Kisah ini lanjutan dari KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS seasons 1
Banyak adegan kasar dan umpatan di dalam novel ini.
Cerita akan di mulai dengan Cassia, si Antagonis yang mendapatkan kesempatan terlahir kembali, di sini semua rahasia akan di ungkap, intrik, ancaman, musuh dalam selimut dan konflik besar, kisah lebih seru dan menegangkan.
Jangan lupa baca novel KEMBALI-NYA SANG ANTAGONIS season 1 agar makin nyambung ceritanya. Happy reading!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senjaku02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 9
"Saya akan menunggu jawaban dari kalian, jadi hubungi lagi saya nanti!" kata Nafisha, ketenangan yang ia tunjukkan jelas membuat Liam meradang.
Saat Nafisha akn pergi, Liam berniat untuk mencegah. Namun, cekalan tangan yang dilakukan oleh Olivia menghentikan gerakan Liam.
"Ma, dia ... "
"Biarkan dia" kata Olivia, itu seperti sebuah perintah mutlak yang tak bisa di bantah.
Liam hanya bisa mengumpat, dia kesal matanya menyala benci pada sosok Nafisha yang berjalan angkuh meninggalkan ruang VIP dimana mereka bertemu.
Sedangkan Nafisha hanya bisa tersenyum, entah kenapa hatinya mengatakan mereka akan menelponnya demi putri tunggal mereka yang sudah sekarat, "Pilihan ada di tangan kalian, akan aku tunggu kabar baiknya."
Malam harinya.
Cassia dan teman-temannya tiba di Apartemen mewah dimana mereka tinggal sejak kuliah, wajah lelah. Namun, puas terlihat jelas terukir dari wajah mereka.
"Puas sekali, kita kesana lagi ya lain kali!" Mutiara berucap dia menatap teman-temannya dengan binar mata indah.
"Boleh, kita akan mencari waktu luang untuk melakukan itu," Cassia setuju, dia mengusap pelan kepala Mutiara dengan senang.
"Baiklah, selamat malam!" Arzhela bangun, dia berlalu dari sana untuk kembali ke kamarnya karena dia ingin segera mandi.
"Malam, Zhel!" mereka menyahut bersama.
Satu persatu dari mereka bangun, meninggalkan ruang tamu untuk kembali ke kamar masing-masing.
Cassia tiba di dalam kamar, dia meletakkan ponsel tas dan sepatunya ke tempat semula, perasaan lelah tapi bahagia begitu terpancar dari wajah cantik bermata indah itu.
"Melelahkan, tapi benar-benar menyenangkan!" gumam Cassia, dia menatap langit-langit kamarnya di mana disana lampu berkelip lucu menambah kesan aesthetic.
TING
Notifikasi pesan masuk terdengar, Cassia bangun dia mengambil ponselnya dan saat ponselnya di buka, pesan yang ia tunggu akhirnya masuk.
"Akhirnya, apa yang seharusnya terjadi sekarang akan benar-benar terjadi, kau akan merasakan apa yang aku rasakan dulu, dan tunggu apa yang bisa mereka lakukan untuk menghancurkan kamu!" sinis Cassia, dia mencengkram erat ponsel mewahnya, binarnya benci itu terlihat jelas dari wajah yang selama ini tenang.
Malam itu, udara di luar rumah agak dingin, angin berembus kencang menerpa kaca mobil Rubicon berwarna hitam milik seseorang.
"Bagaimana?" tanya orang berhoodie hitam dari dalam mobil.
"Semua aman terkendali, apa yang Anda harapkan akan segera terlaksana, sekarang bagaimana?" pria bertopi bertanya untk tugas selanjutnya.
"Usahakan Smith tahu siapa putri kandung mereka! Dan pastikan juga Smith tetap mencintai putri angkat mereka," kata orang berhoodie itu.
"Apa yang Anda inginkan akan terjadi," orang itu menjanjikan keberhasilan pada orang berhoodie itu.
"Bagus, aku tunggu kabar baiknya!" dia menyerahkan amplop dari balik hoodienya dan setelah dia terima ia berlalu dari sana meninggalkan orang suruhannya sendiri.
...****************...
Hari ini menjadi hari terakhir mereka di London, sebelum keesokan harinya harus kembali ke kota Wonderland. Dikarenakan cuti mereka sudah habis dan harus melanjutkan kuliah.
Di antara riuh kota asing, mereka nanti memilih menjelajahi supermarket dan mall untuk mencari oleh-oleh sepotong kenangan yang akan mereka bawa pulang untuk keluarga masing-masing.
Dax menatap Cassia dan sahabatnya, suaranya mengalir penuh harap, "Hari ini kalian pulang kuliah jam berapa?"
Cassia membalas dengan santai, "Aku siang ini cuma ada dua mata pelajaran, jadi pasti sudah pulang duluan. Kalau mereka, aku nggak tahu."
"Mungkin sama," jawab mereka serempak, seolah membangun janji tak terucap.
Vladimir kemudian menatap mereka dengan senyum penuh rencana, "Kalau begitu, sore ini temani kami cari oleh-oleh, ya."
Tanpa ragu, mereka menjawab serempak, "Siap!" Seolah menyegel momen terakhir itu dengan semangat yang menggebu.
Hari ini bukan sekadar hari terakhir, tapi juga lembar terakhir dari petualangan mereka yang akan terus dikenang.
Setelah itu, Cassia dan sahabat-sahabatnya melangkah menuju kampus yang tak jauh dari apartemen, hanya beberapa menit berjalan kaki.
Udara pagi yang masih segar membelai wajah mereka, seolah menyisipkan semangat baru di setiap langkah. Meski sederhana, perjalanan kecil itu terasa hangat dan penuh harapan sebuah awal hari yang mereka sambut dengan senyum dan tekad untuk tetap kuat dan sehat.
...****************...
Di kota Wonderland, di balik gemerlap sebuah klub malam yang diselimuti cahaya temaram nan menggoda, Darian tenggelam dalam keheningan ruang VIP yang dingin.
Botol-botol alkohol berderet rapi di atas meja, saksi bisu kesendiriannya. Malam itu, tanpa wanita penghibur atau sahabat yang biasa menghangatkan hatinya, dia hanya ditemani sepi dan perasaan yang berkecamuk.
"Dasar sial," gerutunya pelan, menyesali keputusan para sahabatnya yang tiba-tiba terbang ke London. “Kenapa aku harus tertinggal sendirian di sini?”
Sambil menyesap kerasnya minuman di gelas, matanya kehilangan fokus, menembus bayang-bayang kerumunan. "Bagaimana kabar Cassia? Apakah dia baik-baik saja, atau justru telah jauh berubah tanpa aku tahu?"
Lalu pikirannya melompat pada Nafisha, mantan istrinya yang kini seolah lenyap tanpa jejak. "Dimana dia sekarang? Apakah hidupnya baik-baik saja tanpa aku? Atau kah aku yang terlalu terbelenggu oleh tanya dan rindu yang tak berujung?"
Darian menunduk, dadanya sesak, terpaut antara keraguan dan harap yang remuk. Kesendirian malam itu bukan sekadar kesepian biasa ia seperti jurang menganga yang siap menelan sisa-sisa kekuatan hatinya.
Cassia, mantan tunangannya, hanyalah bayang samar yang tak pernah mengusik hatinya lebih dari sekadar rasa penasaran biasa.
Dirinya hanya menganggap cassia sebatas teman dari adik sahabatnya, dan lebih dari itu tidak pernah. Namun, keheningan yang membungkus hidupnya kini membuat segala hubungan terasa hampa, meninggalkan luka dan tanya yang tak berujung.
Sedangkan Setelah bercerai dengan Nafisha, hidupnya seakan tenggelam dalam sunyi yang mencekam. Meski kebencian membara karena pengkhianatan dan kepedihan yang ditinggalkan mantan istri itu, hatinya tak sanggup memadamkan bara cinta yang masih membara hingga kini.
Darian terjatuh di sofa, tubuhnya oleng oleh kadar alkohol yang mengalir deras dalam nadinya setelah menenggak botol demi botol yang berserakan di atas meja.
Nafasnya tersengal, pandangan berputar, dan dunia di sekitarnya terasa berbalik, namun dirinya tak peduli.
Suara musik club yang berdentum jadi latar yang samar, menghanyutkan kesadarannya ke dalam kegelapan.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka pelan. Dua sosok berbadan tegap dan jas rapi melangkah masuk dengan langkah pasti, membawa aura kewibawaan yang tak bisa diabaikan.
Tanpa sepatah kata, mereka meraih Darian yang lunglai, menariknya perlahan dari dunia penuh mabuk itu. Keduanya adalah bayangan keluarga Parker orang kepercayaan yang tak pernah lepas dari sisi Darian, pengawal setia yang bertugas menjaga setiap langkah pemuda itu.
Dalam diam yang tegang, Darian dibawa menjauh dari kegilaan malam itu, kembali ke rumah keluarga Parker yang sepi dan penuh rahasia. Malam belum usai, namun pertarungan batin Darian baru saja dimulai.
selalu d berikan kesehatan 😃