Bab 13

Hampir jam enam pagi Shakiel tiba kembali di kamar hotelnya. Ia baru saja selesai nge-gym di salah satu lantai hotel.

Dan setelah badannya tak lagi berkeringat ia pun mandi. Tak lama kemudian sarapan sudah di antarkan.

Shakiel menikmati sarapan yang memang di fasilitasi oleh hotel tersebut.

Devi menghubungi nomornya untuk mengajak ia berangkat bersama. Berhubung mereka akan bertugas dirumah sakit yang sama, tak ada alasan bagi Shakiel untuk menolaknya.

[Sebentar lagi aku keluar, kamu tunggu saja di lobby ya Dev]

Shakiel mengirim pesan itu pada Devi. Tentu Devi sama sekali tak keberatan karena ia sendiri sudah bosan berada di kamar hotelnya.

💕💕💕💕💕💕💕

Shakiel dan Devi sudah tiba di rumah sakit. Keduanya sama-sama memakai ransel untuk menyimpan jas putih mereka. Mungkin, siapa pun bisa membelinya. Akan tetapi profesi yang akan mereka jalani harus melewati berbagai rintangan yang tentu tak mudah.

"Bismillahirahmanirrahim!", Shakiel berdoa sebelum kakinya melangkah ke gerbang rumah sakit yang sangat besar tersebut. Begitu pula dengan Devi yang non muslim ,ia berdoa dengan caranya sendiri tentunya.

"Semangat !!", Shakiel dan Devi bertos ria. Tentu tidak hanya mereka berdua yang koas di sana. Ada beberapa mahasiswa jurusan kedokteran dari kampus lain pun sedang bertugas di rumah sakit itu.

Shakiel dan rekan-rekan koas lainnya langsung menemui direktur rumah sakit untuk menyerahkan surat resmi dari kampus meski sebelumnya rumah sakit tentu mengetahuinya.

Shakiel dan Devi di pisahkan oleh tugas. Begitu pun dengan rekan yang lain. Rumah sakit itu sangat besar bukan, wajar jika penempatan mereka tersebar.

Shakiel memasang masker do wajahnya. Meski begitu, siapa pun bisa menebak sosok tampan di balik masker itu.

Shakiel menemui dokter Anita sesuai instruksi petugas yang membagi wilayah tugas mereka.

Tok...tok....

Shakiel mengetuk pintu ruangan yang bertuliskan nama dokter Anita. Setelah di persilahkan masuk, Shakiel pun memasuki ruangan tersebut.

Dokter Anita mempelajari tentang latar belakang Shakiel yang di rekomendasikan oleh prof. Gilang.

"Bisa di buka maskernya, saya ingin mengenal anda !", kata Dokter Anita, perempuan yang seumuran dengan sang bunda.

Tanpa penolakan, Shakiel pun membuka masker yang sejak tadi menutupi wajahnya.

"Jadi, saya harus memanggil anda siapa? ", tanya dokter Anita.

"Shaki saja dok!", jawab Shakiel. Dokter Anita merasa familiar dengan wajah Shakiel. Tapi itu bukan hal yang harus dipikirkan secara penting.

Meski terkesan mahasiswa titipan, tentu prof Gilang tak mungkin sembarangan mengirim mahasiswa pilihannya untuk di tugaskan dirumah sakit ini.

"Mari ikut saya!", ajak Dokter Anita. Shakiel kembali memakai maskernya dan mengikuti langkah dokter Anita yang menuju ke sebuah ruangnya khusus.

Shakiel sempat heran, ruangan itu sangat sepi meski ada beberapa penghuni di ruangan lainnya.

Entah kenapa jantung Shakiel berdegub hebat. Mungkin kah karena ini pengalaman pertamanya dalam dunia kedokteran ???

Dua perawat yang bertugas diwilayah itu menyapa dokter Anita dan Shakiel yang mengekor di belakangnya.

Dokter Anita membuka sebuah ruangan yang hanya dihuni oleh seorang pasien. Degub jantung Shakiel kian cepat.

Hingga matanya menatap wajah seorang perempuan yang terbaring di atas tempat tidur.

"Namanya nyonya Citra. Beliau....", dokter Anita menjelaskan rekam medis Citra sejak awal kehamilan hingga akhirnya Citra di nyatakan koma juga sampai terjadi seperti saat ini.

"Saya punya harapan besar kepada anda 'dokter Shaki' ! Tentu prof. Gilang tidak akan sembarangan membawa anda sampai di sini!", kata dokter Anita.

Shakiel hanya mengangguk kecil.

"Silahkan anda pelajari dulu, jika butuh apa-apa langsung hubungi saya!", kata dokter Anita. Shakiel hanya kembali mengangguk menerima lembaran berkas milik Citra.

Dan setelah menyerahkan berkas Citra, dokter Anita pun meninggalkan ruangan Citra.

Shakiel melangkahkan kakinya perlahan mendekati seorang perempuan yang sudah beberapa tahun ingin ia temui tapi karena kebenciannya pada sang papa, ia memilih untuk memendam kerinduan itu sendiri.

"Mama....!", suara Shakiel terdengar sengau karena tertutup masker di depan mulutnya. Tangannya terulur meraih tangan Citra dan mengecupnya.

Buliran hangat menetes cepat di balik kacamata yang Shakiel pakai.

"El minta maaf, El pikir setelah El pergi ...mama akan selalu bahagia dengan laki-laki yang sangat mencintai mama."

Suara Shakiel semakin serak.

Shakiel menunduk dan mengecup puncak kepala Citra dengan lembut.

"Bangun ya Ma! Mama pasti mau lihat Shaka dan Risya sekarang besar kan? Walaupun El ngga bersama mereka, El selalu mengikuti tumbuh kembang mereka meski dari jarak jauh!", kata El mengusap pelipis Citra.

"Mama juga harus lihat, sekarang El udah mau jadi dokter! Cita-cita yang pernah El tolak ketika mama memintanya. Cuma gara-gara El takut jarum suntik, mama minta El jadi dokter aja. Inget kan, Ma???", El masih terus mengajak Citra berbicara.

Tak ada gerakan apa pun dari tubuh Citra. Desahan nafas El terdengar begitu keras. Ada rasa sesak di dalam dadanya.

"Mama...udah ya tidur panjangnya! Mama capek kan kaya gini terus??", tanya El. Tapi tentu saja tak ada respon apa pun dari Citra.

Akhirnya Shakiel kembali mempelajari berkas Citra. Otaknya bekerja lebih cepat. Ia berusaha mengindentifikasi beberapa alasan kenapa organ tubuh Citra terlihat baik-baik saja namun kesadaran Citra belum sepenuhnya pulih.

"Sepertinya bukan hanya dengan obat! Tapi harus sering menstimulasi anggota tubuhnya untuk di gerakan!", monolog Shakiel.

(Halu bangeeettt dahhh...!🙈)

Shakiel memilih keluar dari ruangan Citra. Ia akan sering berkunjung ke ruangan ini. Tentu jika tidak ada suami Citra alias papa kandung El sendiri.

Saat ia akan menarik handel pintu, dari luar pun pintu terdorong.

Sosok laki-laki gagah di usianya yang hampir lima puluh tahun itu berdiri berhadapan dengan Shakiel.

Kacamata dan masker sudah menutupi wajah Shakiel. Namun sorot mata kebencian masih terpancar jelas di sana saat mata itu bersitatap dengan mata Ziyad.

"Permisi?!", suara Shakiel yang sudah dewasa tentu berbeda dengan suara yang saat itu terakhir Ziyad dengar.

"Tunggu!", Ziyad mencegah Shakiel untuk pergi. Mau tak mau Shakiel menghentikan langkahnya.

"Anda siapa? Kenapa masuk ke ruangan istri saya? Tidak ada yang bisa sembarangan memasuki ruangan ini tanpa ijin ..."

"Dokter Anita yang membawa saya kemari! Permisi", kata Shakiel yang sedang berusaha hebat untuk tidak emosi di hadapan bapak kandungnya sendiri.

"Tidak sopan sekali dokter muda itu! Bukannya memperkenalkan diri ,malah sok sekali sikapnya!", monolog Ziyad. Dan setelah itu ia masuk ke dalam ruangan Citra.

💕💕💕💕💕💕💕

Ngga jadi semalam up nya 🤭🤭🤭🤭

Makasih banyak2 🙏🙏🙏😂

Terpopuler

Comments

hidagede1

hidagede1

sedih pas baca part nya shaki dan mama citra, eee jd esmosi pas papa ziyad ketemu sama shaki 🙄

2024-04-28

1

🌷💚SITI.R💚🌷

🌷💚SITI.R💚🌷

el msh bertahan sm ego jg emosiy. pokoky sy menunggu penyesalan si el..dan menguntungkan gmn endingnya..

2024-04-27

1

🌺zahro🌺

🌺zahro🌺

ya allah aku mewek bacanya,sedihhhhhh kasihanñ citra

2024-04-27

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!