Ketakutan kembali menyelinap di hatinya.
Setelah beberapa saat, helikopter yang ditumpangi Rex dan Green mendarat di atap sebuah rumah sakit.
Beberapa petugas rumah sakit sudah menunggu dan segera mengevakuasi Rex untuk segera mendapatkan penanganan.
"Tuan, apakah Anda baik-baik saja?"
Seorang pemuda yang terlihat seumuran dengan Rex, mengenakan kemeja putih dan celana hitam segera mendekat dan beranya. Raut wajahnya terlihat cemas.
"Aku baik-baik saja," jawab Rex singkat, lalu melirik Green yang baru saja turun dari pesawat. "Gadis itu pelakunya. Jaga dia," katanya sebelum beberapa perawat membawanya pergi dari atap.
Jaga dia maksudnya?
Pria yang belum diketahui namanya itu sedikit terkejut begitu melihat gadis yang disebut Rex sebagai pelaku penusukan. Dia pikir pelakunya adalah perampok yang menyusup ke villa.
"Nona, saya Antonio asisten Tuan Rex. Mari ikut saya."
Green yang masih diselimuti ketakutan hanya bisa mengangguk. Entah apa yang akan dilakukan padanya dia tahu kalau dirinya tidak akan bisa lolos kali ini.
Green sudah merasakan kepalanya yang berdenyut hebat memikirkan apa yang akan dihadapinya di masa depan. Jika dilihat dari bagaimana orang-orang yang menyelamatkannya begitu menghormati Rex dan pria itu bahkan memiliki asisten pribadi. Sudah sangat jelas kalau dia pasti buka orang biasa.
Rex langsung dibawa ke ruang operasi sesuai dengan instruksi. Green dan beberapa orang yang tidak dikenalnya hanya bisa menunggu di luar ruang operasi.
Green berdiri tak berdaya, dia bahkan sudah tak merasakan apa pun sekarang. Semakin dipikirkan semakin menakutkan dengan konsekuensi yang harus dihadapinya.
Lebih dari satu jam seorang dokter baru saja keluar dari operasi dan Antonia segera menghampiri.
"Bagaimana dengan keadaan Tuan Rex?"
"Keadaannya cukup buruk," ucap dokter seraya melirik gadis yang berdiri di samping pintu masuk dengan tatapan yang sedikit aneh.
"Kondisinya sedikit buruk. Kita harus melakukan observasi menyeluruh, Kalau terjadi infeksi kemungkinan harus dilakukan amputasi."
"Apa?"
Bukan hanya asisten Rex yang terkejut tapi juga Green yang sejak tadi ikut mendengarkan apa yang dikatakan oleh dokter.
"Tuan Rex meminta Anda masuk," ucap Dokter pada Antonio.
Antonio hanya bisa mengangguk dan mengikuti dokter masuk ke ruangan, meninggalkan Green.
"Bagaimana mungkin sampai separah itu?"
Green terduduk di koridor, ia memukul kepalanya sendiri dengan penyesalan yang tampak di wajahnya. "Green, apa yang kau lakukan?"
Green terus menerus memukuli kepalanya dengan penuh penyesalan. Dia memegang pisau itu hanya untuk berjaga-jaga bukan untuk mencelakai orang yang tidak bersalah.
Setelah beberapa saat, pintu ruangan kembali terbuka. Antonio keluar dengan ekspresi rumit di wajahnya.
"Nona, bisa kita bicara sebentar?"
Green yang masih duduk di lantai dengan penampilan yang acak-acak, mendongak melihat Antonio yang berdiri menjulang di hadapannya.
"Baiklah," jawabnya dengan suara lemah.
Green berdiri lalu melangkah mengikuti Antonio menjauhi ruang operasi.
"Nona, Tuan meminta Anda untuk bertanggung jawab."
Green segera menjawab cepat, "Saya akan bertanggung jawab karena memang ini kesalahan saya."
Antonio tidak segera menanggapi, dia hanya menatap Green dengan pandangan rumit. Entah apa yang dipikirkan tuannya. Bagaimana dia bisa mengambil keputusan yang rumit?
"Baiklah, Nona, saya akan segera mendaftarkan pernikahan Anda dan tuan. Jadi, saya meminta kartu identitas Anda."
"A-apa yang kau katakan?"
Green sampai menggosok telinganya karena merasa salah mendengar apa yang dikatakan pria di hadapannya.
"Dokter mengatakan, mereka bisa saja tidak melakukan amputasi dengan kakinya tapi tentu saja itu butuh tindakan ekstra dengan biaya yang tidak sedikit."
Antonio menghela napas pelan sebelum melanjutkan ucapannya. Jangankan gadis itu, dia sendiri masih terkejut dengan apa yang akan dikatakannya.
"Tuan berkata kalau Anda mungkin tidak akan sanggup membayar seluruh biaya pengobatan. Jadi, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah merawatnya. Akan tetapi, tuan tidak suka orang lain menyentuhnya. Jadi, terpaksa kalian harus menikah."
Green seperti merasakan dunianya berputar seperti rollercoaster. Dalam waktu singkat, perubahan hidupnya benar-benar tidak terduga.
"Tunggu, tapi bagaimana kita bisa menikah? Kita saja baru bertemu belum sampai satu hari."
Green baru mengetahui namanya bahkan hanya beberapa jam yang lalu.
"Tuan mengatakan, kalau Anda menolak, Anda bisa menyelesaikan masalahnya di kantor polisi."
"Apa?"
Green menggigil mendengar hal itu. Kalau masalahnya dibawa ke kantor polisi, semuanya pasti akan menjadi rumit dan dia pasti akan dipenjara dalam waktu yang sangat lama.
"Nona, kita tidak punya lagi. Segera berikan kartu identitas Anda."
Green masih ragu tapi dia tidak punya pilihan lain dan segera memberikan kartu identitasnya pada pria di hadapannya.
malam pertama Rex jadi merawat greenidia....
semangat trs Thor