"Mbak, aku mau beli mainan, boleeeh?"
Seorang pria dewasa yang ditemukannya terbangun dan tiba-tiba merengek sepeti seorang anak kecil. Luaticia atau Lulu sungguh bingung dibuatnya.
Selama sebulan merawat pria itu, akhirnya dia mendapat informasi bahwa sebuah keluarga mencari keberadaan putra mereka yang ciri-ciri nya sama persis dengan pria yang dia temukan.
"Ngaak mau, aku nggak mau di sini. Aku mau pulang sama Mbak aja!" pekik pria itu lantang sambil menggenggam erat baju Lulu.
"Nak, maafkan kami. Tapi Nak, kami mohon, jadilah pengasuhnya."
Jeeeeng
Sampai kapan Lulu akan mengasuh tuan muda tersebut?
Akankah sang Tuan Muda segera kembali normal dan apa misteri dibalik hilang ingatan sang Tuan Muda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon IAS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sampai 10
"Woaaaah."
Ungkapan ketakjuban meluncur dari mulut dan wajah Luaticia. Pun dengan Nek Asih, seumur-umur baru kali ini dia melihat rumah sebesar itu. Bahkan, orang terkaya di desanya pun tidak ada yang memiliki rumah sebesar ini.
"Didit anak orang kaya ya, Lu?"tanya Nek Asih kepada cucunya. Kekagumannya terhadap rumah keluarga Ditrian begitu besar.
"Iya, Nek, "sahut Luaticia singkat dengan wajah terkejutnya. Ya Luaticia sama sekali tidak menyangka bahwa Ditrian ternyata berasal dari keluarga yang mungkin bisa dibilang sangat kaya.
Mungkin Luaticia nanti akan lebih terkejut lagi jika tahu bahwa pria dewasa yang saat ini bersikap seolah anak kecil itu merupakan CEO sebuah perusahan besar. Bahkan termasuk dalam golongan pria yang sulit 'disentuh' dan didekati.
"Dit, bangun Dit. Kita udah sampai di rumah Didit,"ucap Luaticia sambil menggoyangkan tubuh Ditrian agar pria itu segera bangun.
"Eughhh, udah sampai ya. Oh ini rumah nya,"sahut Didit santai.
Lulu tercengang dengan ucapan Ditrian. Yang namanya naluri mungkin memang tidak bisa diingkari. Ditrian yang meliha kediaman itu begitu besar dan mewah tampak biasa saja karena itu memang adalah rumahnya. Berbeda dengan Lulu yang seumur-umur belum pernah melihat rumah sebesar itu,.
"Nah kita sudah sampai, Ditrian ayo masuk. Lulu dan juga Nek Asih ayo masuk juga. Ini masih tengah malam, sebaiknya langsung lanjut untuk tidur saja. Kamar Lulu dan Nek Asih juga sudah disiapkan, jadi bisa langsung digunakan untuk tidur,"papar Dhea dengan menunjukkan senyum lebarnya.
Luaticia dan Nek Asih pun masuk mengikuti mereka, sedangkan Ditrian, dia masih mengekor Lulu. Bahkan tidak kunjung melepaskan ujung baju Lulu.
"Ditriaaan!! Aah maksud ku Uncle, aku seneng akhirnya kamu pulang juga!"sapa Vindra. Dia langsung berjalan menghampiri Ditrian dan memeluknya erat. Ya Vindra begitu merindukan pamannya tersebut yang juga merupakan teman sepermainan.
"Ih apaan sih, kenapa peluk-peluk. Kamu siapa? Nggak boleh ya peluk-peluk sama orang yang nggak di kenal,"sahut Ditrian dengan wajah tidak suka. Dia melepaskan pelukan Vindra lalu meringsek di belekang Luaticia.
"Ya? Uncle kenapa?" sahut Vindra bingung.
"Uncle, aku Didit. Dan aku bukan uncle. Aku masih kecil, gimana aku bisa jadi uncle. Mbak Lulu, orang ini aneh deh. Didit jadi takut,"ujar Didit.
Vindra hanya bisa membuka mulutnya, ya dia menganga lebar. Keadaan Ditrian ini memang belum sempat diceritakan oleh Virya kepada anak dan suaminya sehingga wajar bagi Vindra yang sekarang kebingungan. Pun Vikram, pria itu sedari tadi hanya terpaku melihat interaksi antara adik ipar dan putranya.
"Pa, Ma, sebenarnya Ditrian kenapa?" tanya Vikram, akhirnya dia membuka suara juga.
"Iya Oma, Opa, sebenernya ada apa dengan Ditrian. Kenapa jadi kayak bocah gini?" timpal Vindra. Wajah pemuda 25 tahun benar-benar kebingungan.
"Nanti kami jelaskan, sekarang biarkan Ditrian, Luaticia dan Nek Asih istirahat lebih dulu,"jawab Drake. Dia tahu akan banyak pekerjaan rumah yang sudah siap menanti kedepannya. Dan mulai dari malam ini dia harus sudah mulai mempersiapkannya.
"Lulu, mari aku tunjukkan kamar mu dan Nek Asih. Lalu Ditrian, biar Mama yang antar,"ucap Virya.
"Baik Bu,"sahut Luaticia. Mereka berlima melenggang pergi untuk menuju ke kamar. Karena tahu bahwa Ditrian sangat bergantung kepada Luaticia, Dhea sudah menyiapkan kamar yang letaknya tidak jauh dari kamar Ditrian. Dhea yakin Ditrian akan protes jika jauh-jauh dari gadis itu.
Dhea ingat saat Ditrian kecil dulu, dan sikap Ditrian saat ini sungguh tidak jauh beda ketika dulu masih kecil.
"Nah ini kamar Ditrian, apa Ditrian ingat sesuatu?" tanya Dhea sambil menggandeng tangan Ditrian untuk masuk ke dalam kamar.
Ditrian terdiam, dia juga menelisik ke seluruh ruangan. Kamar tersebut didominasi warna coklat tua, dan semua perabotan di dalamnya juga berwarna senada. Seolah suasana alam dibawa ke dalam.
Tidak banyak pernak-pernik yang ada di sana, sehingga kamar tersebut nampak luas.
Sebuah meja dan kursi tempat biasanya Ditrian bekerja pun juga tampak simple, tak banyak buku di atas meja namun sebuah laptop dan tablet tergeletak di sana.
Ditrian berjalan mendekat ke ara meja, dia mengambil sebuah ponsel diantara dua ponsel yang lain.
"Woaah ada hape, ini punya siapa Bu?" tanya Ditrian kepada Dhea.
"Mama sayang, panggil Mama. Semua ini punya Ditrian. Kalau tidak pecaya buka saja. Yang Mama tahu, Ditrian mengunci ponsel dengan sidik jari,"sahut Dhea.
Ditrian menuruti ucapan Dhea, dia membuka ponsel itu dengan sidik jari nya dan yeah, terbuka.
"Woaah ini kereeen, beneran ini punya Didit, Ma," ucap Didit dengan riang.
"Iya sayang, itu punya Ditrian. Semua yang ada di sini punya Ditrian. Sekarang Ditrian istirahat ya. Kita akan lanjut besok. Mama akan jelasin segala hal milik Ditrian," jawab Dhea, senyum yang begitu lebar dia tampilkan di depan putranya. Namun Ditrian tidak tahu bahwa hati Dhea sangat sakit melihat putranya menjadi seperti sekarang.
Ditrian menurut, dia naik ke atas tempat tidur dan langsung memejamkan matanya. Dhea yang begitu merindukan Ditrian, tidak ingin meninggalkan putranya. Dia takut jika Ditrian menghilang lagi dari pandangan matanya.
Alhasil, Dhea pun merebahkan tubuhnya di ranjang milik putranya itu. Dia memeluk Ditrian dengan sangat erat.
"Terimakasih Tuhan, terimakasih karena sudah mengembalikan putraku,"ucap Dhea lirih. Dia tergugu, menangis dalam diam sambil menenggelamkan wajahnya pada lengan besar Ditrian. Lambat laun, Dhea pun tertidur. Bahkan ketika Ditrian turun dari ranjang, Dhea sama sekali tidak terusik.
"Hmmm, jadi apa ya? Chat, isinya apa ya kira-kira?" Ditrian bangun dan menuju ke kursi kerjanya. Dia duduk si sana sembari membuka semua smartpone miliknya, tak hanya itu tablet dan laptop pun juga dibuka olehnya.
Awalnya dirinya bingung, bagaimana caranya. Tapi alam bawah sadar Ditrian seolah menuntun dirinya untuk membuka semua yang bisa dia buka.
Mulai dari pesan singkat hingga surat elektronik yang ada di perangkatnya.
Ditrian membaca satu persatu pesan yang masuk di perangkatnya. Meski tidak mengerti tapi dia tetap membaca hingga selesai.
TBC
semoga Didit ngomong ke keluarga pas di rumah, apa yg dirasakan ke Steven tadi