Tidak ada pilihan selain pergi ke menuju SMA Handayani. Setahuku, aku akan bersekolah di sana setelah acara berkemah yang kuikuti. Namun, di dunia antah berantah ini aku sudah mendapatkan pakaian seragam, tugas-tugas yang tertulis di buku, bahkan group chat di media sosial, yang menyimpulkan bahwa aku sudah bersekolah lama di sana.
Seseorang merangkulku dari samping. Senyumnya mekar ketika mengucapkan penggalan namaku. Aku tidak kenal dengan pria yang sama tingginya denganku itu. Aku pun tidak tahu membalas dengan apa. Tidak mungkin menebak nama seseorang.
"Hei, lo." Aku sedikit tersenyum.
"Chat gue kok enggak dibalas. Padahal gue mau ngajak futsal," ucapnya.
Tanganku segera membuka handphone. Ini merupakan kesempatan emas untuk mengetahui namanya. Kulihat lima pesan yang ia tulis pada jam delapan malam. Padahal aku yakin pada saat itu aku sedang berada di dalam bus dan duduk di samping wanita bermasker.
Namanya Beni.
"Oh, iya. Gue ketiduran. He ... he ...." Beberapa detik aku terdiam untuk memikirkan kalimat selanjutnya. "Bagaimana futsalnya?"
Kumis tipisnya bergerak ketika ia memajukan bibirnya. "Kelas kita menang lawan kelas sebelah. Ternyata kita bisa menang kalau tanpa lo."
Kalimatnya seperti pernah kudengar. Oh iya, teman-temanku dahulu sering berkata itu ketika aku tidak hadir dalam pertandingan futsal. Aku selalu menjadi andalan karena prestasiku di bidang sepak bola dan futsal.
Aku meneruskan langkahku, padahal aku tidak tahu pergi ke mana. Langkahku menuntun ke tujuan yang tidak kuketahui.
"Woi, lo ke mana?" tanya Beni.
Aku sedikit bingung. "Ke kelas," balasku.
"Kelas kita kan ini." Jemarinya menunjuk ke samping kanan yang merupakan sebuah kelas.
"Oh, iya. Gue lupa." Aku menepuk jidat.
Kelas sedikit ribut dan terdapat beberapa perkumpulan. Panik tercipta dengan sebuah pena yang terselip di jemari. Gerak cepat jemari meliak-liuk di buku tulis sembari mengelap keringat di desak-desakan para murid. Beberapa dari mereka berkeluh kesah karena terjadi aksi dorong mendorong ketika melihat sebuah buku tulis yang menjadi perhatian. Aku tidak heran. Aku juga pernah melakukan itu ketika PR tidak mampu dikerjakan di rumah. Mencontek punya teman menjadi pilihan salah yang terbaik.
"Tenang, lo lihat punya gue," ucapnya sembari menepuk dada untuk membanggakan diri. "Lo beruntung punya teman yang lima besar."
Buku tulis yang ia berikan langsung kubuka untuk melihat apa yang sudah ia kerjakan. Dua lembar resume salah satu bab di buku referensi menjadi hal yang membuat ribut satu kelas. Padahal ini merupakan hal yang mudah meskipun aku bukanlah murid yang pintar. Hanya malas menjadi kendala.
Tulisan Beni cukup cantik. Tidak seperti tulisan pria pada umumnya. Lebih tepat tulisannya seperti tulisan murid perempuan. Aku dengan mudah melihatnya dan sedikit merubah kata-kata agar tidak terlihat sama.
"Maaf, Ini tempat duduk gue." Tiba-tiba datang wanita yang sedang menyandang tas. Napasnya tidak beraturan. Dahinya tercucur segaris keringat yang jatuh.
"Oh, maaf. Kebetulan gue lagi kerjain PR di sini," balasku.
Aku ingin pindah, namun aku tidak tahu tempat dudukku berada.
Ia memandangku lama. Matanya berbinar tak bercelah ketika bayang-bayangku jatuh di sana. bibirnya sedikit bergerak seperti ingin mengatakan sesuatu. Jika dipandang lama, wanita berseragam kusam ini cukup cantik. Namun, rambutnya sedikit berantakan.
"Ada apa?" tanyaku.
Seketika seluruh kelas menatap kepadanya. Kepanikan yang tadi tercipta kini berganti dengan sunyi yang kurasakan. Wanita itu menarik tangannya dari tasku. Napasnya menarik panjang udara. Wajahnya berubah seperti orang ketakutan. Ia mengepal tangan ketika kulihat gelengan kepalanya. Tidak lama kemudian, ia berlari sembari menyentuh mata. Ia berbelok ke pintu dan kulihat wajahnya yang penuh tangis.
Dia kenapa menangis?
Kenapa seluruh kelas menatapnya?
"Woi, lo bicara sama Cleo?" tanya Beni.
"Apa salahnya? Dia kan teman kelas kita juga," balasku dengan bingung.
"Lo bicara sama orang yang paling dihindari di kelas."
Aku terdiam karena tersadar bahwa wanita itu dihindari oleh teman-teman sekelasnya. Ia tidak dianggap sebagai teman, tidak lebih dari benalu yang tumbuh di tengah-tengah bunga yang bermekaran. Setidaknya itulah yang kulihat dari tatapan sinis mereka kepada wanita bernama lengkap Cleofatra Valery itu. Aku sempat melihat namanya tertera di dada.
Ia tidak lagi kulihat. Entah pergi ke mana wanita itu setelah memindahkan tasku ke belakang dan berlari dengan tangisnya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Yanah Suryanah
sepertinya sedang dialam bawah sadarnya alias koma . betul gak Thor tebakannku ?
2023-01-21
0
Yanah Suryanah
bingung Thor 🤩😅😅
2023-01-21
0
ayyona
pindah dimensi nih
2021-04-02
0