Kanaya hidup dalam gelembung kaca keindahan yang dilindungi, merayakan tahun-tahun terakhir masa remajanya. Namun, di malam ulang tahunnya yang ke-18, gelembung itu pecah, dihancurkan oleh HUTANG GELAP AYAHNYA. Sebagai jaminan, Kanaya diserahkan. Dijual kepada iblis.Seorang Pangeran Mafia yang telah naik takhta. Dingin, cerdik, dan haus kekuasaan. Artama tidak mengenal cinta, hanya kepemilikan.Ia mengambil Kanaya,gadis yang sepuluh tahun lebih muda,bukan sebagai manusia, melainkan sebagai properti mewah untuk melunasi hutang ayahnya. Sebuah simbol, sebuah boneka, yang keberadaannya sepenuhnya dikendalikan.
Kanaya diculik dan dipaksa tinggal di sangkar emas milik Artama. Di sana, ia dipaksa menelan kenyataan bahwa pemaksaan adalah bahasa sehari-hari. Artama mengikatnya, menguji batas ketahanannya, dan perlahan-lahan mematahkan semangatnya demi mendapatkan ketaatan absolut.
Bagaimana kelanjutannya??
Gas!!Baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nhaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kado Ultah tergila!!
"Sumpah, Kanaya Ainsley Eden, lo itu beneran kayak barbie yang keluar dari bungkus kotak!"
Aku ketawa ngakak denger teriakan Allicia, sahabatku dari SMP. Malam ini literally malam terbaik, ya kan? Besok itu hari ulang tahunku yang ke delapan belas,angka magis yang ditunggu semua teenager. Dan malam ini, kita pre-celebration di rooftop rumahku, yang udah disulap kayak garden party super aesthetic.
Aku cuma pakai dress sutra warna champagne yang simple tapi elegan, rambutku digerai wavy natural. Pokoknya, vibes-nya beneran kayak putri buangan sebelum drama dimulai. Oh, wait, putri buangan itu kayaknya spoiler banget.
"Lebay, Allie. Biasa aja kali," kataku, sambil ngambil gelas mocktail di meja kaca.
"Biasa gimana? Kanaya, lo itu calon mahasiswa Harvard. Lo cantik. Lo anak tunggal dengan private jet di garasi. Kalau bukan barbie, apa dong? Ratu?" Allie nyengir, tapi matanya tiba-tiba glance ke belakangku.
"Ngomong-ngomong Ratu, Bapak Ratu udah dateng tuh."
Aku mutar bola mata. Yang dimaksud Allicia pasti Ayah. Aku sayang banget sama Ayah, Pak Edward Eden . Dia sweet, kadang dorky, dan selalu support semua kegilaanku. Tapi belakangan ini, Ayah jadi super aneh. Kayak….. tegang terus. Senyumnya nggak nyampe ke mata.
"Ayah kenapa deh? Nervous ya, anaknya udah mau legal?" tanyaku sambil nyamperin Ayah yang berdiri agak jauh, ngeliatin kota dari balik pembatas kaca.
Ayah balik badan. Sumpah, wajahnya pucat banget. Kayak baru lihat hantu. Atau kayak baru dapat telepon dari Debt Collector paling sangar di dunia.
"Kanaya, my sweet sixteen..." Ayah senyum, tapi tangannya gemetar pas nyentuh pipiku.
"Ehh...Seventeen, Yah. Besok delapan belas," koreksi ku lembut.
"Iya, seventeen... Ayah cuma... Ayah cuma mau bilang, apa pun yang terjadi, kamu harus tahu Ayah sayang banget sama kamu. Kamu permata Ayah. Lebih berharga dari semua uang di dunia ini setelah Ibu kamu."
Aku langsung merinding. Vibes-nya nggak enak banget. Ini kayak ucapan perpisahan di film-film sad ending.
"Yah, please. Jangan dramatis, dong. Aku cuma mau happy birthday. Bukan mau pergi perang," kataku sambil megang kedua tangannya yang dingin.
Tiba-tiba, ponsel Ayah bunyi. Nada dering khusus yang jarang banget aku denger. Ayah langsung lepas tanganku seolah aku ini api, dan buru-buru ngangkat telepon sambil menjauh.
"Iya. Aku tahu! Please, kasih aku waktu dua hari lagi. Aku janji, aku akan......." Suaranya tiba-tiba merendah, jadi bisikan yang tegang."Jangan sentuh dia. Dia tidak tahu apa-apa! Dia tidak terlibat!"
Aku mengerutkan dahi. Siapa yang dia maksud?
Allie mendekat,
"Ayah lo kenapa sih? Kok kayak lagi negosiasi sama dealer nark0boy aja?"
Aku menggeleng, berusaha mengabaikan feeling nggak enak itu."Udahlah, chill. Mending kita photo booth lagi! Ayo!"
Kita balik lagi ke kerumunan teman-teman. Aku berusaha keras buat senyum dan be normal. Sampai di tengah kita lagi asik selfie, lampu di rooftop itu mati total.
JLEB! Gelap.
Semua orang langsung teriak. "Woy! Listrik mati, nih!"
"Padahal party baru seru!"
Aku panik sebentar. Tapi ini kan rooftop rumahku. Paling sekring putus.
Tiba-tiba, aku denger suara berat dari kejauhan, langkah kaki yang tenang tapi berwibawa, datang dari pintu masuk rooftop. Langkah itu nggak panik, nggak panik sama sekali. Justru terkesan seperti... menguasai.
Dalam kegelapan total, hanya diterangi lampu kota dari kejauhan, aku bisa lihat siluet tinggi yang berjalan lurus ke arah Ayah.
"Tepat waktu. Aku tidak suka menunggu, Edward."
Suara itu... rendah, dalam, dan dingin. Bahkan dalam kegelapan, suara itu punya aura yang bikin bulu kuduk merinding. Suara yang jauh lebih tua dari Ayah, tapi penuh authority.
"Artama..." Ayah bergumam, suaranya gemetar parah.
"Aku bilang dua hari lagi. Aku bisa melunasinya. Aku mohon, jangan libatkan putriku!"
Artama? Nama itu asing. Dan kenapa Ayah takut banget?
"Sayangnya, Volkswagen tidak pernah memberikan diskon atau perpanjangan waktu,Edward." jawab pria itu, yang kurasa adalah Artama, dengan nada bosan.
"Kesepakatan kita jelas.Melanggar kontrak, maka kamu serahkan jaminan."
Tiba-tiba, lampu menyala lagi.
Dan saat itu, aku pun melihatnya. Dia berdiri di depan Ayah, tinggi banget Kira-kira hampir mencapai dua meter, mengenakan setelan jas hitam yang kayaknya harganya setara mobil baru Ayah. Usianya sekitar ,mungkin 27 tahun, tapi wajahnya... Damn! dia hot. Tapi mata itu. Mata abu-abu tajam yang menusuk dan nggak punya emosi sama sekali. Kayak es beku yang bisa motong baja.
Artama Volkswagen.
Dia nggak ngeliat Ayah. Namun,Dia ngeliat lurus ke arahku. Ekspresinya? jangan di tanya.Kosong.
"Di...dia di sini, Tuan Volkswagen. Kanaya Ainsley Eden. Ambil dia, dan biarkan aku hidup," kata Ayah, dengan suara yang pecah.
"Apa-apaan ini,Ayah?!!".Bentak ku.
What??!!
Ayah ngejual aku??!!
Aku shock total.
Teman-temanku yang lain cuma bisa melongo ketakutan, nggak ada yang berani gerak.Allie saja ingin memberontak tapi di tahan antek-antek pria ini.Pliss Ini bukan film. Ini nyata.
"Ayah! Apa maksudnya ini?!" teriakku sekali lagi
Artama pun melangkah mendekatiku. Langkahnya tenang, nggak terburu-buru. Seolah-olah dia sedang mengambil barang yang sudah dibayar lunas.Aku mundur perlahan.Diiringi degupan jantung yang kencang.
"Kanaya Ainsley Eden," suaranya nyebut namaku, terasa asing di telingaku.
"Usia pas D'lapan belas. Fresh. Tepat seperti yang diminta.".
Mendengar itu aku menelan ludah yang rasanya langsung terasa pait di tenggorokan.
Dia mengulurkan tangannya, bukan untuk menyentuhku, tapi ke arah salah satu anak buahnya yang langsung maju. Anak buah itu, dengan wajah sangar penuh bekas luka mendekat.
"Apa yang ingin kau lakukan!!!".Ucap ku waspada.
Bawahannya langsung membekap ku dengan sapu tangan yang berbau aneh.
"Artama! Jangan sentuh anakku!" Ayah akhirnya teriak, tapi sudah terlambat.
"Lepaskan aku si4lan!!".
Aku berusaha berontak, menendang, tapi kekuatanku langsung hilang. Mataku terasa berat.
Hal terakhir yang kulihat samar adalah wajah Ayah yang penuh penyesalan, dan Artama yang berdiri tegak.
"Dia bukan milikmu lagi. Dia jaminan. Dia milik Volkswagen sekarang," suara dingin Artama adalah hal terakhir yang kudengar sebelum kegelapan merenggut ku.
Aku nggak dapet kado ulang tahun. Yang ku dapet hanya lah pencul!kan. Dapat pemilik baru.Bahkan ini bukan Sweet Eighteen,tapi Dark legal.