NovelToon NovelToon
Butterfly

Butterfly

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:423
Nilai: 5
Nama Author: Nadhira ohyver

Arunaya, seorang gadis dari keluarga terpandang yang terpenjara dalam sangkar emas tuntutan sosial, bertemu Adrian, pria sederhana yang hidup mandiri dan tulus. Mereka jatuh cinta, namun hubungan mereka ditentang keras oleh Ayah Arunaya yang menganggap Adrian tidak sepadan.

Saat dunia mulai menunjukkan taringnya, memihak pada status dan harta, Naya dan Adrian dihadapkan pada pilihan sulit. Mereka harus memilih: menyerah pada takdir yang memisahkan mereka, atau berjuang bersama melawan arus.

Terinspirasi dari lirik lagu Butterfly yang lagi happening sekarang hehehe....Novel ini adalah kisah tentang dua jiwa yang bertekad melepaskan diri dari kepompong ekspektasi dan rintangan, berani melawan dunia untuk bisa "terbang" bebas, dan memeluk batin satu sama lain dalam sebuah ikatan cinta yang nyata.

Dukung authir dong, like, vote, n komen yaa...
like karya authir juga jangan lupa hehehe

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadhira ohyver, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 10

London sedang berada di titik ter dinginnya malam itu. Di dalam kamar apartemen yang sempit, Rian duduk di tepi ranjang. Hanya ada suara detak jam dinding dan desau angin yang menyelinap masuk dari celah jendela. Di pangkuannya, buku sketsa tua itu terbuka pada halaman yang paling sering ia sentuh.

Jemari Rian yang kasar karena kerja keras perlahan menyusuri garis-garis pensil yang membentuk wajah Naya. Matanya yang indah, lengkung senyumnya yang tulus—semuanya masih terekam sempurna dalam guratan hitam di atas kertas putih yang mulai menguning itu.

"Naya..." bisik Rian, suaranya pecah membelah keheningan. "Apa kabarmu hari ini? Apa kamu juga melihat bulan yang sama dari sana?"

Rian memejamkan mata, mendekatkan buku sketsa itu ke dadanya.

"Maafkan aku karena belum bisa menjemputmu. Tapi dengarlah, Nay... setiap tetes keringatku, setiap rasa lelahku di kota asing ini, semuanya kusebut namamu. Dunia mungkin sedang memisahkan kita, tapi hatiku tidak pernah beranjak sedikit pun darimu. Tunggu aku sedikit lagi. Aku akan datang sebagai pria yang tidak akan pernah bisa mereka rendahkan lagi."

Rian meraih earphone-nya, memutar melodi yang menjadi janji mereka. Alunan lagu Butterfly mulai mengalun, mengisi ruang-ruang hampa di benaknya.

ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ

Di belahan dunia yang berbeda, fajar mulai menyingsing di Jakarta. Naya masih terjaga di kamarnya yang mewah namun terasa seperti penjara. Ia meringkuk di atas tempat tidur, memeluk sebuah benda yang jauh lebih berharga daripada perhiasan mahal di meja riasnya: ponsel lama milik Rian.

Ponsel itu dingin, tapi baginya, benda itu menyimpan sisa kehangatan genggaman Rian. Melodi yang sama—Butterfly—mengalun pelan dari sana.

"Rian... bisa kurasa getar jantungmu," lirih Naya, mengutip bait lagu yang sedang ia dengar. Air matanya jatuh tepat di atas layar ponsel yang gelap.

Naya merapatkan ponsel itu ke dadanya, seolah-olah dengan begitu ia bisa memeluk batin Rian yang ia tahu juga sedang kacau karena merindu.

"Aku sedang bertarung di sini, Rian. Aku memakai topeng ini setiap hari agar Ayah percaya aku sudah melupakanmu. Tapi di dalam sini, tidak ada satu detik pun yang ku lewati tanpa merindukanmu. Jangan menyerah, ya? Terbang lah setinggi anganku untuk meraih mu."

Dua jiwa itu, terpisah oleh benua dan samudera, kini sedang bernapas dalam irama melodi yang sama. Rian dengan sketsanya di London yang gelap, dan Naya dengan ponsel lamanya di Jakarta yang mulai terang. Mereka tidak saling tahu, namun batin mereka sedang berpelukan erat dalam doa dan lagu yang sama.

...----------------...

Satu minggu berlalu di London. Kehadiran Dian di kafe benar-benar membawa warna baru bagi Rian dan Aris. Mereka bertiga semakin akrab, membentuk lingkaran kecil yang hangat di tengah dinginnya kota London.

Dian sering membawakan masakan Indonesia yang ia buat sendiri di apartemennya—mulai dari rendang yang aromanya memenuhi ruang istirahat kafe, hingga sambal goreng yang membuat Rian dan Aris berkali-kali menambah nasi. Sambil makan bersama, mereka akan bercerita tentang Jakarta, tentang macetnya jalanan, hingga rindu pada suara tukang bakso yang lewat di depan rumah.

"Kakakku itu payah sekali!" keluh Dian suatu siang sambil membereskan kotak makannya. "Aku sudah bilang mau mengenalkan teman-teman baruku lewat video call, tapi dia bilang sedang sibuk sekali. Proyek di Hardi Group benar-benar menguras waktunya."

Rian hanya bisa tersenyum pahit mendengar itu. Ada harapan yang membuncah, namun ia harus tetap menahan diri agar tidak terlihat terlalu antusias.

Namun, keceriaan itu mendadak hilang tiga hari kemudian. Dian tidak datang ke kafe. Suasana terasa sunyi tanpa ocehan khasnya. Melalui pesan singkat, Dian memberi tahu bahwa tugas-tugas kampusnya menumpuk dan ia harus izin tidak bekerja selama beberapa hari.

Rian tampak lesu. Ia lebih banyak diam dan gerakan tangannya saat membersihkan meja terlihat lambat. Aris yang menyadari perubahan itu menghampiri Rian di sela-sela waktu senggang mereka.

"Kenapa? Lesu karena nggak ada Dian, atau karena kehilangan kesempatan tanya soal Naya?" goda Aris sambil menepuk bahu Rian.

Rian menghela napas panjang. "Entahlah, Ris. Aku merasa pintu yang baru saja terbuka itu tertutup lagi. Aku sudah menunggu momen itu, tapi takdir sepertinya masih ingin aku menunggu."

Aris menatap sahabatnya dengan serius. "Yan, jangan begitu. Dian cuma izin beberapa hari, bukan selamanya. Lagipula, kamu sudah berjuang berbulan-bulan di sini sendirian. Menunggu beberapa hari lagi bukan hal besar, kan?"

"Aku hanya takut kehilangan jejak lagi, Ris," bisik Rian lirih.

"Dengar," lanjut Aris dengan nada menguatkan. "Mungkin ini waktunya kamu fokus sama kesehatanmu dulu. Ingat kan kemarin baru sembuh? Jangan biarkan pikiranmu bikin kamu tumbang lagi. Naya pasti aman di Jakarta. Dia wanita kuat, dia pasti sedang berjuang juga."

Rian menatap Aris, lalu mengangguk pelan. Semangatnya yang sempat meredup mulai kembali terisi. Aris benar, Naya adalah alasan ia bertahan sejauh ini, dan ia tidak boleh menyerah hanya karena keterlambatan kecil.

"Terima kasih, Ris. Aku akan sabar menunggu."

Satu minggu berlalu. Kemudian dua minggu. Harapan Rian yang awalnya setinggi langit mulai merosot jatuh ke bumi. Dian tidak pernah muncul lagi di kafe. Tidak ada lagi tawa renyah, tidak ada lagi aroma masakan Indonesia yang biasanya ia bawa di sela jam istirahat.

Yang lebih menyesakkan bagi Rian adalah keheningan dari ponselnya. Dian tidak lagi membalas pesan singkat, bahkan telepon dari Aris pun tidak diangkat.

"Sudah tiga bulan, Yan," gumam Aris suatu sore saat mereka baru saja memulai shift. Ia menatap loker Dian yang kini tampak berdebu. "Benar-benar tidak ada kabar."

Rian tidak menjawab. Ia terus mengelap meja dengan gerakan mekanis, namun matanya kosong. Setiap hari selama tiga bulan ini, ia selalu menoleh ke arah pintu setiap kali lonceng kafe berbunyi, berharap melihat sosok Dian yang ceria masuk dengan ransel besarnya. Tapi, sosok itu tak pernah muncul.

Rasa frustrasi mulai menggerogoti Rian. "Kenapa dia harus hilang sekarang, Ris? Di saat aku baru saja punya harapan untuk tahu kabar Naya..."

Aris menghela napas, ia berjalan menuju ruang manajer untuk mencari jawaban pasti. Tak lama kemudian, ia kembali dengan wajah lesu.

"Aku baru saja tanya manajer," kata Aris pelan. "Katanya Dian memang masih izin. Dia minta waktu fokus penuh karena tesisnya sedang bermasalah dan dia harus melakukan riset lapangan ke luar London. Manajer bilang kontraknya tidak diputus, tapi dia tidak tahu kapan Dian akan kembali."

Rian meletakkan kain lapnya dengan kasar. Ia duduk di kursi kayu kafe, menyembunyikan wajahnya di balik kedua telapak tangan. London terasa ribuan kali lebih dingin sekarang. Harapan yang sempat menyala terang melalui cerita kakak Dian kini terasa seperti fatamorgana.

Bersambung...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!