Dijodohkan? Kedengarannya kayak cerita jaman kerajaan dulu. Di tahun yang sudah berbeda ini, masih ada aja orang tua yang mikir jodoh-jodohan itu ide bagus? Bener-bener di luar nalar, apalagi buat dua orang yang bahkan gak saling kenal kayak El dan Alvyna.
Elvario Kael Reynard — cowok paling terkenal di SMA Bintara. Badboy, stylish, dan punya pesona yang bikin cewek-cewek sampai bikin fanbase gak resmi. Tapi hidupnya yang bebas dan santai itu langsung kejungkal waktu orang tuanya nge-drop bomb: dia harus menikah sama cewek pilihan mereka.
Dan cewek itu adalah Alvyna Rae Damaris — siswi cuek yang lebih suka diem di pojokan kelas sambil dengerin musik dari pada ngurusin drama sekolah. Meskipun dingin dan kelihatan jutek, bukan berarti Alvyna gak punya penggemar. Banyak juga cowok yang berani nembak dia, tapi jawabannya? Dingin banget.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiyah Mubarokah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 28 Istri
"Mau pergi ke mana sih El kita?" tanya Alvyna agak lantang, sambil memajukan wajahnya ke depan, takut suara lirihnya tidak terdengar oleh El.
Malam ini, mereka memutuskan untuk keluar rumah dengan alasan mencari makan. Jarum jam menunjukkan pukul sembilan malam, dan mereka masih saja berkendara tanpa tujuan pasti.
"Terserah gue mah, lo maunya ke mana?" balas El sedikit keras juga, sambil melirik Alvyna dari balik helm full face nya.
"Ck, kok malah gue sih? Tadi juga lo yang ngotot ngajak keluar, bukan gue!" keluh Alvyna, memutar bola matanya dengan kesal.
"Ya abisnya gue bosen banget, Ra. Beberapa hari ini cuma di rumah terus. Biasanya gue gak betah loh."
"Ya iyalah, mana betah orang cewek lo aja hobinya ngajak belanja terus, buang-buang duit pula!" sindir Alvyna, awalnya asal bicara, tapi ternyata pas banget.
El mengernyit samar dari balik helmnya. "Lo kok tau?"
Alvyna terkejut, "Eh serius? Gue tadi cuma asal ngomong doang sih."
El menoleh, "Lo kelihatan gak terlalu suka ya sama Lyra. Apa karena dia selingkuhannya pacar lo, terus sekarang pacar gue juga? Cemburu ya?"
Dari pertemuan pertama El dengan Alvyna dan Lyra di sekolah, ia sudah mencium aroma tak sedap di antara mereka. Dia yakin keduanya pernah kenal atau punya sejarah.
"Sorry banget ya ini gak ada hubungannya sama itu semua. Bahkan sebelum gue sama Sagara cewek lo udah duluan anggap gue musuhnya. Dia yang duluan nyimpen dendam dan pengen nyusahin gue." jawab Alvyna blak-blakan.
"Hah? Serius? Dia pengen nyusahin hidup lo? Emangnya ada masalah apa sih kalian?" tanya El penasaran.
Alvyna jadi kikuk, baru sadar kalau kalimatnya tadi kelewat jujur. "Eh gak, gak penting. Lupakan aja. Eh El stop deh di depan tuh ada sempolan, kayaknya enak tuh." alihnya cepat-cepat sambil menunjuk gerobak makanan di pinggir jalan.
El menyipit, memandang ke arah gerobak yang disebut Alvyna. "Yakin lo mau jajan di pinggir jalan? Gak takut perut lo kenapa-kenapa?"
Lyra dulu anti banget kalau diajak makan sembarangan. Katanya sih jijik, gak higienis, takut sakit.
"Takut apaan? Malah seru tau, bisa makan sambil lihat orang lewat." jawab Alvyna semangat.
Ucapan biasa itu sukses bikin sudut bibir El terangkat. Baru sampai sini aja dia udah tau, Alvyna beda dari cewek-cewek lain. Meski anak orang berada, dia tetap gak pilih-pilih soal beginian.
Ckitt...
El benar-benar menuruti ucapan Alvyna. Dia menepikan motornya, mematikan mesin, dan melepas helmnya.
"Wah gue bingung nih, semuanya keliatan enak!" kata Alvyna antusias menatap berbagai jajanan.
"Lama amat sih. Gue tinggal ke sana duluan ya!" celetuk Alvyna sambil menoleh ke El yang masih sibuk merapikan rambutnya.
Emang ya, cowok tuh kalau habis naik motor, wajib banget rapiin rambut dulu. Ck ribet!
El kaget, "Eh Ra, tungguin gue lah!" serunya lalu segera turun dan menyusul Alvyna.
Sementara itu, Alvyna sudah tiba di depan gerobak sempolan. "Pak satunya berapa?"
"Seribu aja neng. Mau berapa?"
Alvyna menoleh ke arah El yang mendekat. "Dua puluh ya pak."
"Baik, duduk aja dulu saya gorengin." ujar si bapak sambil menyiapkan kursi.
"Saya duduk di sana aja Pak, lebih nyaman." Alvyna menunjuk ke arah tikar yang digelar.
"Ck dapet yang lo mau terus gue lo tinggalin." keluh El yang menyusul duduk di sebelahnya.
Alvyna hanya nyengir, "Salah siapa kelamaan!"
El mendesah. "Lo pesan apaan sih?"
"Sempolan. Lo doyan gak?"
El menoleh lalu merogoh sakunya. "Coba deh nanti," katanya sambil mengeluarkan rokok dan menyulutnya.
Alvyna melirik kesal, "Tiada hari tanpa rokok ya?"
El menatapnya, "Dulu sih buat pelarian, sekarang udah candu."
"Jangan sering-sering gak bagus." kata Alvyna, agak pelan.
Sebenarnya pengen ngelarang, tapi Alvyna masih ragu. Walau El suaminya dia belum merasa cukup punya kuasa.
"Kalau lo siap jadi gantinya, gue bisa berhenti." kata El santai.
Alvyna bingung. "Gantiin apa maksudnya?"
"Biar gue nyesep bibir lo aja gantiin rokok." ucapnya santai.
"Eh gila! Bibir gue masih suci tau!"
"Ya bagus dong. Jadi gue yang pertama." senyum El lebar.
"Jangan GR lo! Bukan buat lo juga!" ketus Alvyna.
"Ck gue suami lo bego. Kalau bukan buat gue buat siapa?"
"Ck mending ngobrol sama tiang listrik aja sana!"
El cuma terkekeh, lalu pesanan sempolan datang.
"Ini pesanan neng."
Alvyna langsung sumringah. "Totalnya berapa ya Pak?"
"20 ribu neng."
"Biar gue aja." El menahan tangan Alvyna. "Pak saya aja yang bayar."
"Kalau ada uang pas ya Mas. Saya gak ada kembalian."
El mengeluarkan uang merah. "Ini pak ambil aja kembaliannya."
"Ah kebanyakan mas. Gak enak saya."
"Ikhlas Pak anggap aja rejeki hari ini."
"Alhamdulillah makasih banyak. Semoga langgeng ya sama pacarnya."
El tersenyum, "Dia bukan pacar saya tapi istri."
Kaget jelas terlihat di wajah si penjual. "Wah maaf Mas, saya kira masih pacaran. Masih muda banget sih. Kalau begitu semoga segera dapat momongan ya!"
"Lo denger? Didoain dapat momongan katanya. Padahal belum gue unboxing lo!" celetuk El iseng.
Alvyna langsung memerah. Kenapa juga El ngomong soal nikah segala!
"Ck lo sih ngomong nikah-nikahan. Kalau ada yang denger gimana coba!"
"Emangnya kenapa? Kan emang udah nikah. Lagi pula siapa yang bakal percaya di tempat sepi gini?"
Alvyna cemberut. "Tapi tetap aja..."
"Udahlah, ayo makan. Dan makasih ya udah traktir."
"Gue bisa bayar sendiri tau. Nanti gantian gue traktir."
"Lo istri gue. Jadi kewajiban gue. Mau beli apa pun bilang aja."
Alvyna berhenti mengunyah. Ia menatap El yang tampak serius.
“Cowok ini bisa juga ngomong serius ya,” batinnya.
"Kenapa? Melongo gitu? Baru sadar suami lo ganteng?"
Alvyna langsung buang muka. "Siapa yang ngeliatin lo!"
"Yakin? Udah jelas liatin sampe mangap gitu."
Seketika, suara cewek terdengar.
“Aduh, boleh kali minta nomor WA-nya?”
“Pacarnya itu tuh.”
“Baru pacar, pura-pura temen aja…”
Alvyna menoleh. Dua cewek mendekat sambil senyum-senyum ke arah mereka eh, ke arah El!
"El, lo gak mau coba sempolan nya? Enak tau!" ujar Alvyna, kode keras.
El menoleh. "Boleh, suapin dong."
Alvyna tersenyum, lalu menyuapi suaminya.
"Ehm, kak boleh duduk bareng gak? Nunggu sempolan nih..." tanya salah satu dari dua cewek tadi.
El melirik tikar kosong. "Kenapa gak di sana aja?"
"Sempet basah, Kak. Kotor gitu..."
"Gimana Ra? Cewek yang lebih paham."
"Sempit El! Tempatnya segini doang, masa buat empat bokong?"
"Ya tinggal bilang gak bisa, ngapain ngomel?" ucap El sambil sentil Alvyna.
"Ck! Harusnya gak gue copotin helm lo tadi!" gerutu Alvyna sambil mengusap kening.
El tertawa, lalu berkata ke dua cewek itu, "Maaf ya, istri gue gak izinin kalian duduk sini."
Keduanya melongo. Nikah?
"Ngapain sih ngomong udah nikah?" bisik Alvyna.
"Emang kenyataannya. Lagi pula mereka juga gak percaya kan?"
Alvyna terdiam. Bener juga sih. Gak ada yang bakal percaya dua anak SMA udah nikah. Kecuali anak-anak Bintara. Dan kalau mereka tau pasti semua menyalahkan Alvyna. Padahal mereka udah nikah. Meski awalnya karena paksaan.