Anisa dan Yusuf pasangan suami istri yang memiliki kehidupan nyaris sempurna. Ekonomi cukup, tiga orang anak dan mertua yang tidak ikut campur. Namun, ujian datang dari mantan kekasih Anisa dan mantan istri Yusuf. Kehadiran mantan istri Yusuf juga telah membuat ibu mertua Anisa membencinya. Seiring berjalannya waktu, Yusuf tidak bisa menolak kehadiran mantan istrinya untuk kembali. Hingga memutuskan setuju untuk menikah siri, tapi Yusuf merahasiakan pernikahannya dari Anisa. Lalu bagaimana Anisa dengan mantan kekasihnya yang juga ingin bersamanya, akankah berhasil ? Apakah pernikahan Yusuf dan Anisa akan berakhir atau malah akan semakin kuat ? Yuk baca, like, komen dan share ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CumaHalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 1
"Mau kemana, Sayang?" Yusuf terkejut melihat istrinya sudah rapi saat membuka mata.
Yusuf bangun dari kasur dan menghampiri Anisa di depan meja rias. Berdiri di belakangnya dan mendekapnya. "Mau kemana pagi-pagi sudah rapi?" Yusuf mengulangi pertanyaannya.
"Ada masalah dengan toko rotiku, Mas." Anisa memandang suaminya lewat cermin.
"Ada masalah apa?"
"Kata Nayla akhir-akhir ini banyak pembeli yang komplain kalau rotiku dengan toko sebelah rasa dan harganya jauh beda, di tokoku katanya kemahalan," sungut Anisa.
"Hmm, itu hal biasa, kalau begitu perbaiki saja semua yang di komplain pelangganmu. Butuh berapapun modalnya katakan saja padaku, ga usah ambil pusing."
Anisa membalik badan berhadapan dengan suaminya. "Terimakasih, tapi aku harus segera kesana dan mulai membuat beberapa inovasi roti baru bersama Nayla."
"Ya, nanti aku susul kesana."
Yusuf mencium kening Anisa penuh cinta, keduanya saling tatap dan berpelukan beberapa saat. Merasa napasnya agak susah karena di peluk erat oleh suaminya, Anisa melepaskan diri. Lalu Anisa mencium tangan Yusuf dan segera keluar kamar untuk berangkat ke toko.
Selepas istrinya pergi Yusuf segera bersiap berangkat ke kantor. Selesai dengan penampilannya, ia segera ke ruang makan. Disana sudah ada Ryan dan Alif sarapan.
"Wah, jagoan Papa udah pada siap berangkat sekolah nih." Yusuf duduk di kursi dan mengambil nasi dan lauk, dia letakkan di piringnya.
"Iya dong, Pa." Alif tersenyum manis menatap papanya. Sedangkan Ryan sibuk mengunyah makanannya.
Selesai sarapan Yusuf menemui Hana di kamarnya. Mencium kening putri kecilnya dengan lembut. Lalu melangkah keluar perlahan supaya tidak membangunkannya. Yusuf segera ke depan karena Alif dan Ryan menunggunya di teras, lalu mengantar keduanya ke sekolah.
DI TOKO ROTI
Anisa masuk ke toko rotinya dan langsung menuju dapur. Di dalam Nayla sudah membuat satu jenis roti. Anisa meletakkan tasnya dan memakai celemek, mendekati Nayla yang mengangkat satu-persatu roti dari loyang ke wadah lain, supaya lebih cepat dingin.
"Nay, kamu lagi bikin apa nih?"
"Aku coba bikin roti varian baru, semoga aja ga di contek lagi. Biar hangat dulu nanti kita cobain. Oh ya... aku juga udah beli roti dari toko sebelah, aku penasaran seperti apa istimewanya roti mereka," ungkap Nayla sambil tersenyum dan meletakkan rotinya di atas meja.
"Wah, makasih ya Nay. Tadi kamu kesana sendiri? Kalau ketahuan sama orang toko sebelah gimana?" ujar Anisa mengerutkan dahinya.
"Ya nggak lah, tenang aja!!! aku nyuruh teman kosku. Aku kasih dia sebagian rotinya. Dan harganya emang lebih rendah dari kita sih, makanya rame." Nayla mengendikkan bahunya.
"Kamu habis berapa belanja roti-roti ini? Aku ganti uangnya sekarang ya?" ucap Anisa mengambil struk pembelian, ia kemudian mentransfer sejumlah uang ke rekening Nayla.
"Seharusnya ga perlu di ganti Nis, ga seberapa sih harganya."
Anisa menatap Nayla dan menghela napas panjang sambil menggelengkan kepalanya. Setelah mencoba berbagai varian roti dan mengamati semuanya, Anisa pergi keluar tokonya. Dan menatap tokonya sendiri, lalu toko sebelahnya secara bergantian.
"ANISA!!!!"
Anisa mencari sumber suara yang memanggil namanya. Mengedarkan pandangan ke sekelilingnya, dan dia melihat sosok yang pernah menjadi orang paling istimewa dalam hidupnya. Keduanya berjalan mendekat dan berhadapan.
"Lagi apa disini? Mau cuci mata atau belanja nih?" sapa Anisa.
"Itu salah satunya. Rahma ingin bertemu kedua orang tuanya, setelah mengantarkannya pulang ke Malang, aku kesini untuk bertemu teman lamaku sekaligus cuci mata. Eh, ketemu sama kakak cantik, jadi lebih happy nih hatiku." Yunus tersenyum manis di hadapan Anisa.
"Ck... ngomong apa sih kamu. Oh ya, maafkan aku waktu itu ga bisa jenguk Rahma di rumah sakit. Kamu yang sabar ya, semoga Rahma bisa hamil lagi."
"Iya gapapa, kak Yusuf sama Ryan udah cukup mewakili kehadiranmu. Kamu kesini sama siapa? Hana kamu ajak ga?"
"Nggak, soalnya aku pagi-pagi sampai sini. Dia masih tidur pules banget."
"Kamu kenapa celingukan disini? Apa yang kamu cari?" tanya Yunus.
"Aku lagi lihat-lihat toko roti yang itu." Anisa menatap tokonya.
"Kenapa? Dia pemain lama kayanya. Jadi dia udah punya nama sebelum disini. Saranku, kamu fokus aja dengan tokomu, perbanyak inovasi dan iklan. Jangan lupa kasih promo-promo menarik setiap bulan untuk menarik pelanggan lama atau baru."
"Iya, tadi mas Yusuf juga udah bilang sama kaya gitu. Tapi kan aku juga kepo, hehe."
"Lah... kamu kan bisa belajar dari kak Yusuf, kalau sama dia jangan main terus, sekali-kali ngobrol lah soal bisnis." Yunus terkekeh.
"Apa? Main? Ahh... nggak ya, dia dulu yang minta main terus." Anisa mengerucutkan bibirnya.
"Alhamdulillah, kamu bahagia menikah sama kakak."
"Eh, emm... ya harus bahagia dong, hehe." Anisa gugup, merasa tidak enak dengan ucapannya.
"Iya, aku ngerti kog. Lagian aku juga ikut bahagia kalau melihatmu bahagia," ucap Yunus tersenyum kecut.
"Emm, kamu tadi bilang kalau toko ini sudah lama, jadi kamu tau pemiliknya?" tanya Anisa antusias.
"Ternyata kamu masih kepo sama toko ini ya. Kalau pemiliknya aku ga tau, tapi yang pasti aku udah lama tau nama toko ini. Kenapa kamu ingin tau pemiliknya segala? Apa mau melabrak si owner? Ih... jangan gitu, persaingan bisnis itu biasa kakak sayang."
"Nggak juga sih, Kamu jangan suka ngomong gitu dong, kalau ada yang denger dan kenal sama kita aku jadi khawatir."
"Ngomong apa?" Yunus menggaruk kepalanya.
"Ya kaya gitu, pakai bilang sayang-sayang gitu. Jangan ya, aku takut kalau mas Yusuf mendengarnya jadi salah paham sama kita. Padahal kita sama sekali ga ada hubungan apapun."
"Apanya yang salah, disini ga ada siapapun. Lagian aku juga sayang sama kamu dari dulu, sekarang dan nanti." Yunus melirik Anisa.
Mendengar jawaban itu seketika membuat Anisa membeku, ia bahkan tidak bisa menjawab pernyataan yang diucapkan Yunus.
Keduanya saling tatap beberapa saat, tanpa mereka sadari Nayla sudah berdiri di antara keduanya. Nayla menarik tangan Anisa dan membawanya masuk ke toko.
"Maafkan aku Nisa, aku lihat kalian berduaan dan saat aku mengintip ke lantai bawah, pak Yusuf berjalan menuju kesini. Aku takut dia melihat kalian berdua."
"Iya gapapa Nay, makasih ya."
Yunus melihat Anisa beberapa saat dari balik kaca dan pergi dari tempatnya berdiri. Setelah melihat Yunus pergi Anisa menghela napas panjang dan menatapnya dengan perasaan bersalah. Seandainya dia mau mendengar penjelasan Yunus satu kali saja di masa lalu, pasti hidupnya tidak bimbang seperti sekarang.
"Aku ngerti yang kamu rasakan, tapi alangkah baiknya kamu belajar melepaskan perasaanmu untuknya." Nayla memegang lengan Anisa.
"Aku tau Nay, tapi tidak semudah itu," ujar Anisa lirih.
Yusuf sampai di depan toko, Nayla tersenyum dan meninggalkan Anisa ke dapur. Sementara Anisa masih berdiri mematung di tempatnya. "Sayang...." Yusuf menggenggam tangan Anisa yang sedikit tersentak kaget.
"Kenapa masih melamun, apa sebaiknya kita liburan aja, biar pikiran kamu fresh dan siapa tau dapat ide waktu berlibur."
"Ga perlu Mas, kasihan anak-anak kalau di tinggalin di rumah sendirian."
"Kenapa kasihan, mereka kan udah ada yang ngurus. Kita perginya cuma sebentar aja kog, udah lama kita ga liburan, itung-itung bulan madu kedua."
"Emang mau kemana liburannya?" Anisa menatap Yusuf.
"Terserah kamu mau kemana."
"Aku ga pengen kemana-mana," jawab Anisa.
Anisa melangkahkan kakinya dan masuk ke ruangannya diikuti Yusuf. Keduanya duduk di sofa dan saling berhadapan. Yusuf membelai rambut indah Anisa.
"Kamu kenapa seperti banyak pikiran?"
"Aku merasa toko sebelah menjual roti yang sama dengan tokoku, dan mereka menjual lebih murah. Bulan kemarin udah coba produk baru dan mereka ikutan dengan kasih harga lebih rendah di banding punyaku, aku penasaran sama pemiliknya. Kenapa dia selalu ikut-ikutan, tidak mau berinovasi sendiri."
"Cuma masalah itu, aku akan perintahkan Kevin mencari tau siapa yang punya toko itu dan kasih peringatan padanya," jawab Yusuf sambil membelai lembut kepala istrinya.
Yusuf mengeluarkan hpnya dan menelfon Kevin. "Vin, kamu cari tau pemilik toko roti Oishii, dia selalu meniru produk roti Anisa. Aku ingin menemuinya sendiri."
Kevin mencari tau pemilik roti itu lewat tim marketing Mall. Yang kebetulan adalah teman sekolah Kevin. Lalu Kevin diberitahu nomer administrasi toko roti tersebut.
Kevin langsung menghubungi nomer administrasi toko oishii.
"Selamat pagi."
"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu?" ucap admin toko oishii.
"Saya ingin kerjasama dengan toko roti Oishii, apakah saya bisa bertemu dengan pemilik toko ini?"
"Kalau mau kerjasama bisa hubungi dulu pak Dimas."
"Baiklah, tapi kalau boleh tau siapa nama pemilik toko ini?"
"Namanya Bu Kania. Tapi beliau tidak ada di kota ini, Pak."
"Begini saja, kirimkan ke nomer ini dan saya sendiri yang akan menghubungi pak Dimas."
"Baiklah, akan saya kirimkan sekarang, Pak."
"Oke."
"Bu Kania? Wah, kira-kira ini Kania mantan pak Yusuf atau orang lain ya. Kalau iya bisa gawat, tanda-tanda perang dunia nih." Kevin membatin.