Sumpah Pemuda, adalah nama sekolah buangan dan terkenal buruk norma dan etikanya. Sekolah yang tidak perlu mengeluarkan sepeserpun biaya untuk masuk ke dalam sekolah tersebut.
Sementara itu, seorang anak yang bernama Arka Bimantara yang terlahir dari keluarga yang terbuang harus bisa beradaptasi di lingkungan keras di sekolah itu di karenakan buruknya latar belakang keuangan keluarganya.
Namun di balik sekolah dan kisah kota tersebut, ada sebuah fakta busuk dari pemerintah dan para konglomerat negara.
Kisah ini bukan hanya sekedar cerita anak berandal saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yo Grae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
X-Ray Mini Market
Langit telah berwarna kelabu, burung pun sudah berterbangan untuk mencari tempat berteduh, angin yang tadinya bertiup lembut kini bertiup kencang seakan akan ingin menerbangkan beberapa pohon kecil di tepi jalan. Jalanan yang tadinya ramai akan sepeda motor dan mobil, kini hanya di ramaikan oleh mobil dan kendaraan besar saja.
Hujan rintik mulai membasahi bumi, awan gelap pun sudah mulai menutupi langit yang kelabu, beberapa awan gelap pun gini saling bersahutan mengeluarkan guntur guntur mereka. Para pengendara sepeda motor dan pejalan kakipun mulai menepi untuk berteduh.
Namun tidak untuk seorang Arka.
Arka, seorang anak SMP kelas dua yang terus mengayuh sepedanya untuk melaju di tepi jalan dengan sangat kencang. Ia tak peduli walaupun hujan membasahi tubuhnya dan sepedanya, yang terpenting baginya adalah ia bisa sampai ke tempat mini market X-Ray. Bukan hendak berbelanja atau bahkan berteduh, tetapi ia harus datang tepat waktu untuk kerja paruh waktu agar gajih hariannya tidak terpotong sepeserpun .
Sekitar empat menit telah berlalu sejak hujan mulai menyelimuti bumi, ia akhirnya sudah sampai di tujuan. Tempat kerja yang ia harapkan dari upah kecilnya itu bisa menyembuhkan ibunya yang tergeletak di rumah sakit dengan biaya yang sangat besar.
"Ah permisi, maaf agak terlambat" ujarnya sesudah memarkirkan sepeda di belakang mini market.
"Oh Arka, nggak kok gak telat. Masih ada dua menit" sahut salah seorang kasir wanita yang cantik berambut pendek dan bermata hijau.
"Baguslah, " Arka bergegas berlari menuju gudang belakang untung Absen
***
"Arka, tolong bongkar beberapa barang yang baru saja datang ya, dan tolong seperti biasa di check. ingat, Jangan sampai lupa lagi untuk mendata barang yang kecil kecil nya"
Andrew, seorang staff tetap gudang yang telah berkerja di mini market ini selama hampir empat tahun mencoba mengingatkan kembali kepada Arka agar lebih berhati hati lagi kinerjanya.
"Baik pak, saya ganti baju dulu " yang langsung di jawab oleh Arka .
Andrew, bertubuh besar dan lumayan keras. Ia berusia dua puluh empat tahun dan memiliki data riwayat seorang pemabuk. Ia sering kali di dapati oleh manajer minimarket ini sedang mangkir dan mabuk mabukan di belakang gedung mini market. Namun karna kinerjanya bagus dan ia berkontribusi banyak selama empat tahun ini, ia pun selalu di maafkan akan sifat dan kebiasaan buruknya yang sering mabuk mabukan tersebut.
"Pak, ada barang yang sudah di masukin data pak?" tanya Arka Dengan was was .
"Oh belum ada Bim, coba deh kamu cek semuanya ya .." Andrew pergi meninggalkan Arka yang kini sedang berkutat dengan barang barang dan kertas surat jalan data barang.
Semenjak kejadian tragedi dua tahun yang lalu, ia menjadi sangat keras dalam hal berkerja. Ibunya sedang di rawat rumah sakit akibat kritis jantung, dan harus mendapat bantuan rumah sakit agar tetap hidup. Justru itu lah ia berkerja sangat keras. Sedangkan ayahnya, telah meninggal akibat kecelakaan yang menimpa bersamaan dengan ibunya. Hal tersebut membuat Arka merasa terguncang awalnya, dan tak di pungkiri bahwa ia menangis sekencang kencangnya. Namun, karna otaknya yang masih berfungsi dan bagus, ia tak mau berlarut dalam kesedihan. Ia berusaha menerima fakta dunia bahwa sekarang ia sebatang kara. Ia tak tahu asal muasal keluarganya yang lain, yang ia tahu hanyalah kedua orang tuanya tertimpa musibah kecelakaan, syukur ia masih mempunyai seorang ibu walaupun tak sadarkan diri di rumah sakit. Akan tetapi, dengan jiwa yang sangat sabar dan lapang dada ia bergerak maju untuk menjalani hidup .
Pada awal tahun ketika ia menerima nasib buruk itu, ia berusaha keras untuk mencari kerjaan sambilan, dan bahkan ia sempat tidak sama sekali melanjutkan sekolah menengahnya dan fokus untuk mencari pekerjaan dahulu.
Memang pada umumnya, jika sebuah keluarga tertimpa musibah demikian, harusnya mendapatkan perhatian lebih dari pemerintah dan pihak rumah sakit, yaitu mencari tahu identitas keluarga dari masing masing pihak. Namun hukum baik seperti itu tak berlaku di kota ini, yang mana kota ini hanyalah segelintir orang yang perduli kepada lingkungan.
"Hei, hari ini kamu bolos lagi?" Suara besar itu bergema di seluruh gudang , membuat Arka lumayan terkejut untuk beberapa detik sebelum akhirnya ia menjawab dengan mengangkat bahunya.
"Aku lagi malas ke sekolah, yang ada aku pasti di bully lagi" ia masih berkutat dengan beberapa kertas laporan barang nya.
"Hei, walaupun begitu harusnya kamu ke sekolah dulu baru ke sini, lagian ini kan masih jam sembilan pagi, masih jam sekolah" Andrew kembali menenggak botol minuman keras yang ia genggam.
"Memangnya apa yang aku harapkan dari sekolah buangan itu? Toh aku berkerja demi ibuku, di dunia ini asalkan aku mendapatkan uang itu sudah cukup" sahut Arka yang kini berpindah tempat untuk menghitung barang kolian yang masih berantakan.
"Hey bim, aku tau apa yang kau rasakan, aku lebih dulu hidup ketimbang dirimu... Hanya saaja-"
"Kalau begitu kenapa om tanya lagi? Toh aku menikmati pekerjaan ini, tak ada paksaan apapun dan aku memang yang memutuskan untuk menjalani kehidupan seperti ini. Jujur, aku memang ingin menggapai cita cita ku menjadi TNI angkatan Laut, tapi kan kenyataannya..." bibir Arka tersetop untuk bebrpaa saat, lalu kemudian menghembuskan nafas berat dan mengusap wajahnya.
"Bumi saja berputar, semoga kehidupan ku juga"
Arka kembali menghitung perintilan-perintilan sisa barang yang datang.
Andrew kagum dengan jawaban anak yang begitu belia ini. Dari kecil memang Andrew seperti Arka, yaitu berkerja tanpa perduli dalam jenjang pendidikan. Namun dahulu, ia memilih jalan itu ketika ia melihat kedua orang tuanya bercerai dan bertengkar, ia di buang dan akhirnya memilih jalan untuk berkerja mati matian agar tidak mati kelaparan.
Melihat Arka yang mempunyai tanggungan lebih besar ketimbang dirinya yang dulu, itu saja sudah cukup untuk menampar dirinya sendiri.
"Mau minum?" Andrew menawarkan minuman keras kepada Arka.
"Aku minum teh kotak aja udah senang om, gak perlu minuman itu" jawab Arka yang di lanjutkan dengan ketawanya yang lepas .
Melihat Arka yang tertawa pun Andrew juga ikutan tertawa.
Andrew memantapkan hatinya, bahwa ia harus melindungi Arka apapun yang terjadi. Sebab, tuhan mungkin mempertemukan dirinya dengan Arka ketika di usia ini adalah sebuah makna untuk menebus kesalahan dosa nya yang di buat di masa lampau. Yaitu meninggalkan ibunya yang sedang depresi dan setres sendirian di tengah desa.
"Hei kalian kakak adik! Ayok sini ke dapur makan, udah di masakin sama Fatmawati tuh!"
Seorang kasir berteriak ke dalam gudang untuk memberitahukan kepada kedua orang yang sedang tertawa lepas itu bahwa makanannya sudah siap.
"Ayok Bim, gass kita makan!"
Andrew melompat dari atas meja gudang dan merangkul leher Arka yang kecil itu dan menuntunnya ke dapur .
...****************...