Menyukai seseorang tanpa tahu balasannya?
tapi dapatku nikmati rasanya. Hanya meraba, lalu aku langsung menyimpulkan nya.
sepert itukah cara rasa bekerja?
ini tentang rasa yang aku sembunyikan namun tanpa sadar aku tampakkan.
ini tentang rasa yang kadang ingin aku tampakkan karena tidak tahan tapi selalu tercegat oleh ketidakmampuan mengungkapkan nya
ini tentang rasaku yang belum tentu rasanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asrar Atma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Tidak Bisa
Pov Daniza
"Aku tidak peduli dia menyukaiku atau tidak, yang penting aku menyukainya"
Aroma Mint bercampur dengan bau rokok yang tidak terlalu kentara terhirup oleh ku saat seorang lelaki lewat ditengah aku melepas sepatu. Tanpa mendongak aku mengenal sepatu besar berwarna hitam itu bersamaan dengan itu jantungku pun berdetak kencang menyenangkan sampai menghasilkan sakit perut juga, hal biasa yang kerap terjadi saat aku menyadari-itu dia Haneul Kamandaka.
Seseorang yang telah bertahun-tahun singgah dihatiku, sayangnya dia tidak pernah tahu atau mungkin menyadari. Perasaan ku hanyalah untukku, tapi.. tidak apa selain dia aku juga menyukai Perasaan ku ini. Hal g\*la lain tentang rasa ini adalah aku beranggapan bahwa sebenarnya dia juga menyukaiku bahkan dialah yang paling awal jatuh cinta hanya saja aku perempuan yang sulit.
"Daniza"
A..apa?
Kenapa tiba-tiba memanggil?
Jantungku!
Dengan perlahan aku menoleh pada asal suara- Haneul berjalan perlahan menghampiri ku saat ini dengan tampang datarnya itu dan tatapan itu...bisakah dia berhenti disana dan bisakah, bisakah dia tidak menatap ku seperti itu.
"Daniza" benar, berhentilah disana. Di hitungan lima langkah jika diambil dari jarak langkah kaki ku, tanpa sadar aku menghembuskan napas lega.
Itu membuat ku bertanya apakah sedari tadi aku menahan napas ku yang otomatis dan sekarang bagaimana cara bernapas dengan benar, jantungku benar-benar bermasalah sekarang.
"Rumahmu berdekatan dengan Ali kan?, boleh titip buku paket Sejarah"
Apa ini alasannya saja agar aku dan dia bisa bicara, bisa dekat. Dia modus, dia menyukaiku. Kembali lagi dengan anggapan yang naif yang tercipta sebab percaya diri atau pemikiran lain yang tiba-tiba berubah rendah diri seperti, kenapa dia ingin menyodorkan ku pada orang lain, meskipun dia sekalipun tidak menyukai ku. setidaknya biarkan aku disini bertahan dengan perasaan ku sampai aku tidak menyukai nya lagi, apa dia tahu perasaan ku sekarang?, lalu dia muak karena telah tahu?
Tidak! Aku yang terlalu berlebihan dalam berpikir, ini hanya tentang minta tolong.
"Tidak!.." dia tertegun, aku menjawab terlalu cepat dan ringkas.
Tapi mau bagaimana lagi aku tidak suka ide itu, Bersosialisasi terlalu berat untukku.
"Baiklah"begitu saja, dia terlalu pengertian atau bagaimana?. lalu dia berbalik dan masuk kedalam kelas dengan sepatu yang tidak dilepas, dia berandalan dan aku tahu itu tapi..dia tampan. Nilai plus yang harus di toleransi.
Aku menghela napas, kesempatan yang sia-sia. Menyadari sepatu ku masih menggantung ditangan, aku lalu meletakkan sepatu ku dirak yang terbuat dari bambu. Haneul membuat ku melupakan keberadaan sepatu ku.
Aku baru saja masuk ke dalam kelas dan akan duduk dikursi ku saat itulah Haneul melangkah lagi keluar ruangan. Itu membuat ku sibuk dengan pemikiran ku sendiri, apa dia kesal karena telah ku tolak? Tidak bisakah dia bertahan barang sebentar agar aku tidak tersinggung. Bagaimana pun sepertinya dia tidak tahu cara menjaga hatiku. Bagaimana jika aku mencoba melupakan nya, dia bisa menyesal akan kelakuannya hari ini.
Tapi...benarkah begitu?, benarkah dia akan menyesal?, masalahnya dia belum tentu menyukaiku bisa saja selama ini aku salah paham padanya.
"Lihat ini Han, Gato kaya penampakan" seperti saat ini didepan mataku, dia nampak akrab dengan Rina. Tertawa dan berbincang dengan jarak yang dekat, bisa saja sebenarnya dia menyukai Rina kan?. Karena dengan ku pun dia tak pernah sekalipun mengatakan perasaannya.
"Han, diacara ini kamu kok nggak kena poto. Kamu dimana waktu ini?" Tapi...menangkap tatapannya yang sekilas tertuju padaku, aku kembali menaruh asa.
"Aku lagi ngerokok dibelakang" dia mungkin tengah ingin membuatku cemburu.
Itu cukup menghangatkan hatiku yang sempat cemburu, jadi senyuman ku mesti ditahan dan harus disembunyikan agar hanya aku yang menyadari karena jika pun ingin dipublikasikan cukup satu orang yang perlu tahu.
___________
"Daniza..."panggilan dengan suara khas yang aku hapal betul itu tidak bisa membuatku menoleh dengan cepat, jika tidak ingin keterkejutan ku pada kenyataannya dapat membuat ku terjatuh dari sepeda.
"Daniza kamu dipanggil tuh sama Haneul"
"Hah..."respon ku seraya menoleh pada Lani, itu membuat Lani berdecak dan dengan terpaksa mengulang ucapannya.
Yang sebenarnya bukan karena aku tidak dengar namun jika harus berhadapan dengan Haneul aku harus pastikan diriku aman terlebih dahulu, jadi aku menghentikan ayuhan sepedaku. Dan dia juga berhenti, tepat...disampingku.
"Daniza, rumah Ali yang mana?. Masih jauh yaa?"
Tidak kah ini terlalu dekat jaraknya? Jantungku lagi-lagi berdetak dengan tidak karuan. Haneul tiba-tiba mematikan motor metic nya juga membuka kaca helm nya.
"Maaf? Nggak jelas kedengaran nya yaa"
Oh.. dia mengira aku tuli, ini pasti karna muka ku bengong. Sudah benar keputusan ku untuk berhenti lebih dulu, jika tidak bisa saja aku celaka.
"Dengar. Rumahnya masih beberapa rumah lagi dari rumah Lani" jawaban apa itu, bisakah terlihat lebih pintar lagi.
"Sebentar lagi aja kok Han, habis tikuangan ini langsung ketemu rumahnya. Yang cat rumahnya warna hijau"
"Kenapa memangnya?, mau main?"
"Ngantar buku paket yang aku pinjam kemarin, Ali katanya butuh tapi hari ini malah nggak sekolah"
"Titip sama Daniza aja, rumah mereka dekat lewat dikit doang" keduanya menatap ku bersamaan, aku pun di buat bingung meski bagaimana beralasan dihadapan Lani.
"Aku nggak mampir Lan" begitu cicit ku yang bersamaan dengan itu merutuki mulutku yang tidak bisa mengarang alasan dengan baik
"Hah..ngapain mampir kamu mau pacaran sama Ali memang nya, kasih buku doang habis itu cabut kan nggak susah." Aku sudah membuka mulut, ingin berdalih. Tapi tidak dapat mengeluarkan apapun selain mangap.
"Biar aku aja yang kasih sekalian mampir, udah nanggung juga. Nanti Daniza kasih tahu aja rumah Ali yang mana? Boleh..?"
Haneul menatap ku dengan tatapan nya yang membuat jantungku tak tahan, jadi aku segera mengalihkan perhatianku setelah mengangguk singkat.
Kami melanjutkan mengayuh sepeda sementara Haneul dibelakang sana membututi, aku ingin menengok ke belakang tapi masih tertahan karena aku masih waras untuk tetap menjaga keseimbangan.
"Dadah Dan.., jaga anak orang jangan sampai kesasar" begitu kata Lani saat sepeda membawa nya membelok memasuki halaman rumahnya.
Lalu sekarang apa hanya tinggal kami berdua, dia masih mengikuti ku?. Apa ini rencanaku? Aku bertanya pada diri sendiri saat ban sepeda ku memasuki tikuangan tapi juga tidak menemukan jawabannya. Namun apapun itu, ini adalah hal yang menyenangkan yang tak dikira.
"Itu rumah Ali!" Tunjuk ku sesaat setelah menghentikan sepedaku, lalu dia juga ikut berhenti. Lagi, tepat disampingku dan aku segera berbicara agar jarak kami segera tercipta.
"Aku duluan"lalu mengayuh sepedaku dengan cepat meninggalkan Haneul yang tidak aku ketahui lagi seperti apa posisi nya saat ini.
Ini menyenangkan, dekat dengannya memang begitu tapi juga mengacaukan seluruh debaran jantungku dan tingkah ku. Jadi, jarak juga penting bagiku.
aaaaaaa aku tak sanggup menungguuuu