Ch.11

Hari ini Nazila kembali lagi ke kantor. Pagi-pagi sekali ia telah menyelesaikan semua pekerjaannya di apartemen itu mulai dari membersihkan apartemen, mencuci, hingga memasak. Tak peduli Noran mau memakannya atau tidak, yang penting sarapan telah ia sediakan di atas meja.

"Semalam dia pulang atau tidak ya?" gumam Nazila karena semalam Noran pergi entah kemana dan ia tidak tau sudah pulang atau belum. Ia ingin mengetuk pintu kamar Noran, tapi ia merasa sungkan jadi ia pun berlalu begitu saja dari apartemen itu.

Setibanya di kantor, Nazila merasa semua orang menatapnya dengan tatapan aneh, seperti marah, jijik, benci, entahlah Nazila pun tak mengerti. Masa bodoh pikirnya, yang penting ia selalu mengerjakan segala pekerjaannya dengan baik dan benar.

"Ckk ... dasar perempuan nggak tau malu. Masih berani ngantor rupanya setelah membuat kekacauan di mana-mana."

"Kasian bos Noran dan Sarah. Padahal mereka udah lama pacaran dan saling cinta, pernikahan mereka terpaksa batal gara-gara perempuan nggak tau malu itu."

"Diam-diam menghanyutkan tuh! Yang ada pacar atau gebetan, hati-hati, entar kena tikungan tajam. Sarah secantik itu aja bisa dia tikung, apalagi kita-kita ini."

Nazila mendengar setiap caci maki orang-orang kantor padanya. Ingin membantah ataupun membela diri pun percuma sebab tak ada bukti yang bisa menyelamatkannya dari tuduhan orang-orang itu. Nazila hanya bisa menghela nafas panjang, berusaha untuk sabar dan anggap saja semua angin lalu. Badai pasti berlalu pikirnya, tapi mungkinkah?

30 menit telah berlalu. Semua jadwal kegiatan Noran telah siap di tangan. Tak lama kemudian Noran pun datang diikuti oleh Jay yang melempar senyum tipis padanya. Nazila hanya mengangguk sebagai respon. Kemudian ia pun masuk ke ruangan Noran untuk menyebutkan jadwal Noran. Tapi belum sempat ia membacakan jadwal yang tertera di tabletnya, kata-kata Noran telah lebih dahulu membuatnya cukup shock.

"Segera bereskan mejamu dan pergi dari perusahaan ini. Aku sudah muak selalu melihatmu berada di sekitarku."

"Maksud tuan? Saya dipecat?" tanya Nazila dengan mata membulat.

"Masih perlu kau tanyakan? Cepatlah keluar dan jangan pernah kembali lagi ke kantor ini!" tegas Noran membuat Nazila mengepalkan tangannya.

Hampir 3 tahun ia mengabdikan diri di perusahaan ini, lalu setelah semua perjuangan dan pengabdiannya, ia harus mengundurkan diri karena kesalahan yang tak pernah ia buat. Ingin rasanya ia berteriak, AKU JUGA KORBAN DI SINI! Tapi semua kata-kata itu hanya mampu ia telan sendiri. Ia malas berdebat yang pasti ujung-ujungnya hanya dikatakan playing victim.

Padahal ia memang korban.

'Oh Tuhan, tolong tunjukanlah kebenaran itu! Tolong buktikan kalau aku tidak bersalah, Tuhan.' runtuh Nazila dalam hati.

Dengan langkah gontai, Nazila keluar dari ruangan Noran. Ia menengadahkan wajahnya menatap langit-langit. Matanya sudah berkaca-kaca dan bila ia menunduk, air itu pasti akan segera tumpah. Ia sengaja mendongakkan kepalanya agar bulir-bulir bening itu tak jadi turun. Ia tak boleh menangis. Ia gadis yang kuat.

'Ah, gadis? Siapa yang gadis? Bukankah sekarang aku bukanlah seorang gadis lagi? Mengapa kehormatanku harus hilang dengan cara seperti ini, Tuhan! Apakah aku memang sehina itu sehingga tak pantas mendapatkan sedikit saja kebahagiaan?'

Nazila sedang membereskan barang-barangnya saat tiba-tiba ponselnya berdering.

"Ila ... " teriak seseorang di seberang telepon membuat Nazila yang tadinya hendak menahan air matanya justru tak sanggup menahannya lagi. Apalagi saat mendengar suara itu, suara seseorang yang begitu mengerti dirinya.

"Hai Bu dokter." sapa Nazila sambil menyeka air matanya.

"La, kamu nangis?" tanya gadis itu yang merupakan sahabat Nazila, Karin Cantika. Saudara kembar Kevin.

"Ada apa pagi-pagi nelpon, hm?" tanya Nazila mengabaikan pertanyaan Karin.

"Kamu dimana? Aku sedang nggak dinas hari ini, ketemuan yuk!" ajak Karin yang tanpa sadar Nazila pun mengangguk setuju.

"Kamu dimana?" tanyanya balik.

"Ck ... ditanya balik nanya." Karin berdecak kesal.

Nazila terkekeh, "Aku di Malikindo. Bentar lagi keluar, bisa jemput aku?"

"As you wish, sista! 10 menit! Okay!"

"Wait, jangan ngebut!" peringat Nazila saat mendengar kata 10 menit.

"Aku nggak jauh dari kantor kamu, Ila sayang karena itu paling 10 menit lagi aku udah sampai. Jadi buruan turun ya!" ujar Karin menjelaskan, tak ingin membuat sahabatnya itu khawatir.

"Oleh, okay!" sahut Nazila seraya tersenyum.

Noran yang sejak beberapa detik yang lalu berdiri di ambang pintu ruangannya terpaku melihat Nazila tersenyum dengan seseorang di seberang telepon.

"Apa itu rekannya dalam menjebakku?" Semenjak apa yang menimpa Noran hari itu, yang ada di pikirannya hanya prasangka buruk. Ia benar-benar menganggap Nazila lah yang menjebaknya. Karena tak adanya bukti membuat Nazila saja tersangka satu-satunya.

Setelah mejanya rapi, Nazila berdiri. Dipandanginya meja kerjanya dengan senyum getir. Mungkin ini terakhir kali ia bisa duduk, memegang, dan melihat meja itu.

"Selamat tinggal." lirihnya sambil menyeka bulir bening yang lagi-lagi mengalir.

Nazila segera memasuki lift menuju lobi kantor. Tak butuh waktu lama, setibanya Nazila di lobi, terdengar panggilan Karin membuatnya segera berlari dan memeluk sahabatnya itu.

"I Miss you so bad, sista." seru Nazila yang kembali terisak.

"Hei, you okay?" tanya Karin panik. "Ayo masuk, banyak yang mau aku tanyakan padamu! Aku harap kau menceritakan segalanya." tukas Karin yang diangguki oleh Nazila.

Ya, Karin telah mendengar sedikit cerita dari Kevin mengenai keadaan sahabatnya itu. Ia sungguh tak menyangka kalau sahabatnya itu telah menikah. Kevin memang telah sedikit mengetahui alasan di balik pernikahan itu tapi ia belum tau cerita versi Nazila. Ia yakin, Nazila bukanlah gadis seperti itu. Walaupun Nazila itu sahabat Karin, tapi sebagai saudara kembar uang selalu menjaga Karin, ia tau semua teman dekat Karin dan bagaimana sifat-sifat mereka termasuk Nazila. Mengenalnya bertahun-tahun, membuatnya yakin, Nazila bukanlah gadis yang bisa melakukan apapun demi tujuannya. Apalagi ia tahu, Nazila hidup hanya untuk membahagiakan ibunya. Tak ada yang lain. Karena itu ia pun menyayangi Nazila sama seperti ia menyayangi Karin. Karena itu pula, ia bahkan pernah melamar Nazila agar bisa membantu dan membahagiakannya, tapi Nazila menolak. Kevin pun tak bisa memaksa.

"Jadi beneran kamu udah nikah?" tanya Karin. Saat ini mereka sedang berada di ruangan privat sebuah cafe.

Nazila mengangguk lesu.

"Sebenarnya bagaimana itu bisa terjadi?"

"Aku juga nggak tau, Rin. Saat itu kami sedang melakukan gathering. Kami makan, minum, terus tiba-tiba aku sakit perut. Karena kamar mandi hanya ada di dalam vila jadi aku izin ke masuk ke vila sama rekan sekamarku tapi saat hendak keluar tiba-tiba aja kepalaku sakit terus aku nggak tau lagi apa yang terjadi. Saat aku membuka mata, aku ... aku udah dalam keadaan kotor, Rin. Dan yang ada di samping akubitu, atasanku. Aku nggak tau, Rin. Sumpah, aku nggak tau kenapa aku bisa berada di sana. Aku nggak jebak dia tapi dia marah dan menuduhku menjebaknya. Pernikahannya akhirnya batal dan aku yang jadi pengantin pengganti. Semua orang mencaci makiku bahkan kini aku udah nggak kerja lagi, Rin. Aku dipecat. Gimana aku bisa membiayai ibuku, Rin. Aku butuh pekerjaan." lirih Nazila seraya terisak pilu.

Karin ikut meneteskan air mata. Ia pun merasakan betapa hancurnya perasaan Nazila saat ini. Ia pun tak bisa menebak, kira-kira siapa yang begitu tega menjebak sahabatnya itu. Padahal Nazila bukanlah termasuk orang yang suka aneh-aneh. Bahkan ia cenderung menutup diri dari orang-orang, tapi mengapa masih saja ada yang tega menjahatinya.

"Apa kamu punya musuh? Atau seseorang yang membencimu?" tanya Karin dan Nazila menggeleng.

"Kamu sabar ya, La! Biarpun seluruh orang di dunia ini tak percaya kamu, aku akan selalu ada dan mempercayai kamu. Aku tau, kamu nggak mungkin kayak gitu." ucap Karin mencoba menenangkan.

"Tapi gimana pekerjaan aku, Rin!" lirih Nazila lagi.

"Pokoknya kamu kali ini nggak boleh nolak. Kamu harus kerja di Angkasa Mall. Dulu kamu bisa nolak karena udah keterima kerja di Malikindo, tapi sekarang kamu nggak punya kerjaan jadi kamu harus menerima kesempatan ini. Nggak ada penolakan, okay!" tegas Karin. Nazila menimbang sejenak kemudian mengangguk. Bagaimana pun, ia butuh banyak uang untuk biaya berobat dan kebutuhan ibunya. Ia juga harus memberi jatah bulanan untuk bi Arum sebagai imbalan telah membantunya mengurus ibunya. Jadi tak ada pilihan lain, selain menerima tawaran itu.

...***...

...Happy reading 🥰🙏💪...

Terpopuler

Comments

Wirda Wati

Wirda Wati

😭😭😭😭😭😭

2024-05-25

0

Dewi Kasinji

Dewi Kasinji

astaghfirullah

2024-05-21

0

dewi musnida

dewi musnida

sabar nazila, orang sabar selalu disayang Allah. suatu saat, orng akan tahu bagaimana hatimu. terutama sinaruto eh, maksudnya sinoran.

2024-03-24

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!