Gila!!!!
Pikiranku masih berputar di kejadian mengejutkan kemarin. Seorang murid menjadi perhatian karena berusaha bunuh diri. Aku tidak tahu kejadian pastinya, tapi setelah aku mengiring pria itu ke bawah, ia bercerita bahwa ia mendapat perlakuan diskirminatif dari teman temannya.
Aku masih tidak habis pikir kalau ia melakukan itu. Namun aku sadar jika semua ada batasannya. Kadang aku berpikir bahwa aku bisa melakukan hal bodoh. Setelah itu aku menyadari bahwa inilah yang dirasakan oleh pria yang kutolong.
Lapangan kantor Wali Kota penuh dengan peserta kemah tahun ini. Cita rasa nusantara sangat kental terasa karena seluruh peserta memakai baju batik sekolahnya. Aku dibuat bertepuk tangan ketika peserta lain turut melakukannya setelah Wali Kota memberikan selamat untuk terselenggarakannya kegiatan ini.
Hatiku masih panas karena perdebatan yang terjadi di rumah. Pandanganku tidak sesemangat tadi malam, masih terbayang dengan peliknya hidup yang kualami. Betapa terkekangnya aku di rumah dengan segala tuntutan yang ada. Aku tidak diberi keleluasaan untuk mengatur hidup dan memanfaatkan potensi dalam diriku. Padahal, aku yakin masa depanku akan cerah dengan segala prestasi yang pernah kuraih.
Guru pembimbing mengiring kami ke bus yang akan digunakan. Persis seperti pernyataan kepala sekolah baruku, kami akan satu bus sewaktu perjalanan ke lokasi perkemahaan. Beberapa dari temanku juga sudah menjalin komunikasi dengan mereka sebelum berangkat. Sementara itu, aku tetap menyendiri tidak ingin disapa oleh siapa pun.
Wangi bus pariwisata dengan fasilitas terbaik disediakan demi kenyamanan para peserta. Dinas Pendidikan setempat sangat berbaik hati menggunakan dana untuk kemewahaan ini. Tidak kudapati bau bus yang tidak mengenakkan seperti biasanya. Udara yang panas beralih dengan suhu dingin dari pendingin udara di dalam bus. Kulihat peserta lain yang tersenyam-senyum ketika merasakan empuknya busa bangku yang mereka duduki. Mata mereka berseri-seri ketika terarah ke TV LCD yang menayangkan video klip musik yang sedang booming akhir-akhir ini.
Aku belum mendapatkan tempat duduk. Teman-teman dari sekolahku sudah duduk dengan nyaman karena mereka yang paling cepat masuk ke dalam bus. Bagian belakang sudah pasti kosong karena tidak ada satu pun peserta yang ingin duduk di sana, begitu pula aku. Langkahku terus bergerak dan menyorot setiap bangku dengan berharap ada yang kosong. Harapanku terpenuhi ketika mendapati dua bangku yang kosong, bahkan masih di bagian depan bus.
Musik bus yang membosankan membuatku untuk memilih seleraku sendiri. Aku menghidupkan MP3 pada handphone untuk didengarkan dan menyandar sembari merenungi masalah keluargaku.
Aku enggak butuh keluarga seperti kalian!!!
Mataku kembali terbuka ketika mengingat sepenggal kalimat yang kuteriakkan pada kedua orangtuaku. Rasa bersalah perlahan muncul, namun diriku menolak untuk mengakuinya. Aku paham jika tidak sepantasnya kalimat itu diucapkan. Aku terpaksa karena kegelisahan hati yang kurasakan.
Bangku sedikit bergoyang karena seseorang memilih duduk di sampingku. Wangi tubuhnya menyeruak ketika ia bergeser untuk mendekat. Napasnya sedikit cepat, mungkin saja ia terburu-buru ketika ingin masuk ke dalam bus. Ia tidak menyapa ketika duduk. Aku hanya melihat gerak jemari yang mengikat rambut selengannya itu. Kami sempat menatap sesaat, namun aku tidak bisa mengenali wajahnya yang tertutupi oleh masker.
Tidak seperti yang kuharapkan, aku mendapatkan seorang wanita untuk dijadikan teman mengobrol selama perjalanan. Kembali kusandarkan tubuhku ke bangku untuk menikmati musik MP3 yang baru saja terganti ketika bus baru saja bergerak.
"Perisi, boleh gue minjam handphone lo?" tanya wanita itu.
Seketika aku kaget karena tiba-tiba wanita bermasker itu memulai pembicaraan.
"Untuk apa?" tanyaku balik.
"Gue mau hubungin nomor gue. Mungkin handphone gue ketinggalan." Ia membuka telapak tangan kirinya.
"Oh ini ...," kataku sembari menyerahkan handphone.
Jemarinya berkali-kali menekan layar handphone untuk mengubungi nomor miliknya. Tidak satu pun panggilan yang berhasil diangkat. Di percobaan berikutnya, kepalanya dibuat tegak karena seseorang mengangkat panggilan itu.
"Halo, Mama. Ini Ai, pakai nomornya teman. Handphone Ai ketinggalan, jadi letak di lemari aja ya," ucapnya.
Ucapan terima kasihnya berhasil membuatku melihat wajahnya yang berautkan senyum. Aku tidak bisa melihat bibirnya yang melebar, namun aku bisa menatap matanya yang memicing senang. Setelah itu, tidak ada lagi percakapan di antara kami. Ia tetap menatap ke depan sembari melipat tangan. Sementara itu, aku larut dengan musik yang kudengar.
Dua jam perjalanan sudah kami meninggalkan kota. Jalan lintas mulai menembus hutan belantara dengan tebing tinggi di sisi kanan dan jurang di sisi kirinya. Bus tidak sanggup melaju seperti biasanya karena jalanan mulai menanjak. Kendaraan lainnya mulai berjejer di belakang untuk menunggu bus berhasil menanjak.
Sungguh indah pemadangan yang mencekam ini. Mata kami dimanjakan dengan hamparan hutan di bawah sana dan perbedaan struktur bebatuan yang mencolok dari tebing di sebelah kanan. Masing-masing dari kami mendekatkan wajah ke jendela untuk bisa melihat dengan jelas sembari berdecak kagum akan keindahan.
Senyumku melebar untuk sesaat. Sudah lama aku tidak melihat pemandangan ini semenjak berlibur bersama keluarga bertahun-tahun yang lalu. Kakakku yang paling antusias dengan pemandangan yang seperti ini. Ia memperkenalkanku dengan hutan hujan yang sedang kami lihat, menjelaskanku dengan gumpalan awan putih yang terang, serta kenapa daerah pegunungan memiliki udara yang dingin. Sayangnya, hal itu sudah hilang. Aku juga tidak berharap untuk mengulanginya kembali.
"Seram banget di bawah sana." Kepala wanita itu mendekat untuk melihat pemandangan.
Aku sedikit menjauhkan kepalaku.
"Bagi gue indah," balasku dengan singkat.
Decak kagum yang kudengar sedari tadi terdiam begitu saat. Kepala kami dibuat tegak dengan apa yang sedang kami hadapi. Setiap pasang mata melotot ketika menatapnya. Aku bisa merasakan waktu terasa lambat, walaupun sebenarnya tidak lebih dari tiga detik. Teriakan penumpang bus bergemuruh dengan diiringi tangis yang berderai seketika.
Sebuah truk tepat berada di depan bus kami ketika aku menoleh untuk melihat apa yang sedang mereka perhatikan. Wajah panik dari wanita bermasker itu kubalut dengan pelukan untuk melindunginya. Truk menabrak kami dengan brutal hingga bus terguling beberapa kali. Tubuhku berputar-putar sembari merengkuh peluk kepadanya. Yang kudengar hanyalah teriakan ketakukan akan ajal yang menjemput dan suara benturan yang begitu keras.
Pembatas jalan menahan laju bus yang terpental sehingga kami tidak sempat jatuh ke dalam jurang yang dalam. Gesekan kuat dengan aspal terdengar berhenti ketika kurasakan darah segar mengalir di wajahku. Tubuhku sudah terpental hingga ke bagian depan bus yang hancur. Aku ingin keluar, namun tidak leluasa bergerak karena terjepit dengan badan bus yang ringsek.
Dari jemariku yang menyentuh lembut rambutnya, kupastikan ia masih bernapas. Mataku tidak bisa melihat, pandangan yang kusorot seperti buta yang tiba-tiba. Benturan yang kuat melemahkan penglihatanku. Namun, aku masih bisa merasakan wanita itu bergerak dalam pelukanku.
Kembali aku berusaha untuk bergerak di dalam kepala bus yang begitu ringsek. Ketika kusentuh bagian pinggang, terasa jelas benda keras tengah menusuk hingga menembusnya. Sebuah besi dari ringseknya badan bus menusuk bagian kanan pinggang hingga menembusnya. Darah segar yang masih panas menetes perlahan.
Aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Semuaya kebas oleh rasa sakit yang satu-satunya kurasakan saat ini. Sepenggal kata kuucapkan ketika kurasakan ajal mulai menjemput.
"Ibu," ucapku.
Setelah itu, semuanya benar-benar gelap dan sunyi.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 236 Episodes
Comments
Mr. Andry
truc-kun membuat ulah lagi
2022-06-21
0
R. ecrivain
sad:(
2022-01-15
0
ayyona
ih...merinding
2021-04-02
0