NovelToon NovelToon
JAGAT ROBOHERO INDONESIA

JAGAT ROBOHERO INDONESIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Balas Dendam
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: morro games

Di tengah reruntuhan kota Jakarta yang hancur, seorang pria tua berlari terengah. Rambutnya memutih, janggut tak terurus, tapi wajahnya jelas—masih menyisakan garis masa muda yang tegas. Dia adalah Jagat. Bukan Jagat yang berusia 17 tahun, melainkan dirinya di masa depan.

Ledakan menggelegar di belakangnya, api menjilat langit malam. Suara teriakan manusia bercampur dengan derap mesin raksasa milik bangsa alien. Mereka, penguasa dari bintang jauh, telah menguasai bumi dua puluh tahun terakhir. Jagat tua bukan lagi pahlawan, melainkan budak. Dipaksa jadi otak di balik mesin perang alien, dipaksa menyerahkan kejeniusannya.

Tapi malam itu, dia melawan.

Di tangannya, sebuah flashdisk kristal berpendar. Tidak terlihat istimewa, tapi di dalamnya terkandung segalanya—pengetahuan, teknologi, dan sebuah AI bernama Nova.

Jagat tua menatap kamera hologram di depannya. Wajahnya penuh debu dan darah, tapi matanya berkilat. “Jagat… kalau kau mendengar ini, berarti aku berhasil. Aku adalah dirimu

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon morro games, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 – Warisan yang Tersembunyi

Langkah Jagat bergema di gang sempit yang lembab. Lampu jalan berkedip, sebagian padam, sebagian lagi memantulkan cahaya kuning pucat. Jaket hitamnya bau asap knalpot setelah seharian bekerja serabutan. Malam itu, punggungnya terasa lebih berat dari biasanya, seolah semua hutang, tagihan, dan beban hidup menempel di pundaknya.

Sesampainya di rumah kontrakan, ia mendorong pintu kayu reyot yang berderit. Bau obat bercampur aroma bubur instan langsung menyergap.

“Aku pulang, Bu…” suara Jagat pelan.

Batuk kecil terdengar dari kamar dalam. Dari balik pintu, adiknya, Nadia, muncul dengan wajah pucat, rambut hitam panjangnya diikat seadanya.

“Mas, Bu dari tadi nanyain. Katanya jangan kerja sampai larut terus,” ujar Nadia cemas.

Jagat menaruh tas bututnya di kursi. “Kalau aku nggak kerja, besok kita makan apa?” jawabnya singkat, dengan senyum pahit.

Nadia menunduk. Ia tahu betul, sang kakak sudah berkorban banyak sejak ayah meninggal lima tahun lalu.

Di meja kayu, setumpuk tagihan listrik dan obat bertebaran. Jagat menatapnya sejenak. “Nad, gimana obat Bu?”

Nadia menghela napas. “Tinggal dua strip. Uang tinggal sedikit. Aku udah coba cari di apotek, tapi harganya naik lagi…” suaranya merendah, seperti merasa bersalah.

Jagat mengusap kepala adiknya. “Kamu jangan mikirin itu. Fokus sekolah aja.”

Tiba-tiba suara ibu mereka terdengar dari dalam kamar. “Jagat… sudah pulang, Nak?”

Jagat masuk ke kamar kecil yang lembab. Ibunya, Ratna, terbaring dengan selimut tipis, wajahnya pucat tapi tetap berusaha tersenyum. “Kamu capek sekali ya?”

“Biasa, Bu. Kerja seharian.” Jagat duduk di sisi ranjang, menggenggam tangan ibunya yang dingin.

“Kamu jangan terlalu keras sama diri sendiri… nanti sakit,” Ratna menatap anaknya penuh kasih.

Jagat menggeleng. “Kalau aku berhenti, siapa yang jaga kalian?”

Air mata hampir menetes, tapi ia tahan. Malam itu, hanya suara jangkrik dari luar jendela dan dengungan lampu neon yang menemani percakapan mereka.

---

Keesokan harinya, Jagat berangkat kuliah. Kampus negeri itu letaknya di kota, lumayan jauh dari kontrakan. Naik motor butut peninggalan ayah, ia sering jadi bahan ejekan anak-anak kaya.

“Eh, si tukang servis lewat! Jangan lupa bawa obeng, Gat!” salah satu mahasiswa berjaket mahal tertawa bersama gengnya.

Jagat menunduk, menahan diri. Ia tak mau ribut. Fokusnya hanya kuliah, kerja, dan menjaga keluarganya.

Untung ada Bima, sahabatnya sejak SMA. Badannya tinggi besar, senyum ceria. “Santai, Gat. Mereka cuma iri otak lo encer.”

Jagat menepuk bahu Bima. “Iya, biarin aja.”

Di kelas, Jagat selalu jadi yang paling aktif. Profesor Bram, dosen robotik senior, sering menaruh perhatian khusus padanya.

“Jagat, kamu bisa bantu presentasi minggu depan? Saya ingin mahasiswa lain tahu cara berpikir kritis seperti kamu,” ucap profesor suatu kali.

Jagat mengangguk. “Baik, Prof.”

Ada kebanggaan kecil di hatinya. Meski miskin, setidaknya ia punya sesuatu: kecerdasan yang diwarisi dari ayahnya.

Namun, hidup tak pernah sederhana. Kekasihnya sejak SMA, Alya, kini makin menjauh. Di kantin, Jagat sempat melihat Alya duduk mesra dengan Reno, anak orang kaya yang sering meremehkannya. Senyum Alya yang dulu hanya untuknya, kini milik orang lain.

Bima menepuk meja. “Bro, lo harusnya marah.”

Jagat hanya menghela napas. “Percuma. Kalau dia bahagia sama orang lain, ya biar.”

Tapi hatinya perih.

---

Malam itu, Jagat pulang dengan kepala penuh beban. Ia masuk ke kamar kerjanya yang kecil, tempat ia biasa membongkar laptop rusak. Di sana, ada meja kerja tua milik ayahnya. Lacinya berdebu, sebagian sudah rusak.

Saat membersihkan, ia merasakan sesuatu aneh: sebuah laci ganda. Di balik kayu tipis ada lapisan besi.

“Apa ini…?” gumamnya.

Ia mengutak-atik, dan mendapati mekanisme tersembunyi. Laci terbuka, memperlihatkan tas kulit hitam yang tampak tua.

Nadia yang ikut masuk terbelalak. “Mas… itu tas Ayah, ya?”

Jagat membeku. Jantungnya berdetak keras. Ia tak pernah tahu ayahnya meninggalkan sesuatu.

Tangannya gemetar saat menyentuh tas itu. Ada kode kunci, tapi entah bagaimana, saat ia menyentuhnya, terdengar bunyi klik. Tas itu terbuka seolah mengenali dirinya.

Di dalamnya ada berkas-berkas tua, blueprint mesin, catatan tangan ayahnya tentang robotik, dan… sebuah kotak kecil dari logam. Kotak itu terasa dingin, dan di dalamnya ada flashdisk aneh dengan ukiran simbol asing.

“Mas… kok kayak barang dari film sci-fi gitu?” bisik Nadia.

Jagat hanya menatap benda itu, napasnya tercekat. Ia merasa seakan benda itu menunggunya.

,Jagat masih duduk menatap tas kulit hitam itu. Nafasnya berat, tangannya gemetar. Nadia menatapnya penuh tanda tanya.

“Mas… kok bisa tas ini ada di sini? Bukannya semua barang Ayah dulu disita?”

Jagat tak menjawab. Pikirannya melayang jauh. Ayahnya, yang dulu dikenal sebagai ahli robotik, meninggal lima tahun lalu dalam sebuah kecelakaan misterius. Sejak itu, hidup mereka berubah drastis—rumah disita, warisan hilang, dan keluarga jatuh miskin.

“Mungkin… Ayah sengaja nyembunyiin ini buat kita,” gumam Jagat lirih.

Malam itu, ia hanya bisa memandangi isi tas: kertas-kertas dengan coretan rumit, sketsa mesin mirip armor manusia, catatan tentang fusion energy dan nano-particle circuit. Semua terlihat seperti fiksi ilmiah.

Nadia menyentuh salah satu kertas. “Mas, aku nggak ngerti ini apa. Tapi… kayaknya penting.”

Jagat menepuk tangan adiknya. “Jangan bilang siapa-siapa. Ini rahasia kita.”

---

Keesokan harinya di kampus, pikiran Jagat masih terpaku pada tas itu. Ia duduk di kelas robotik, tapi matanya kosong. Profesor Bram menyadari.

“Jagat, apa kamu baik-baik saja?” tanyanya setelah kelas usai.

Jagat terkejut. “Eh… iya, Prof. Cuma… kurang tidur.”

Profesor menepuk bahunya. “Kalau ada masalah, kamu bisa cerita. Kamu mahasiswa paling berbakat yang saya punya. Sayang kalau pikiranmu terganggu.”

Ada kehangatan dalam kata-kata itu, seolah Profesor benar-benar tulus. Jagat menunduk. “Terima kasih, Prof.”

Namun, sebelum ia bisa keluar kelas, Reno—mahasiswa kaya yang suka merendahkannya—menyenggol bahu Jagat. “Eh, tukang servis, jangan kebanyakan mimpi. Blueprint yang lo coret-coret kemarin itu cuma sampah. Lo kira bisa bikin robot kayak di film? Jangan ngelawak deh.”

Jagat mengepalkan tangan, tapi menahan diri. Ia tahu Reno hanya ingin cari gara-gara.

Lebih menyakitkan lagi, di koridor ia melihat Alya—gadis yang dulu jadi pacarnya—berjalan bersama Reno. Mereka tertawa, dan Alya bahkan tidak menoleh sedikit pun ke arahnya.

Bima, sahabat setianya, muncul dari belakang. “Bro, lo kuat banget. Gue yang liat aja pengen nabok si Reno.”

Jagat tersenyum pahit. “Nggak ada gunanya. Aku punya urusan lain yang lebih penting.”

---

Malamnya, Jagat duduk kembali di meja ayahnya. Lampu redup membuat suasana semakin muram. Ia membuka satu persatu dokumen. Di beberapa halaman, tertulis kata-kata samar: “Project NOVA”.

“NOVA… apa ini maksudnya?” gumamnya.

Nadia datang membawa teh. “Mas, kamu belum tidur?”

“Belum. Aku nemu sesuatu…”

Nadia duduk di sampingnya, membaca coretan itu, tapi wajahnya bingung. “Aku nggak ngerti. Tapi kalau ini warisan Ayah… berarti penting banget kan?”

Jagat mengangguk. “Ya. Dan kita harus hati-hati.”

Saat ia memegang kotak logam berisi flashdisk aneh itu, tiba-tiba ada sensasi aneh: hangat, seperti ada denyut dari dalam benda kecil itu.

“Mas… kok aku merasa benda itu kayak hidup?” Nadia mundur sedikit.

Jagat menatap flashdisk itu. Ukiran di permukaannya memantulkan cahaya lampu redup. Ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.

Malam semakin larut. Hanya suara detak jam dinding tua yang terdengar di ruangan. Lampu bohlam redup bergoyang karena angin yang masuk dari celah jendela. Jagat duduk sendirian di depan meja kerja ayahnya, menatap benda kecil yang kini seolah hidup di genggamannya.

Flashdisk itu berdenyut halus, seperti jantung yang berdetak. Cahaya biru samar muncul dari ukiran aneh di permukaannya. Jagat menggenggam lebih erat, napasnya tercekat.

“Apa sebenarnya ini…?” gumamnya.

Tiba-tiba, benda itu memancarkan cahaya kuat. Jagat refleks menutup mata, tapi sinar itu menembus kelopak matanya, hangat sekaligus menusuk. Ia merasa ada sesuatu yang memindai—mendeteksi, menelusuri.

Sebuah suara mekanis, tenang namun dalam, terdengar langsung di telinganya, meski tak ada orang lain di ruangan itu.

> “Identifikasi dimulai. Retina terdeteksi… cocok. Sidik jari… cocok. DNA… cocok. Subjek: Jagat. Inisiasi penggabungan: 1%.”

Jagat terperanjat. Ia hendak menjatuhkan flashdisk itu, tapi benda itu lebih dulu hancur—pecah menjadi debu bercahaya yang berputar-putar lalu menyusup masuk ke kulitnya.

“Arghhh!” Jagat menjerit. Rasa panas menyambar seluruh tubuh, seperti ribuan jarum menyuntikkan listrik ke dalam darahnya. Ia jatuh ke lantai, menggeliat, matanya terbelalak.

> “10%... 30%... 50%... penggabungan dalam proses.”

Napas Jagat terputus-putus, keringat bercucuran. Ia melihat urat-urat tangannya berpendar biru samar, seolah ada aliran energi asing yang masuk.

> “70%... 90%... 100%. Sinkronisasi berhasil. Penggabungan selesai.”

Suara itu berhenti. Semua cahaya padam. Jagat terbaring, tubuhnya lemas, namun masih hidup.

Sunyi. Hanya suara napasnya yang tersisa.

Kemudian, sebuah suara baru muncul, kali ini lebih lembut.

> “Selamat malam, Tuan Jagat. Saya adalah Nova—sistem kecerdasan buatan dari masa depan. Mulai saat ini, kita terhubung. Tugas saya adalah membimbing Anda.”

Jagat membuka mata, menatap ke sekeliling. Tidak ada siapa-siapa. Tapi ketika ia mengangkat kepala, sebuah layar hologram transparan muncul di depannya. Hanya dia yang bisa melihatnya.

Di layar itu muncul tulisan bergerak, seperti sistem permainan.

---

[NOVA SYSTEM – STATUS AWAL]

Nama: Jagat

Level: 1

Kelas: Host Nova AI

Kondisi: Tubuh tersinkronisasi penuh (100%)

Energi Dasar: 10/10

Skill Awal:

Sinkronisasi Neural (aktif)

Akses Hologram Pribadi (aktif)

Analisis Data Dasar (aktif)

Quest Utama:

Menguak Warisan Ayah.

Menemukan Laboratorium Rahasia.

Bertahan Hidup.

---

Jagat menatap layar itu dengan mata lebar. Jantungnya berdetak tak karuan. “Apa… apa ini? Sistem game?”

> “Ini bukan permainan, Tuan. Ini adalah warisan. Dan mulai sekarang, hidup Anda tidak akan pernah sama lagi.”

Jagat terdiam. Hanya suara dengung listrik dari hologram itu yang mengisi ruangan. Dadanya naik turun cepat. Antara takut, bingung, dan kagum.

Namun jauh di lubuk hatinya, ia tahu—malam itu adalah awal dari sesuatu yang jauh lebih besar.

1
Aanirji R.
Lanjutin si jagat
TeguhVerse: makasih, ini lagi kejar 20 bab, semoga klar 4 hari
total 1 replies
Grindelwald1
Duh, jleb banget!
Dani M04 <3
Suka alur ceritanya.
Bonsai Boy
Mengejutkan sekali!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!