NovelToon NovelToon
Ishen World

Ishen World

Status: sedang berlangsung
Genre:Menjadi Pengusaha / Fantasi Isekai / Anime
Popularitas:65
Nilai: 5
Nama Author: A.K. Amrullah

Cerita Mengenai Para Siswa SMA Jepang yang terpanggil ke dunia lain sebagai pahlawan, namun Zetsuya dikeluarkan karena dia dianggap memiliki role yang tidak berguna. Cerita ini mengikuti dua POV, yaitu Zetsuya dan Anggota Party Pahlawan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon A.K. Amrullah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Felicia Clover

Pintu Z-Store berbunyi pelan.

Hawa ruangan langsung berubah. Masuklah seorang wanita berambut merah gelap yang panjang, gaunnya elegan tapi... ya, cukup terbuka untuk membuat siapa pun menoleh. Matanya berwarna emas, berkilat seperti kucing yang sedang mempertimbangkan apakah akan memelukmu... atau menyayatmu dulu.

Reina mengerutkan alis.

Reina selalu elegan, tapi kali ini ada sedikit ketegangan halus di wajahnya, seperti bangsawan yang baru saja mencium aroma masalah kelas premium.

Zetsuya cuma menyeruput tehnya.

"Hmm. Petualang dari guild mana nih?"

Wanita itu tersenyum manis. "Akhirnya aku menemukannya... sang pedagang yang sangat menarik."

Zetsuya berkedip pelan. "Kalau mau belanja, silahkan dipilih, mau sabun, kasur atau bantal."

Reina langsung melirik tajam. "Siapa kau?"

Wanita itu meletakkan tangan di dada dan membungkuk anggun.

"Felicia Clover. Tenang saja, Putri Reina. Aku tidak datang untuk memulai pertumpahan darah."

Reina kaget, tapi tetap menjaga martabat. "Engkau mengetahui identitasku?"

Felicia tersenyum, duduk tanpa izin, gaya wanita yang tidak takut mati.

"Tentu saja. Putri Kerajaan Hexagonia. Calon penerus Perdana Menteri. Kecantikanmu tersohor... yah, bahkan di lingkaran gelap sekalipun."

Nada Reina tetap lembut, tapi tegang. "Lalu identitasmu?"

Felicia menyilangkan kaki dan berkata seolah memperkenalkan hobi.

"Aku adalah 1st Shadow. Salah satu dari Six Shadows of Doomsday. Eksekutif tertinggi Kultus Kehancuran."

Reina langsung berdiri, siap mengucapkan mantra.

"Kau! Musuh kerajaan rupanya!."

Zetsuya mengangkat tangan. "Hei, hei. Jangan bakar tokoku. Nanti barang barangku hangus semua!."

Felicia terkekeh. "Kalau aku mau membunuh kalian, aku tidak akan masuk sambil menyapa. Aku bukan psikopat yang tidak sopan."

Zetsuya menghela napas. "Jadi maumu apa?"

Felicia memandangnya seperti kucing melihat mainan favoritnya.

"Aku hanya ingin melihat langsung... Merchant yang diusir tapi tiba-tiba jadi legenda kecil di Eldoria."

Zetsuya menatap kosong. "Wow. Aku punya fans dari kultus. Pencapaian baru."

Felicia memiringkan kepala. "Oh, kita pernah bertemu sebelumnya. Kau yang menyelamatkanku malam itu... ingat?"

Zetsuya mencoba mengingat. "...Yang sekarat itu?"

FLASHBACK...

Zetsuya duduk di bawah pohon. Angin malam. Ketidakpedulian universal.

Wanita berdarah-darah keluar dari hutan.

Zetsuya memberinya potion.

"Minum. Jangan mati di dekatku. Ribet ngurus mayat."

Wanita itu sembuh, menatapnya lama. Pergi.

KEMBALI KE TOKO...

Zetsuya menunjuknya. "Jadi itu kau?"

Felicia tersenyum manis, manis yang membuat orang merinding.

"Ya. Kau menyelamatkan hidupku. Dan aku tidak lupa jasa... dan wajah tampan itu."

(Siapa sangka aku menyelamatkan wanita secantik ini, bukankah ini jackpot?) Pikir Zetsuya

Reina memijat pelipisnya. "Ini makin rumit..."

Felicia duduk lebih dekat, suaranya merdu tapi berbahaya.

"Aku sudah muak jadi eksekutif kultus. Bosan membunuh, bosan ritual darah... bosan lihat orang menyembah patung tengkorak tiap minggu. Aku ingin berhenti."

Dia tersenyum manis ke Zetsuya.

"Dan aku ingin tinggal bersamamu~."

"...Hah?" (yes yes yes!)

Zetsuya hampir tersedak udara.

Reina terkejut.

"Engkau ingin apa? Hidup bersama? Itu tidak pantas!"

Felicia hanya menatapnya, senyumnya makin miring.

"Putri, dunia ini kejam. Banyak orang mati tiap minggunya. Kota kota besar pun punya pasar budak tersembunyi. Panti yatim pun penuh karena perperangan. Dalam dunia seperti itu, boleh dong aku memilih kebahagiaanku sendiri?"

Zetsuya mendengus. "Dan kebahagiaanmu... aku?" (yes, jackpot!)

Felicia mencondongkan tubuh, suaranya seperti racun manis.

"Tentu saja. Aku jarang jatuh cinta. Saat aku jatuh cinta... aku tidak akan melepaskan."

Reina langsung merinding. "Itu tidak kedengaran sehat."

Felicia tersenyum lebih lebar. "Aku juga tidak pernah mengaku sehat."

Tiba-tiba, suara lembut terdengar.

"Felicia... Clover?"

Semua menoleh. Tia berdiri di depan pintu belakang, terpaku.

Felicia memiringkan kepala. "Kau siapa?"

Tia pelan-pelan berjalan maju, matanya bergetar.

"Sepuluh tahun lalu... di Karkolm... kau menyelamatkan desa kami. Kau membunuh para bandit. Aku masih kecil waktu itu... Tapi aku ingat warnamu... rambut merah tua mu..."

Felicia terdiam, untuk pertama kalinya, tanpa senyum.

"Oh. Kau salah satu anak itu."

Tia menggigit bibir. "Meskipun desa kami hancur... banyak yang hidup karena kau. Aku... aku menganggapmu sebagai pahlawanku."

Zetsuya melirik Felicia. "Hah. Jadi seorang eksekutif kultus kehancuran adalah orang yang baik huh?"

Felicia memainkan rambutnya.

"Aku tidak peduli soal reputasiku sebagai eksekutif kultus!. Aku hanya membunuh orang yang pantas. Bandit itu pantas. Kultus kadang membosankan. Dunia ini kotor. Kau pikir siapa yang membersihkan bagian busuknya? Ya, kadang aku."

Reina menarik napas panjang. "Baik... aku akan berhenti menghakimimu untuk sementara."

Felicia tersenyum tipis. "Pertanda baik."

Reina kembali ke tujuan awal.

"Zetsuya. Aku ingin kau ikut denganku ke Hexagonia."

"Kenapa? Sabun?"

"Ya," jawab Reina. "Aku ingin ayahku melihat kualitas produkmu. Ini bisa menjadi komoditas penting bagi Hexagonia."

Zetsuya mengangkat alis.

"Jadi aku ke kota Hexagonia... demi sabun? Bukan hal paling heroik yang pernah kudengar."

Felicia menyela sambil mengangkat jari. "Kalau dia pergi, aku ikut."

Reina langsung melotot. "Untuk apa?"

Felicia tersenyum gelap.

"Aku mau mengundurkan diri dari kultus. Dan... memastikan tidak ada perempuan lain yang mendekati laki lakiku~."

Reina: "laki laki mu?!"

Zetsuya: "Stop. Stop. Toko kecilku tidak cukup buat drama poligami yandere."

Felicia: "Kalau toko kurang besar, aku bisa bantu bakar kota lain buat ekspansi."

Reina: "JANGAN!"

Tia memandang Felicia dengan mata berbinar.

"...Dia keren..."

Zetsuya mengusap wajah lelah.

"Tia, aku mau ke Hexagonia. Kau jaga toko."

Tia mengangguk. "Siap, Tuan Zetsuya."

Felicia menyandarkan dagunya pada tangan, menatap Zetsuya intens.

"Baiklah~ Ayo pergi. Kota besar menanti kita. Dan siapa tahu... mungkin aku akan menemukan alasan lain untuk terus hidup."

Reina menatap Felicia. "Pastikan engkau tidak memulai kekacauan."

Felicia tersenyum tipis. "Aku? Tidak mulai. Tapi kalau ada yang mendekati Zetsuya... akan aku akhiri hidupnya."

SETELAH PERCAKAPAN yang MENEGANGKAN ITU...

Zetsuya memalingkan wajah sejenak, hendak mengambil tas barangnya.

Baru mau melangkah satu langkah,

BRUK.

Sesuatu (atau seseorang) langsung menubruknya dari samping.

Lengannya dipeluk erat. Pinggangnya dicengkeram. Kepalanya hampir masuk ke dada seseorang.

Zetsuya mendengus pelan. "...Aku belum siap, tapi dunia sudah mulai menyerangku."

Saat dia menunduk sedikit,

"Oh. Kau."

Felicia mendongak, pipinya menempel di dadanya, ekspresinya...

Campuran manis, bahaya, dan "punya aku."

"Aku capek nahan diri~," katanya sambil mengeratkan pelukan sampai punggung Zetsuya bunyi krek-krek kecil.

"Kalau aku sudah dekat begini... susah melepas."

Reina hampir tersedak udara. "F-Felicia! Jaga sopan santunmu-!!"

Felicia tanpa menoleh, tanpa melepaskan Zetsuya, menjawab santai:

"Sopan santunku cuma kuberikan pada orang yang nggak menarik. Dia pengecualian."

Zetsuya, alih-alih panik, cuma angkat alis.

"Yah... pelukannya hangat juga. Lumayan."

Reina menatapnya dengan wajah shock bangsawan.

"Zetsuya?? Kau... tidak masalah dipeluk seperti itu?!"

Zetsuya mengangkat bahu, tangannya tetap santai di samping, tidak mendorong Felicia.

"Kalau cewek cantik tiba-tiba peluk aku, masa aku tolak? Nanti rezekinya kabur."

Felicia langsung mendecit senang kayak kucing yang dielus.

"Lihat? Dia paham~"

Reina menutup muka. "Ini memalukan..."

Felicia mendekatkan wajahnya ke dada Zetsuya, suaranya manja tapi ada ancaman tersembunyi.

"Aku bisa begini sepanjang hari. Jangan khawatir... aku cuma posesif kalau ada yang ganggu."

Reina spontan memendam panik. "ITU YANG KU KHAWATIRKAN!"

Zetsuya mencoba melepaskan sedikit tapi Felicia langsung mempererat pelukan, tubuhnya menempel penuh.

"Jangan bergerak~ Nanti aku merasa ditolak... dan aku tidak suka ditolak."

"Tuh kan," gumam Zetsuya sambil nyender santai. "Gila tapi jujur."

Felicia mendongak, pipinya merah tipis, mata emasnya berbinar intens.

"Kalau aku punya niat buruk, kau sudah pingsan di lantai. Pelukan ini cuma... hm... kompensasi emosional."

"...Atau libido?" bisik Tia polos tapi pedas.

Reina memekik, "TIA!"

Zetsuya cuma cekikikan kecil.

"Semua orang punya cara healing masing-masing. Dia pilih aku. Jadi aku nggak nolak."

Felicia langsung makin nempel dan memejamkan mata, seolah menemukan tempat tidurnya.

"...Aku suka bau tubuhmu. Tenang... tapi ada sedikit aroma pejuang yang mencoba pura-pura malas."

Zetsuya tertawa kecil. "Heh."

Reina hampir meledak, tapi tetap elegan dalam stres.

"Ini... tidak pantas untuk ruang publik!"

Felicia, masih meluk, menjawab:

"Tenang. Aku mantan eksekutif kultus. Pelukan ini termasuk kategori level 1. Level 5 jauh lebih... berbahaya."

Reina langsung pucat. "Aku tidak ingin tahu level 5!"

Zetsuya menepuk kepala Felicia santai, tanpa malu.

"Sudah, nanti aku pegal. Kita mau ke Hexagonia, ingat?"

Felicia membuka mata... tapi tidak melepas.

"...Satu menit lagi."

Zetsuya mengangkat tangan. "Satu menit."

Reina jatuh terduduk di kursi sambil menahan napas panjang, seolah memikirkan kembali seluruh hidupnya.

Tia justru tersenyum kecil, menikmati kekacauan yang terjadi.

Jack mendorong pintu toko sambil masuk santai, membawa sekeranjang jeruk yang baunya langsung memenuhi ruangan. "Yo, Zetsuya! Kudengar kau mau cabut ke Hexagonia?"

"Ya," jawab Zetsuya tanpa banyak basa-basi. "Aku butuh kau bantu Tia jaga toko."

Jack mengedip bingung. "Aku? Jaga toko? Ini... toko ini?"

Dia melirik sekitar, seolah memastikan toko itu benar-benar toko.

Tia yang berdiri tak jauh tampak kaget, lalu buru-buru menunduk. "J-Jack... kalau kau benar-benar mau, aku... senang."

Jack langsung merah telinga. "Ya ampun, jangan bilang gitu dengan suara manis gitu dong, Tia... aku bisa salah fokus."

Zetsuya memperhatikan mereka dan mendesah kecil. Ah. Ini dia. Bibit-bibit romance ala dunia brutal. Ironi yang manis.

Di sisi lain, Felicia menyandarkan dagunya ke bahu Zetsuya, agak terlalu dekat seperti biasa. "Ufufu~ lihat itu. Dua anak muda yang bahkan belum sadar kalau tatapan mereka sudah kayak tokoh utama dan heroine yang belum ngaku perasaan."

Reina melirik sekilas tanpa mengubah ekspresi anggun bangsawannya. "Cukup menarik untuk diamati. Meski... agak berisik."

Nada bicaranya tetap lembut dan elegan, tapi ada senyum kecil di ujung bibir.

"Jadi, kau setuju?" tanya Zetsuya.

Jack menarik napas, mengangkat jeruknya seperti bersumpah. "Baiklah! Kalau itu permintaanmu, aku siap. Tia, ayo kita kerja bareng."

Tia memegang apron-nya, gugup namun senang. "Ya... aku akan melakukan yang terbaik."

Felicia menepuk-nepuk punggung Zetsuya sambil berbisik manja, "Kau lihat? Bahkan saat dunia ini penuh dengan monster dan para bandit suka kulitin orang hidup-hidup, toko mungilmu ini tetap bisa jadi tempat cinta bersemi~ Perbedaan kontras yang... manis ya?"

Zetsuya melirik Felicia tajam. "Jangan bicara tentang 'kulit' sambil tersenyum seperti itu."

Reina menambahkan pelan, seperti guru etika, "Felicia, tolong jaga pilihan kata. Jangan menakuti Tia."

Felicia mengedik bahu. "Baik, baik~"

Zetsuya lalu berkata ke Tia, "Setelah aku kembali dari Hexagonia, aku akan memerdekakanmu."

Tia terdiam, matanya membesar. "T-Tuan Zetsuya... aku tidak ingin pergi. Aku ingin tetap di sini. Bukan sebagai budak... tapi sebagai pekerja. Rumahku sudah lama hilang... tempat ini adalah satu-satunya yang tersisa bagiku."

Nada suaranya tulus, tidak memelas. Justru kuat.

Jack menepuk dadanya. "Itu dia. Kalau dia mau, izinkan saja. Lagian, aku... ya, aku nggak keberatan bekerja bareng dia tiap hari."

Zetsuya mengangguk pelan. "Keputusan tetap di tanganmu nanti. Aku hanya memberimu kesempatan memilih."

Tia menunduk, tersenyum tipis. "Terima kasih... sungguh."

Felicia menyeringai manis, namun matanya menyipit seperti kucing yang menemukan mainan baru. "Ufufu~ perempuan setia di kananmu... perempuan elegan di kirimu... budak manis yang mengagumimu... dan gadis lugu yang jatuh hati pada karyawan sementara... Zetsuya, kau benar-benar memikat wanita, ya?"

"Diam," gumam Zetsuya.

Reina tersenyum lebih halus, nada anggunnya tetap stabil. "Baiklah, jika semua sudah dibereskan, kita bisa berangkat. Hexagonia menunggu."

Jack melambaikan tangan. "Santai saja, bro! Toko aman sama kami! Paling banter... uh... mungkin diborong pelanggan misterius yang suka nanya harga sambil bawa pedang berdarah. Aku bisa handle."

Zetsuya menghela napas. "Jangan sampai bangkrut."

Jack tertawa. "Tenang. Ini toko bukan kerajaan. Aku nggak seceroboh itu."

Begitu mereka bertiga keluar, Felicia,yang sejak tadi berdiri terlalu dekat, tiba-tiba meraih lengan Zetsuya dan langsung memeluknya dari samping. Cukup agresif. Cukup tiba-tiba.

"Yosh~ perjalanan dimulai! Aku tidak akan melepaskanmu, Zetsuya~"

Zetsuya hanya menghela napas. "Selama nggak mengganggu jalan, aku terima."

"Ufufu~ kalau kau sendiri yang bilang begitu... jangan salahkan aku kalau makin nempel~"

Reina memutar mata halus, elegan namun jelas iri sedikit. "Felicia... tolong jaga sikap."

Felicia tersenyum polos. "Tidak bisa~"

Dan begitulah, dengan satu lelaki, dua gadis yang semakin berbahaya, dan dunia gelap yang menunggu di luar pintu, perjalanan mereka ke Hexagonia pun dimulai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!