#Mertua Julid
Amelia, putri seorang konglomerat, memilih mengikuti kata hatinya dengan menekuni pertanian, hal yang sangat ditentang sang ayah.
Penolakan Amelia terhadap perjodohan yang diatur ayahnya memicu kemarahan sang ayah hingga menantangnya untuk hidup mandiri tanpa embel-embel kekayaan keluarga.
Amelia menerima tantangan itu dan memilih meninggalkan gemerlap dunia mewahnya. Terlunta-lunta tanpa arah, Amelia akhirnya mencari perlindungan pada mantan pengasuhnya di sebuah desa.
Di tengah kesederhanaan desa, Amelia menemukan cinta pada seorang pemuda yang menjadi kepala desa. Namun, kebahagiaannya terancam karena keluarga sang kepala desa yang menganggapnya rendah karena mengira dirinya hanya anak seorang pembantu.
Bagaimanakah Amelia menyikapi semua itu?
Ataukah dia akhirnya melepas impian untuk bersama sang kekasih?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01. Perdebatan di Meja Makan
.
Ruang makan mewah keluarga Bramasta diselimuti cahaya senja yang keemasan, namun atmosfer di dalamnya terasa dingin dan tegang. Di meja makan yang panjang, Alexander Bramasta, seorang konglomerat bertangan dingin, meletakkan tabletnya dengan gerakan tegas. Di seberangnya, Eliza, istrinya yang lembut, tampak cemas. Di antara mereka, Amelia, putri mereka, hanya menatap kosong ke arah piringnya.
Sudah lama Alexander membiarkan Amelia, putrinya, menekuni bidang pertanian. Ia mengira, itu hanya fase yang akan berlalu seiring waktu. Namun, Amelia semakin serius dengan pilihannya, bahkan mengabaikan perintahnya untuk mulai belajar terjun ke perusahaan, dan Alexander merasa kesabarannya sudah mencapai batas. Saatnya mengembalikan Amelia ke jalan yang "benar," jalan yang sudah ia rancang untuk putrinya.
"Amelia," Alexander membuka percakapan dengan nada berat. "Papa sudah cukup bersabar membiarkan kamu kuliah di jurusan pertanian. Tapi, sekarang, saatnya kamu memikirkan masa depan yang lebih pasti. Mulai besok, kamu harus mau ikut belajar terjun di perusahaan!"
Amelia mengangkat kepalanya, tatapannya menantang. "Pa, aku sama sekali gak ada bakat di bidang bisnis. Aku gak tahu seluk beluk perusahaan."
“Itu karena kamu yang tidak mau belajar,” bentak Alexander. "Karena itu Papa minta kamu ikut ke perusahaan mulai besok. Titik!”
“Kenapa sih, Papa selalu maksa aku?" Amelia semakin tidak suka dengan sikap papanya yang menurutnya terlalu otoriter.
“Itu karena kamu anak Papa satu-satunya. Kalau bukan kamu, siapa yang akan meneruskan bisnis Papa? Lagipula itu semua juga untuk kamu nantinya.”
"Tapi tidak sekarang, Pa. Amel masih punya mimpi yang ingin Amel kejar!” Amelia berteriak frustasi. Kenapa sih, papanya tidak bisa mengerti dirinya sedikit saja? Dia itu mencintai alam bebas. Tidak ingin terkekang dengan tumpukan berkas.
Alexander mendengus. "Mimpi apa? Jadi petani? Omong kosong! Kamu putri Bramasta, pewaris kekayaan keluarga. Bukan petani!"
Elizabeth mencoba menenangkan suaminya. "Alexander, jangan terlalu keras pada Amelia. Dia hanya belum dewasa. Berikan dia sedikit waktu lagi."
"Cukup, Eliza!" Alexander membentak, membuat Elizabeth terdiam. "Berhenti memanjakan dan selalu memaklumi sikap putrimu. Yang aku lakukan ini juga demi masa depan Amelia. Dan aku sudah membuat keputusan."
Amelia mengerutkan kening. "Keputusan apa, Pa?"
Alexander menatap putrinya dengan tatapan yang tak terbantahkan. "Papa sudah mengatur pertemuanmu dengan Richard Handoyo, putra Tuan Handoyo, minggu depan."
Amelia terkejut. Jantungnya berdebar kencang. Ia tahu apa maksud dari pertemuan ini.
"Maksud Papa?" tanyanya, dengan suara tercekat. "Papa ingin mengatur perjodohan untuk Amel? Amel tidak mau. Amel masih ingin mengejar cita-cita Amel"
Alexander mengangguk mantap. "Ya. Itu salah satu cara jika kamu tidak mau terjun ke perusahaan. Papa ini semakin tua, dan Papa butuh penerus!”
"Tapi tidak dengan Richard Handoyo juga, Pa.” Amelia menggelengkan kepala.
Alexander menatap putrinya tajam. “Memangnya kenapa dengan Richard? Richard adalah pria yang tepat untukmu. Dia cerdas, ambisius, dan berasal dari keluarga terhormat. Pernikahan kalian akan memperkuat posisi bisnis keluarga kita."
"Dia itu bukan pria yang baik. Apa Papa tidak pernah mendengar berita di luar?” Amelia menatap ayahnya tak percaya.
“Itu hanya gosip. Semakin tinggi posisi seseorang, akan semakin banyak musuh yang ingin menjatuhkan. Dan perjodohan ini sudah kami sepakati. Dengan kamu menjadi menantu keluarga Handoyo, posisi keluarga kita akan semakin kuat.” Alexander tersenyum penuh kepuasan.
Air mata mulai mengalir di pipi Amelia. "Aku bukan barang dagangan, Pa! Aku punya hak untuk memilih dengan siapa aku ingin menikah!"
"Kamu adalah putriku, dan aku berhak menentukan masa depanmu," balas Alexander, dengan nada dingin. "Aku sudah memberikanmu kebebasan untuk memilih jurusan kuliahmu, meskipun itu pilihan yang bodoh. Tapi, untuk urusan pernikahan, kamu harus menuruti kemauan Papa."
"Aku tidak akan menuruti Papa!" Amelia berdiri dari kursinya, wajahnya merah padam karena marah. "Aku tidak akan menikah dengan Richard! Aku punya hak untuk menentukan hidupku sendiri. Apalagi kalau pilihan papa adalah Richard. Aku tidak mau mati karena makan hati."
Alexander menatap putrinya dengan tatapan tajam. "Kalau begitu, bersiaplah untuk menerima konsekuensinya."
"Konsekuensi apa?" tantang Amelia, air matanya terus mengalir.
"Kalau kamu menolak perjodohan ini, Papa akan mencabut semua fasilitas yang selama ini kamu nikmati. Mobil, kartu kredit, apartemen... semuanya akan Papa tarik!" ujar Alexander dengan nada dingin. Matanya menyorot tajam wajah putrinya yang tampak terpukul.
Amelia terdiam. Ia tahu bahwa ayahnya serius dengan ancamannya. Namun, ia juga tahu bahwa ia tidak bisa mengorbankan kebahagiaannya demi kekayaan dan status.
"Aku tidak peduli dengan semua itu," ucap Amelia, dengan suara bergetar namun penuh tekad. "Aku lebih baik tidak punya fasilitas apa-apa, daripada hidup dengan pria brengsek seperti Richard."
Alexander menghela napas panjang, tampak kecewa dengan keteguhan hati putrinya. "Kamu benar-benar keras kepala, Amelia. Kamu membuat Papa tidak punya pilihan lain."
"Apa maksud Papa?" tanya Amelia, hatinya tiba-tiba merasa cemas.
Alexander menatap Amelia dengan tatapan yang belum pernah dilihatnya sebelumnya. Tatapan yang dingin, tanpa belas kasihan, dan penuh perhitungan.
"Kalau kamu menolak perjodohan ini," ucap Alexander, dengan nada datar, "Maka kamu bukan lagi putriku."
Amelia terkejut. Kata-kata ayahnya menghantamnya seperti petir. Ia tidak percaya ayahnya akan mengatakan hal itu kepadanya.
"Apa maksud Papa?" tanya Amelia, dengan suara bergetar.
"Mulai saat ini, kamu bukan lagi bagian dari keluarga Bramasta," jawab Alexander, dengan nada dingin. "Kamu tidak berhak atas nama keluarga, kekayaan, atau apa pun yang berhubungan dengan kami."
Air mata Amelia mengalir semakin deras. Ia merasa seperti dunianya runtuh di hadapannya. Ayahnya, orang yang seharusnya mencintainya tanpa syarat, telah mengusirnya dari kehidupannya.
"Papa... tega melakukan ini padaku?" lirih Amelia, dengan suara tercekat.
"Ini semua karena kesalahanmu sendiri," balas Alexander, tanpa sedikit pun menunjukkan penyesalan. "Kamu yang memilih untuk menentangku. Kamu yang memilih untuk menghancurkan masa depanmu."
Tanpa mengatakan apa pun lagi, Alexander berbalik dan meninggalkan ruang makan. Eliza menatap putrinya dengan tatapan sedih.
"Alex, jangan lakukan ini…" ucap Eliza dengan suara bergetar, ia ikut berdiri bermaksud membujuk suaminya, namun langkahnya terhenti karena tatapan tajam Alexander dari ambang pintu.
Eliza terdiam, tahu bahwa ia tak bisa melakukan apa pun. Ia mendekati putrinya dan memberikan pelukan. “Sayang, jangan masukkan ke hati, ya. Papa pasti tidak bermaksud seperti itu. Papa hanya sedang emosi saja."
Amelia terisak dalam pelukan mamanya, air matanya terus mengalir. Ia merasa hatinya begitu hancur. Ayahnya bahkan tega memutus hubungan hanya demi menaikan pamor keluarga.
Amelia menghapus air matanya dan mengangkat wajahnya. “Richard itu bukan pria yang baik, Ma. Itulah kenapa aku menolak,” ucapnya. “Dari sekian banyak pria di Jakarta, kenapa harus Richard?”
bentar lagi nanam padi jg 🥰