Di barat laut Kekaisaran Zhou berdiri Sekte Bukit Bintang, sekte besar aliran putih yang dikenal karena langit malamnya yang berhiaskan ribuan bintang. Di antara ribuan muridnya, ada seorang anak yatim bernama Gao Rui, murid mendiang Tetua Ciang Mu. Meski lemah dan sering dihina, hatinya jernih dan penuh kebaikan.
Namun kebaikan itu justru menjadi awal penderitaannya. Dikhianati oleh teman sendiri dan dijebak oleh kakak seperguruannya, Gao Rui hampir kehilangan nyawa setelah dilempar ke sungai. Di ambang kematian, ia diselamatkan oleh seorang pendekar misterius yang mengubah arah hidupnya.
Sejak hari itu, perjalanan Gao Rui menuju jalan sejati seorang pendekar pun dimulai. Jalan yang akan menuntunnya menembus batas antara langit dan bintang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Boqin Changing, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menggunakan Akal?
Gao Rui mengikuti gurunya berjalan memasuki hutan yang lebih dalam. Pohon-pohon di sekitar mereka semakin besar dan menjulang tinggi. Suasana di sini berbeda, lebih sunyi, lebih dalam, lebih menekan.
Boqin Changing berhenti di depan sebatang pohon raksasa yang batangnya begitu besar hingga lima orang dewasa pun mungkin tidak sanggup melingkarinya dengan tangan.
Gao Rui menatap pohon itu, lalu menoleh pada gurunya dengan wajah bingung.
“Guru…” katanya pelan, “Bagaimana cara kita memotong pohon sebesar ini? Apa guru membawa kapak? Atau… akan memakai pedang?”
Boqin Changing menatapnya sebentar, lalu menggeleng santai.
“Tidak.” jawabnya ringan. “Kita tidak akan menggunakan kapak. Dan pedang… untuk apa?”
“Lalu… pakai apa?” Gao Rui benar-benar tidak mengerti.
Boqin Changing menatap muridnya, lalu menepuk dadanya sekali.
“Tangan kosong.”
Gao Rui melongo.
“Tangan kosong!? Tapi… tapi itu kan...”
“Seperti yang kau lakukan tadi.” ujar Boqin Changing ringan. “Bedanya, kau hanya menggunakan tenaga. Aku menggunakan akal.”
Ia memberi isyarat dengan dagu pada pohon raksasa itu.
“Gunakan akalmu untuk dapat memotong pohon itu dengan baik dan benar.”
Kata-kata itu menghantam kepala Gao Rui seperti palu besi. Ia menatap pohon itu lagi, kali ini dengan penuh tanda tanya.
“Menggunakan… akal? Bagaimana caranya memotong pohon dengan akal?” ucap Gao Rui dalam hatinya.
"Apa harus membakarnya dulu? Namun jelas itu tidak masuk akal. Apa harus menunggunya roboh karena lapuk? Itu tentu butuh bertahun-tahun"
Kemungkinan lain berputar-putar di benaknya. Tapi ia tahu satu hal, gurunya tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau dia bilang bisa, berarti memang bisa.
Gao Rui menggenggam tinjunya erat. Tatapannya mulai menyala.
"Kalau begitu... aku ingin belajar." katanya mantap.
Boqin Changing berdiri diam, menatap pohon-pohon besar di hadapannya. Angin bergerak perlahan melewati hutan, menggoyang ranting dan daun. Tapi entah mengapa, suasana tiba-tiba terasa berbeda. Lebih berat… lebih tajam.
Gao Rui menatap gurunya tanpa berkedip, menunggu. Lalu tiba-tiba Boqin Changing mengangkat satu tangannya.
Bukan tinju, bukan pukulan. Ia hanya mengangkatnya… pelan. Seolah sedang menyentuh udara.
Tiba-tiba hal aneh terjadi.
Brooooommmm!!!!!
Tanah bergetar. Akar pepohonan mencuat. Daun berjatuhan seperti hujan. Udara di sekitar mereka berdenyut!
Krakkkk!!!!! Krakkkkk!!!!!! Krakkkk!!!!!
Satu per satu… pohon-pohon raksasa di hadapan mereka seakan mencabut dirinya sendiri dari tanah, terangkat oleh kekuatan tak terlihat!
Gao Rui membeku. Mulutnya terbuka. Tenggorokannya kering mendadak. Hanya matanya yang berkedip cepat karena tidak percaya dengan apa yang sedang ia lihat.
“A-Apa… yang…”
Beberapa pohon besar melayang di udara, melingkari mereka, seperti barisan naga kayu yang takluk pada satu penguasa.
Boqin Changing kemudian menggerakkan dua jarinya sedikit.
Shinggggg!!!!!!
Dalam sekejap, batang-batang raksasa itu terpotong sendiri. Rata, licin, seragam, rapi, seolah dipotong dengan kapak yang tak terlihat. Semua potongannya turun perlahan dan jatuh membentuk tumpukan tiang-tiang besar yang rapi.
Tanpa getaran. Tanpa suara berlebihan. Tanpa kekacauan. Benar-benar presisi.
Gao Rui jatuh terduduk karena terlalu terkejut.
Ia menatap gurunya seperti melihat dewa.
“A-Aku...,” bibirnya bergetar, “…aku benar-benar… tidak mengerti…”
Boqin Changing menatap ke arah tumpukan kayu yang kini siap diolah menjadi rumah.
Kemudian ia melirik muridnya dan tertawa terbahak-bahak.
Gao Rui hanya bisa menatap… tanpa suara… tanpa kedip. Seolah ia baru sadar, sedari pagi gurunya telah mengerjainya.
Boqin Changing lalu mengayunkan tangannya perlahan, seakan sedang menghalau debu di udara. Namun yang terjadi jauh lebih gila dari itu. Semua batang-batang pohon besar yang tadi terpotong dan jatuh kini terangkat dari tanah.
Wushhhhh!
Satu demi satu batang kayu itu melayang ke udara, bergerak mengikuti arah jemarinya. Kayu-kayu itu berbaris rapi seperti prajurit yang tunduk pada perintah panglima besar.
Gao Rui kembali melongo.
"I-Itu… itu melayang… kayunya melayang!"
Batang-batang besar itu terus meluncur mengikuti Boqin Changing yang berjalan santai entah kemana. Gao Rui panik setengah mati dan buru-buru berlari mengejarnya.
"Guru!! Tunggu aku juga!!"
Tak butuh waktu lama sebelum mereka sampai di sebuah tempat yang cukup lapang. Tanahnya datar dan tertutup rerumputan pendek yang lembut. Cahaya matahari sore masuk di antara sela dahan pohon, menciptakan garis-garis cahaya seperti tirai emas. Tempat itu terasa tenang… damai… dan sangat cocok sebagai tempat tinggal.
"Hmm. Tempat ini saja." ucap Boqin Changing ringan.
Ia mengangkat tangannya, dan seketika batang-batang pohon itu mulai menumpuk dengan teratur di samping lokasi tersebut, seolah sedang diparkir rapi.
Lalu tiba-tiba…
Wush!
Boqin Changing mengeluarkan sesuatu dari cincin ruang di jarinya. Gao Rui sempat mengira itu pedang, kapak, atau mungkin alat berat lainnya. Tapi ternyata keluar benda yang tidak diduga oleh Gao Rui.
"Kursi… malas... itu lagi?"
Betul. Sebuah kursi malas yang empuk muncul begitu saja, dan gurunya tanpa rasa bersalah sedikit pun duduk bersantai di atasnya sambil menyilangkan kaki.
"Hahhhh… akhirnya bisa mulai." katanya santai, lalu menyandarkan punggung.
Gao Rui terbelalak.
"Guru… kau… kau mau membangun rumah sambil duduk!?"
Boqin Changing tidak menjawab. Ia hanya menggerakkan tangan kanannya. Ia mengetukkan jari telunjuknya ke udara.
Bruk!! Bruk!!! Bruk!!!!
Seketika batang-batang pohon itu mulai memotong dirinya sendiri. Bagian tengah memanjang membelah menjadi tiang rumah. Beberapa bagian lain membentuk potongan papan lebar untuk lantai. Ada juga bagian yang dihaluskan menjadi rangka atap, balok penyangga, papan kusen, dan bahkan alas kayu.
Semuanya terbentuk di depan mata mereka hanya dengan satu ketukan jari.
"T-Tidak mungkin…" Gao Rui hampir menangis melihatnya.
Boqin Changing menggerak-gerakkan jarinya pelan, dan ratusan potongan kayu yang sudah terbentuk dengan akurat terangkat perlahan, melayang di udara mengikuti kendali qi miliknya.
Ia memutar jarinya sedikit.
Kreeeekkk!!!! Tak!! Tak!!! Tak!!! Tak!!!
Potongan-potongan kayu itu bergerak seperti kepingan puzzle yang sudah mengetahui tempatnya masing-masing. Tiang-tiang berdiri sendiri. Balok-balok menancap dengan sendirinya. Lantai merapat rapat, dinding saling terkunci, dan kerangka atap mulai terbentuk.
Semua itu dilakukan oleh Boqin Changing sendirian. Sambil tetap duduk santai di kursi malas. Dengan satu tangan menopang kepala dan tangan satunya hanya menggerak-gerakkan jemari!
Gao Rui memegangi kepalanya. Ia tidak tahu apakah harus kagum, menangis, atau pingsan saat itu juga.
"G-Guru… ini… ini benar-benar… mustahil…"
Boqin Changing melirik sekilas. Mulutnya terkekeh kecil.
"Perhatikan baik-baik, Bocah."
Jarinya kembali bergerak, memotong, menghaluskan, menyatukan, dan menata setiap kayu menjadi bagian dari rumah.
"Tenaga yang kuat hanya menghasilkan kekuatan."
"Lalu?" tanya Gao Rui lirih.
Boqin Changing tersenyum tipis.
"Akal… menghasilkan hasil."
Gao Rui tersenyum kecut mendengarkan penjelasan gurunya. Jelas sekali rumah ini dapat terbentuk karena kekuatan gurunya. Bukan hanya akal semata.
Rumah itu terus terbentuk perlahan, megah, kokoh, dan rapi. Seolah dibangun oleh ratusan tukang kayu yang bekerja dalam diam. Boqin Changing bisa melakukan itu semua, sekali lagi, benar-benar melakukannya… sambil duduk santai.
Sejenak Gao Rui merasa ingin berteriak pada langit.
“Siapa manusia normal yang bisa hidup dengan guru seperti ini!?” ucap Gao Rui berteriak dalam hatinya.