Semakin hari hubunganku dengannya semakin rumit. Tidak ada celah bagiku untuk memasuki kehidupannya dan menelusuri rahasia dunia yang kutempati. Aku yakin dan percaya, bahwa aku dan Cleo itu sama. Aku mengalami hal sama dengan yang dialami oleh Cleo. Namun, aku masih ragu dengan Ken. Bisa jadi ia hanya tidak sengaja melihat ke arahku, sehingga aku menyimpulkan bahwa ia menyadari kejadian itu..
Menurut beberapa teman yang kutanyai satu per satu, Ken merupakan anak yang pendiam. Cukup memiliki banyak teman, namun hanya dari kalangan lelaki saja. Beberapa kali mereka melihat ia sedang berbincang dengan Cleo, walaupun hanya sebentar. Selain itu, ia juga kapten futsal SMA dan sedang berjuang menuju final turnamen futsal SMA se-kota.
Di hadapanku ada Vena yang sedang memakan semangkuk bakso. Matanya terlihat bulat di balik kacamata bergagang hitam. Ia jarang terlihat dengan rambut tergerai, selalu diikat rapi seperti ekor kuda. Rona merah di bawah matanya mengingatkanku dengan gaya rias yang selalu Rina pakai. Cocok dengan kulitnya yang putih bersih.
Tanganku memberikan sebuah tissue kepadanya. Bulir keringat berkat dua sendok penuh cabe hijau terlihat sedikit menganggunya.
"Kalau enggak tahan pedas, jangan dihajar cabenya," ucapku
Ia wanita satu-satunya yang pernah mengajak makan bersama, walaupun hanya di kantin sekolah. Jujur, selama ini aku belum pernah menerima ajakan seperti itu dari wanita.
"Ini bukan apa-apa." Ia mengusap keringatnya. "Jadi, gimana dengan Cleo?"
"Hmm ... ya ... seperti biasa ... dia sangat sulit untuk didekati."
"Mau gimana lagi, kayanya kita memang harus menjauh dari dia."
Kalimatnya membuatku berhenti untuk mengunyah.
"Enggak bisa begitu. Dia butuh orang seperti kita berdua," balasku.
Vena menggeleng. "Bagaimana kalau kita benar-benar jadi penganggu bagi dia? Sama aja kan kita sama yang lain? Kadang, ada tipe orang yang senang untuk sendiri. Selain dari menjadikan Cleo teman, pasti lo mengincar yang lain, kan?"
"Maksud lo?" tanyaku balik.
"Setiap orang pasti punya alasan untuk berteman. Lo suka sama dia?" Tatap Vena lurus padaku.
Pipiku seketika memanas oleh kalimatnya. Tanganku mengambil sesendok cabe hijau lagi. "Mau gue tambah cabe ke mangkuk lo?!"
"Hahaha ... santai, dong. sensitif banget." Ia tertawa lepas.
"Kalau semua orang punya alasan buat berteman. Berarti lo punya alasan sendiri berteman sama gue?"
"Lo dulu ... apa alasan lo mau berteman sama gue?"
"Kan, gue yang nanya duluan." Aku berhenti sesaat untuk menyendok bakso terakhirku. "Oke, deh ... lo itu beda dengan yang lain."
"Beda kenapa?" tanya Vena.
"Selain lo salah satu orang yang peduli dengan Cleo, lo itu orangnya sederhana. Gue suka sama kesederhanaan. Gue tahu lo anak orang kaya, tapi gaya lo enggak kaya Meli dan teman-temannya."
"Oh begitu ..."
"Sekarang giliran lo," ucapku.
Ia mengelap bibirnya dengan tissue untuk memulai kalimat. "Kita udah dekat sejak lama. Itu aja ..."
"Itu bukan alasan!" protesku.
"Karena lo berubah ... lo itu dulu bandel, suka cabut, ngerokok di WC, berandalan sekolah. Lo berubah beberapa bulan ini."
Benarkah dulu─sebelum aku berada di dunia ini─aku seberandal itu? seingatku, aku memang berteman dengan teman-teman berandalan, namun aku tidak pernah ikut-ikutan menjadi anak berandalan. Selain aku tahu jalan yang akan aku tuju, aku juga memikirkan keluarga yang selalu memaksaku untuk menjadi anak baik, seperti yang sangat mereka harapkan.
"Menjadi anak baik itu lebih menyenangkan," balasku dengan tersenyum.
Ia berdiri setelah menghabiskan minumannya. Tatapannya mengarah padaku. "Pergi nonton, yuk?"
Pikiranku berusaha untuk mencerna kalimat pertanyaan yang ia ajukan. Untuk pertama kalinya dan tidak berharap untuk yang terakhir kalinya aku mendengar kalimat seperti itu. Aku diam sejenak untuk memikirkan apa yang akan aku jawab. Mulutku sangat sulit untuk digerakkan, terlalu kaku berkat dibungkam olehnya.
"APA─" Aku terbatuk sejenak.
"Nonton ... ya pergi nonton. Udah lama gue enggak pernah pergi nonton."
"Gue enggak salah dengar?" tanyaku untuk memastikannya. "Lo mau nonton sama gue?"
"Apa salahnya? Lo mau pergi nonton sama gue." Ia pergi berjalan duluan. "Gue bisa bawa Beni, atau Ken sekalian kalau bisa."
"Tunggu, gue bukan menjawab enggak mau," balasku dengan cepat.
"Jemput gue jam 8 malam, esok hari. Jangan terlambat."
Senyumku mekar selebar mungkin. Dunia ini ternyata menyimpan hal manis yang baru saja aku dapatkan. Semua kesedihan yang dititipkan melalui dunia aneh ini, aku masih bisa merasakan hal yang tidak pernah dirasakan di dunia sebelumnya.
Akhirnya gue jalan sama cewek!!!
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Della Wahyu
gua aja gk pernah diajak nonton😞 iri bgt gua sama ceritanya thor
2020-03-05
2
Lia Vauzan
akhirnya gue jalan sama cewek!!!!!
Lo tau ga thor selama hidup gue ga pernah ngomong kek gitu,🤣🤣 gue iri bgt sama lo
2019-12-15
2
Drows Gniylf
cieee diajak nonton.. kok malah gw yang senyum senyum sendiri ya??
2019-12-03
3