NovelToon NovelToon
Nikah Dadakan Karena Salah Alamat

Nikah Dadakan Karena Salah Alamat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pernikahan Kilat / Pengantin Pengganti
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: Anjay22

Cantika yang bekerja sebagai kurir harus menerima pernikahan dengan yoga Pradipta hanya karena ia mengirim barang pesanan ke alamat yang salah .
Apakah pernikahan dadakan Cantika akan bahagia ??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anjay22, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Permintaan orang tua yoga untuk Cantika

Beberapa hari setelah gencatan senjata ‘Strategi Dessert’ berhasil di meja makan, suasana di rumah keluarga Pradipta memang terasa sedikit lebih longgar. Cantika benar-benar mengambil kelas online baking di akhir pekan, dan hasilnya? Sebuah brownies bantat yang bahkan Mbok Darmi pun tersenyum maklum saat mencicipinya.

Tapi Yoga memakannya habis.

“Enak Manisnya pas,” katanya, sambil menahan tawa saat melihat wajah Cantika yang cemberut.

“Mana ada enak, Mas. Itu keras kayak batu. Ini kan gagal,” gerutu Cantika.

“Justru itu spesial. Ini brownies pertama buatan istriku. Nilai sentimentalnya tinggi,” balas Yoga, membuat pipi Cantika merona.

Setidaknya, brownies itu berhasil memenuhi fungsinya sebagai buffer dan alasan Cantika sibuk di dapur tanpa perlu mengkhawatirkan standar tinggi Bu Ratna.

Namun, kejutan terbesar belum datang.

Sore itu, Pak pradipta Ayah Yoga, baru pulang dari perjalanan bisnisnya. Pak pradipta , pria paruh baya yang tenang, berwibawa, dan jarang bicara,tapi sekalinya bicara, keputusannya mutlak.

Beliau biasanya tidak terlalu ikut campur urusan rumah tangga, menyerahkan sepenuhnya pada Bu Ratna. Jadi, ketika beliau memanggil Cantika untuk menemuinya di ruang kerja, jantung Cantika langsung berdetak tak keruan.

“Aduh, Mas. Kenapa Papa mau ketemu aku? Aku salah apa, ya?” bisik Cantika panik pada Yoga.

Yoga yang sedang bermain game di ponselnya, langsung meletakkannya.

“Tenang, Cantika. Papa nggak akan marah tanpa sebab. Paling soal laporan progres kamu di rumah ini. Santai, kan sudah ada aku yang backup.”

“Tapi ini di ruang kerja, Mas. Itu kan ‘ruang eksekusi’,” rengek Cantika.

“Lebih tepatnya ‘ruang negosiasi bisnis’. Jangan tegang. Smile. Ingat strategi kita: percaya diri, tapi tetap sopan.”

Cantika menarik napas panjang. Ia mengetuk pintu ruang kerja itu dengan tangan gemetar.

“Masuk, Cantika,” suara Pak Bram terdengar berat dari dalam.

Cantika masuk. Ruangan itu didominasi warna gelap, penuh buku tebal dan beberapa penghargaan di dinding. Pak pradipta duduk di kursi kulit besarnya, dengan Bu Ratna duduk di sofa sampingnya.

Lengkap. Ini bukan negosiasi, ini sidang.

“Duduk, Cantika,” ujar Pak pradipta , menunjuk kursi di hadapannya.

Cantika duduk tegak, kedua tangannya saling meremas di pangkuan.

“Bagaimana kabarmu? Sejak menikah, Papa belum sempat bicara serius denganmu,” tanya Pak Bram, nadanya datar tapi tidak mengancam.

“Alhamdulillah baik, Pa. Saya juga minta maaf, saya belum bisa menyesuaikan diri sepenuhnya dengan cepat,” jawab Cantika, berusaha jujur tapi tetap menjaga etika.

Bu Ratna hanya menatapnya tanpa ekspresi, yang bagi Cantika, itu sudah kemajuan.

Pak Bram tersenyum tipis,senyum yang sangat jarang terlihat. “Kamu sudah berusaha. Mama sudah cerita sedikit. Dan Yoga juga. Papa senang kamu punya inisiatif baik. Yoga terlihat lebih tenang sekarang.”

Cantika merasa lega. Ternyata brownies bantat itu berbuah manis.

“Terima kasih, Pa,” jawabnya.

“Baik. Papa memanggilmu ke sini bukan untuk mengevaluasi baking kamu.” Pak pradipta mengambil sebuah map tebal dari mejanya.

Cantika menelan ludah. Jangan-jangan ini kontrak pranikah yang diperbarui?

“Papa tahu, pernikahan kamu dengan Yoga terjadi sangat tiba-tiba. Kami sebagai orang tua punya tanggung jawab untuk memastikan masa depan kalian, terutama masa depanmu. Kami tidak ingin kamu merasa terperangkap dalam status ini,” jelas Pak pradipta .

“Maksud Papa?”

Pak pradipta membuka map itu dan mendorongnya sedikit ke depan.

“Papa tahu kamu dulu sempat mau lanjut kuliah, tapi terhenti. Cantika, Papa ingin kamu melanjutkan pendidikanmu.”

Cantika membelalakkan mata. Ia menatap map itu, lalu ke wajah Pak pradipta , lalu ke Bu Ratna, lalu kembali ke map. Otaknya berputar cepat.

Kuliah?

“Papa sudah mengurus administrasinya untuk mengambil S1 di jurusan Ekonomi Bisnis, di Universitas X.”

Universitas X! Itu salah satu universitas bisnis terbaik di Jakarta!

“P-papa… saya…” Cantika kehabisan kata-kata.

“Kenapa, Nak? Ada keberatan?” tanya Pak pradipta

“Tidak, Pa! Tapi… kenapa? Kenapa tiba-tiba?” Cantika benar-benar bingung. Ini terlalu baik.

“Ada dua alasan,” jawab Pak Bram, menangkupkan kedua tangan di meja.

“Pertama, seperti yang Papa bilang, Papa ingin kamu mandiri dan punya bekal, apapun yang terjadi di masa depan. Kedua, jujur saja, Papa butuh orang kepercayaan untuk mengurus beberapa aset properti Papa di luar kota, yang tidak bisa diurus oleh kantor pusat. Pendidikan di bidang ekonomi dan bisnis akan sangat membantumu. Papa ingin kamu nanti menjadi partner Papa, bukan sekadar menantu.”

Menjadi partner Papa Pradipta? Cantika merasa lututnya lemas. Ini adalah kesempatan emas.

“Bagaimana, Cantika? Apakah kamu setuju?”

Cantika buru-buru mengangguk, tanpa ragu. Air matanya tiba-tiba sudah di pelupuk mata. “Setuju, Pa. Tentu saja setuju. Terima kasih banyak, Pa.”

“Bagus.” Pak Bram tersenyum puas.

“Tapi bagaimana dengan pekerjaanku ?memang Mama dan mas Yoga juga sudah setuju kalau aku kuliah ?.”

Cantika menoleh ke Bu Ratna, mencari konfirmasi.

Bu Ratna menghela napas, tapi matanya menunjukkan kelembutan yang sangat jarang. “Cantika. Papa sudah membuat keputusan. Dan Mama pikir ini memang bagus untukmu. Kamu butuh kegiatan lain selain belajar masak di rumah,lagi pula mulai sekarang kami melarang kamu bekerja lagi ,nanti apa kalau klien papa dan yoga ,kalau menantu keluarga pradipta ,menjadi pengantar paket .”

Nada Bu Ratna mungkin sedikit menyentil, tapi intinya adalah persetujuan. Itu adalah berkah yang tak terduga.

“Walaupun nanti kamu kuliah ,Tentu saja, kamu tetap harus mengurus rumah dan Yoga,” sambung Bu Ratna, memastikan batasan itu tetap ada.

“Siap, Ma. Saya janji akan berusaha keras di kampus dan di rumah,” jawab Cantika, semangatnya kembali membara.

-----

Cantika keluar dari ruang kerja Pak pradipta dengan map tebal di tangan, perasaan melayang. Ia langsung mencari Yoga, yang ternyata sudah menunggu di ujung koridor.

“Gimana? Disidang apa kamu?” tanya Yoga, wajahnya penasaran.

Cantika tidak menjawab, ia justru melompat dan memeluk Yoga erat-erat, hampir menjatuhkan map itu.

“Mas! Aku mau kuliah!” seru Cantika, air mata haru membasahi bahu Yoga.

Yoga tertawa dan balas memeluknya. “Aku tahu. Aku yang kasih idenya ke Papa.”

Cantika melepaskan pelukan, matanya membesar. “Apa? Kamu yang kasih ide?”

“Iya. Setelah kejadian kamu nangis kemarin, aku sadar kamu nggak boleh terus-terusan di rumah ini sendirian menghadapi Mama. Kamu butuh escape, kamu butuh kegiatan yang bisa membuatmu bangga pada dirimu sendiri, bukan hanya pressure jadi istri sempurna,” jelas Yoga, sambil merapikan rambut Cantika yang sedikit berantakan.

“Tapi… kok Papa bisa setuju?”

“Papa itu pragmatis. Dia lihat kamu punya potensi, dan dia butuh orang yang dia percaya di bisnisnya. Papa nggak akan percaya orang luar, dan dia lihat kamu istriku yang loyal. Itu dua poin penting buat Papa. Mama awalnya menolak, dia bilang kamu harus fokus di rumah,” lanjut Yoga.

“Terus?”

“Aku bilang ke Mama, ‘Mama, kalau Cantika punya karier dan pendidikan tinggi, dia akan lebih mudah menyesuaikan diri dengan social circle Mama, dan dia akan lebih terhormat di mata semua orang.’ Mama berpikir sebentar, dan dia setuju. Karena bagi Mama, ‘penghormatan’ itu penting,” Yoga menjelaskan strateginya dengan bangga.

Cantika tersentuh tak terkira. Yoga bukan hanya melindunginya dari depan, tapi juga merancang jalan keluar untuk masa depannya.

“Mas Yoga… kamu baik banget sama aku. Aku nggak tahu harus bilang apa,” bisik Cantika, menggenggam erat lengan Yoga.

“Nggak perlu bilang apa-apa. Kamu istriku, Cantika. Kewajibanku membantumu maju,” kata Yoga lembut. “Tapi ingat, ini bukan liburan. Papa Pradipta itu serius. Kalau kamu kuliah, nilaimu harus bagus. Papa akan mengecek rapor kamu.”

“Siap, Kapten! Aku janji nggak akan main-main. Aku akan buat kamu bangga!” kata Cantika dengan semangat yang membara. Ia merasa dirinya yang lama, Cantika yang penuh impian, kembali hidup.

----

Minggu-minggu berikutnya diisi dengan persiapan. Yoga membantu Cantika membeli buku, laptop baru, dan bahkan mengajarinya beberapa dasar-dasar akuntansi yang ia pelajari dulu.

Bu Ratna, meskipun sudah setuju, tetap menjalankan perannya sebagai pengawas yang ketat.

“Ingat, Cantika. Kuliah itu hanya tambahan. Prioritas utamamu adalah rumah. Yoga tidak boleh kelaparan, dan jadwal makan malam harus tetap rapi,” kata Bu Ratna suatu malam.

“Siap, Ma. Saya akan atur jadwal sebaik mungkin. Saya akan masak bekal untuk Mas Yoga di pagi hari, biar Mas Yoga tetap makan makanan buatan saya,” jawab Cantika, menggunakan jurus ‘Mas Yoga’ sebagai tameng.

“Bagus. Dan jangan sampai kamu kelelahan lagi. Wajah bengkak tidak enak dipandang,” sindir Bu Ratna, meskipun nadanya lebih seperti peringatan daripada kemarahan.

-----

Hari pertama kuliah tiba.

Pagi itu, Cantika bangun dengan perasaan gembira bercampur cemas. Ia mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Yoga,kemeja rapi dan celana bahan yang nyaman. Ia terlihat seperti wanita karier muda, bukan pengantin baru yang fragile.

Di meja makan, Yoga sudah menunggu.

“Cantika, semangat! Ini hari besarmu,” sapa Yoga, senyumnya lebar.

“Makasih, Mas. Aku deg-degan banget. Rasanya kayak mau ujian nasional,” balas Cantika, tangannya gemetar saat mengambil sendok.

“Tenang. Kamu cerdas. Kamu hanya butuh kesempatan. Aku akan antar kamu hari ini.”

Bu Ratna juga muncul, dan Cantika merasa diperhatikan. “Mama sudah siapkan mobil dan supir khusus untuk mengantar-jemputmu. Mama tidak mau kamu terlambat karena macet.”

Cantika terkejut. Ini adalah level perhatian yang sangat tinggi dari Bu Ratna.

“Terima kasih, Ma,” ucap Cantika tulus.

“Jangan sia-siakan uang Papa,” balas Bu Ratna, datar.

Walaupun begitu, Cantika tahu, di balik kata-kata dingin itu, ada semacam dukungan yang diberikan.

Saat di mobil menuju kampus, Cantika menatap keluar jendela. Kota Jakarta terasa berbeda. Dulu, ia melihatnya sebagai tempat yang penuh tekanan. Kini, ia melihatnya sebagai lautan peluang.

“Mas, aku takut nggak punya teman,” bisik Cantika.

Yoga menggenggam tangannya. “Nggak akan. Kamu itu ramah. Lagipula, kamu nggak perlu cari teman yang banyak, Cantika. Cukup satu dua yang baik. Fokusmu adalah belajar dan membuktikan pada Papa kalau Papa nggak salah pilih kamu.”

“Kamu juga nggak salah pilih aku, kan, Mas?” tanya Cantika, menoleh ke suaminya.

Yoga memarkir mobilnya di area parkir kampus yang sepi. Ia menatap mata Cantika lekat-lekat.

“Cantika. Aku menikahimu karena sebuah kesalahan konyol, iya. Tapi aku memilih untuk tetap bersamamu, dan kini aku memilih untuk mendukungmu. Aku tahu ini sulit, tapi aku yakin, kamu adalah wanita yang kuat. Kamu bukan lagi korban salah alamat.”

Cantika tersenyum. “Terima kasih, Mas.”

“Nah. Sekarang, turun. Dan taklukkan kampus ini. Ingat, kamu adalah istri Yoga Pradipta. Kamu harus berani.”

Cantika mengangguk. Ia mencium tangan Yoga, lalu dengan langkah mantap, ia keluar dari mobil.

Ia berjalan di antara kerumunan mahasiswa yang jauh lebih muda darinya, membawa tas punggung baru, dan map tebal dari Pak pradipta

Cantika tahu, perjuangannya di rumah keluarga Pradipta mungkin belum selesai, tapi kini ia punya medan pertempuran baru yang akan membentuknya menjadi wanita yang diimpikannya. Sebuah langkah besar, yang tidak akan mungkin terjadi tanpa dukungan dari suaminya, dan persetujuan tak terduga dari kedua mertuanya.

Tantangan di kampus telah dimulai. Dan Cantika, yang dulu hanya berani di kamar mandi, kini siap menghadapi dunia nyata

1
kartini aritonang
konflik yang lagi dan lagi ........ribet banget hidupnya orang kaya ....yang tak pernah terpikirkan oleh Cantyka..Peluk jauh...yang kuat ya Cantyka🫠😘😘
MayAyunda: he he
total 1 replies
kartini aritonang
Gimana sih bu Ratna. ..yang milih Cantyka jadi mantu kan bu Ratna bukan Yoga?...
Salut sama bu Ratna...yang sabar dan telaten. ngajari Cantyka...
Semangat Cantyka...nggak butuh waktu lama kamu pasti lulus pelatihan oleh mama mertu 😍😍
MayAyunda: iya kak
total 1 replies
kartini aritonang
Sabar dong bu Ratna. . secara Bu Ratna kan tau menantu ibu cuma kurir...pelan pelan saja ya bu mendidik menantu ibu.
Cantyka pasti mudah belajar menjadi pendamping pebisnis.
Dedemit...aku suka caramu memperlakukan Cantyka....semoga langgeng yaaas😍😍
MayAyunda: iya kak
total 1 replies
kartini aritonang
lanjut thor
kartini aritonang
Ghea siapa thor ?
Marlina Armaghan
smangat Thor. bagus
MayAyunda: terimkasih
total 1 replies
kartini aritonang
menyimak
MayAyunda: jangan disimak kak dibaca 🤭😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!