Carmila harus menghadapi kenyataan pahit: suaminya membawa selingkuhan ke rumah, yang tak lain adalah sahabatnya sendiri. Pengkhianatan dari dua orang terdekatnya ini menghancurkan hati Carmila yang selama ini telah berjuang menjadi istri dan nyonya istana yang sempurna.
Dalam keterpurukannya, Carmila bertemu dengan Pangeran Kedua Kekaisaran, dan tanpa ragu mengajukan sebuah hubungan kontrak dengannya.
Apakah Pangeran Kedua itu akan menerima tawarannya, atau menolak secara dingin? Keputusannya akan menentukan arah permainan balas dendam Carmila, sekaligus membuka pintu pada skandal dan intrik yang tak terduga.
Revisi berjalan yaa!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon flowy_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Janji palsu?
Pagi itu, Duchess Carmila sedang berjalan-jalan sendirian di taman Kediaman Duke Hamilton. Taman itu sendiri dikenal sebagai salah satu dari tiga taman paling indah di seluruh Kekaisaran.
Sebagai nyonya kediaman, Carmila sering mencari ketenangan di taman yang luas dan damai ini.
Namun, saat tengah berjalan, sebuah suara tiba-tiba menarik perhatiannya. Dari dalam taman labirin, terdengar samar suara seorang pria dan wanita yang sangat ia kenal.
Dug! Dada Carmila mendadak sesak. Ia bergegas mendekati sumber suara tersebut.
Saat mencapai bagian labirin yang tersembunyi, Carmila menyaksikan sepasang kekasih sedang bercumbu. Mereka adalah: Seraphina—sahabat Carmila satu-satunya, dan Valerian—suaminya, Duke Hamilton.
"Mhm... Yang Mulia."
"Seraphina. Aku merindukanmu."
"Ah, Yang Mulia, tunggu sebentar...!"
"Tidak akan ada yang melihat."
Carmila melihat suaminya mencumbu sahabatnya. Bibir dan jari-jari mereka saling bertaut erat. Wajah Seraphina memerah dan ia mengerang panjang di bawah sentuhan Valerian.
Menyaksikan dua sosok itu, Carmila segera berbalik dan bergegas meninggalkan taman, mencari tempat sepi untuk menenangkan diri.
......................
Setelah tiba di Ruang Pribadinya, Carmila segera meminta pelayan menyiapkan teh. Ia langsung menjatuhkan diri ke sofa.
'Apa yang baru saja kulihat?'
Semua adegan dan suara yang ia saksikan terus berputar ulang di kepalanya. Rasa sakit, syok, dan pengkhianatan yang ia saksikan begitu nyata, begitu menusuk, hingga membuatnya nyaris kesulitan bernapas.
Ia membiarkan dirinya tenggelam dalam keheningan yang menyakitkan itu, dan mencoba mengumpulkan kembali sisa-sisa kesadarannya yang hilang.
Tiba-tiba, pintu ruangan terbuka, dan kepala pelayan wanita, Elara, masuk membawa teh.
"Teh yang Anda minta sudah siap, Nyonya. Apakah jalan-jalan Anda menyenangkan?"
"Ya. Cukup menyenangkan."
Kepala pelayan itu mengamati raut wajah Carmila, lalu menggelengkan kepala dengan bingung.
"Apa Nyonya baik-baik saja? Wajah Nyonya terlihat pucat."
"Ya, aku baik-baik saja, Elara. Mungkin aku kurang tidur."
Elara menatap wajah Carmila lama, kekhawatiran masih menyelimutinya.
"Saya tahu Anda sibuk, Nyonya, tetapi jangan memaksakan diri. Kami bergantung pada kesehatan Anda."
"Aku mengerti. Terima kasih sudah mengingatkan, Elara."
"Silakan dinikmati, Nyonya. Saya permisi, dan selamat beristirahat."
Setelah menuangkan teh dan menata meja, Elara menunduk hormat dan meninggalkan ruangan.
Begitu pintu tertutup, Carmila melipat lengannya di dada sambil meraih cangkir teh. Uap hangat mengepul, dan panasnya menjalar ke jemari Carmila.
"Kalian selingkuh." Gumamnya, pikirannya melayang pada dua sosok yang baru saja mengkhianatinya.
Seraphina Clarice, berasal dari keluarga bangsawan yang telah kehilangan kejayaannya, ia juga satu-satunya sahabat yang telah menemaninya selama ini.
Sementara Valerian adalah suaminya, Duke yang menikahinya tiga tahun lalu.
'Carmila, aku berjanji akan mencintaimu seorang, seumur hidupku.'
Janji palsu yang diucapkan tiga tahun lalu itu kini terasa seperti pisau dingin yang menusuk jantungnya. Pengkhianatan ini telah merenggut segalanya dari seorang Duchess Carmila Hamilton.
Ia memejamkan mata, membiarkan ingatannya kembali ke awal kehancuran ini.
Carmila mengingat momen di mana Valerian melamarnya. Saat itu, Valerian menyematkan cincin di jarinya, dan berjanji akan memberikan cinta yang tulus. Sejak momen itulah Carmila benar-benar jatuh cinta dan percaya bahwa Valerian tulus padanya.
Kepercayaan inilah yang mendorongnya menolak berbagai pinangan yang lebih baik. Padahal, ia adalah Nona Muda dari Keluarga Count Belmonte.
Setelah ikatan pernikahan terjalin, Carmila menjalani semuanya dengan penuh kebahagiaan. Ia menikmati setiap momen, mulai dari memilihkan pakaian kerja untuk Valerian setiap pagi, duduk berhadapan dengannya di meja makan, bahkan proses membangun kembali Kediaman Duke yang nyaris tumbang—semua ia lakukan dengan sukarela.
Tiga tahun telah berlalu, dan Carmila menyadari sikap Valerian padanya mulai berubah menjadi acuh tak acuh dan dingin. Meskipun begitu, Carmila berpikir suaminya mungkin hanya terlalu lelah mengurus segala pekerjaan yang begitu banyak.
Jadi, ia menepis semua pikiran buruk dan keraguan itu.
Sayangnya, Carmila di paksa kembali menghadapi kenyataan pahit: suaminya berselingkuh. Semua yang ia yakini tentang kesetiaan Valerian hancur berkeping-keping.
Bagaimana mungkin kedua orang itu tega melakukan hal ini padanya?
Valerian boleh saja jatuh hati pada wanita lain, tetapi seharusnya tidak boleh dengan Seraphina. Seraphina pun sama. Bagaimana mungkin sahabat yang menemaninya seumur hidup bisa berpikir untuk berselingkuh dengan suaminya?
Valerian dan Seraphina adalah orang yang paling banyak menerima bantuan dari Carmila, baik secara pribadi maupun dari Kediaman Hamilton. Andai mereka punya sedikit hati nurani, mereka seharusnya tidak melakukan itu.
Meskipun amarah mulai membakar, Carmila memutuskan untuk menenangkan diri. Ini adalah saatnya untuk berpikir rasional dan tenang.
'Apa yang harus kulakukan sekarang?'
Saat ia sedang berpikir keras tentang cara menghadapi mereka, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu di ruangannya.
Tok tok tok.
Carmila terdiam, menghentikan sejenak rencana-rencana yang mulai tersusun di benaknya. Hanya ada dua orang di Kediaman Duke yang berani membuka pintu tanpa persetujuannya.
Pintu di dorong terbuka bahkan sebelum Carmila sempat bersuara. Dan benar saja, Seraphina Clarice muncul di balik pintu.
Wanita dengan rambut hitam dan mata biru jernih itu menyunggingkan senyum polos yang memuakkan. Seraphina hampir selalu mengenakan gaun putih, seolah menguatkan citranya sebagai sosok yang lugu dan polos.
"Carmila, aku datang."
Senyum lugu dan suara manis Seraphina, yang selalu menjadi penenang bagi Carmila, kini terasa seperti hinaan tajam.
Tentu saja, Carmila tahu seluk beluk kehidupan Seraphina. Kehadiran Seraphina di Kediaman Duke selama ini didasari oleh keterpurukan finansial.
Sejak keluarganya bangkrut, ia terus-menerus dikejar utang, sehingga rentenir sering datang mencarinya.
Utang yang ditinggalkan ayahnya—yang kini entah ke mana itu, harus ditanggung Seraphina hanya karena statusnya sebagai seorang putri.
Melihat penderitaan Seraphina, Carmila merasa kasihan. Karena itu, ia mengizinkan Seraphina tinggal di Kediaman Duke hingga masalahnya selesai.
"Kau tahu, Carmila. Aku ingin memberikan hadiah sebagai rasa terima kasihku pada Duke yang sudah mengizinkan ku tinggal di kediaman. Kira-kira apa yang cocok, ya?"
Sebelumnya, Seraphina pernah meminta saran itu pada hari pertama ia datang ke Kediaman Duke. Ia beralasan, karena Carmila adalah istri Valerian, ia pasti tahu persis selera suaminya, dan ia sangat membutuhkan saran.
Ironisnya, Carmila lah yang sesungguhnya mengatur seluruh Kediaman, bahkan ia juga yang memberikan izin Seraphina menetap di sana.
Namun, Carmila sengaja merahasiakan hal itu darinya. Ia memilih untuk tidak membicarakan urusan internal Kediaman Duke demi menjaga wibawa Valerian di mata sahabatnya.
Meskipun demikian, perilaku Seraphina semakin hari semakin aneh.
Suatu hari, Carmila melihat Seraphina tengah bercanda akrab dengan Valerian.
Di hari lain, Seraphina pernah menggantikan Carmila memilihkan menu sarapan dan pakaian untuk Valerian di pagi hari, dengan alasan Carmila terlihat lelah.
Kadang, saat Carmila mencari Seraphina untuk mengajaknya minum teh, pelayan selalu menjawab Seraphina sudah lebih dulu pergi berjalan-jalan sendirian.
Carmila seharusnya sudah mencurigai sesuatu yang aneh sejak saat itu.
Namun, ia terus membiarkan dan mengabaikan semuanya hanya karena Seraphina adalah sahabatnya. Ia hanya berpegangan pada satu keyakinan: kedua orang itu tak mungkin mengkhianatinya.
Carmila memejamkan mata erat-erat, seolah ingin mengusir bayangan yang baru saja dilihatnya.
“Lho, Carmila. Kenapa kau minum teh sendirian? Kenapa tidak memanggilku?"
“Aku hanya ingin beristirahat sebentar setelah bekerja. Jadi, aku minum di sini dengan tenang,” jawab Carmila.
Meskipun adegan di taman masih terekam jelas di benaknya, jauh di lubuk hati, Carmila masih ingin memberi kesempatan terakhir. Ia mati-matian mencoba menyangkal apa yang telah disaksikannya. Ia ingin meyakinkan dirinya bahwa ia hanya salah lihat, bahwa Seraphina Clarice, sahabat lamanya, tak akan pernah tega mengkhianatinya sekeji ini.
Carmila memaksakan seulas senyum, lalu mencondongkan tubuh ke arah Seraphina. “Ada perlu apa, Seraphina?”
“Carmiilaa,” rengek Seraphina.
Seraphina melirik sekilas, lalu menggoyangkan tubuhnya dengan nada manja. Itu adalah kebiasaan lama yang selalu ia lakukan, jika ada sesuatu yang sangat ia inginkan.
“Aku mau minta tolong.”
“Minta tolong apa?”
Permintaan Seraphina selanjutnya cukup untuk membuat Carmila membeku, dan menghancurkan semua harapan terakhir yang sempat ia bangun.
“Bukan apa-apa, hanya saja, ulang tahun Duke Hamilton akan tiba seminggu lagi, bukan?” Seraphina melanjutkan ucapannya dengan semangat. “Jadi begini... bisakah kau membelikan ku gaun? Kurasa aku juga butuh gaun baru untuk menghadiri pesta ulang tahun Duke.”