NovelToon NovelToon
GAZE

GAZE

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Duniahiburan / Matabatin
Popularitas:940
Nilai: 5
Nama Author: Vanilla_Matcha23

“Setiap mata menyimpan kisah…
tapi matanya menyimpan jeritan yang tak pernah terdengar.”

Yang Xia memiliki anugerah sekaligus kutukan, ia bisa melihat masa lalu seseorang hanya dengan menatap mata mereka.

Namun kemampuan itu tak pernah memberinya kebahagiaan, hanya luka, ketakutan, dan rahasia yang tak bisa ia bagi pada siapa pun.

Hingga suatu hari, ia bertemu Yu Liang, aktor terkenal yang dicintai jutaan penggemar.
Namun di balik senyum hangat dan sorot matanya yang menenangkan, Yang Xia melihat dunia kelam yang berdarah. Dunia penuh pengkhianatan, pelecehan, dan permainan kotor yang dijaga ketat oleh para elite.

Tapi semakin ia mencoba menyembuhkan masa lalu Yu Liang, semakin banyak rahasia gelap yang bangkit dan mengancam mereka berdua.

Karena ada hal-hal yang seharusnya tidak pernah terlihat, dan Yang Xia baru menyadari, mata bisa menyelamatkan, tapi juga membunuh.

Karena terkadang mata bukan hanya jendela jiwa... tapi penjara dari rahasia yang tak boleh diketahui siapapun.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vanilla_Matcha23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 10 - MATA YANG MENYIMPAN LUKA

Langit Hangzhou diselimuti kabut tipis.

Xia duduk sendirian di ruang kerjanya, lampu redup, hanya suara detak jam yang terdengar di dinding. Di hadapannya, layar tablet menampilkan wajah Yu Liang dalam berbagai wawancara. Tersenyum, tertawa, menjawab pertanyaan media dengan sopan.

Namun bagi Xia, senyum itu tidak pernah terasa nyata.

Ia meletakkan tablet itu, menutup mata sejenak.

Dan ketika napasnya melambat, sesuatu mulai bergetar di dalam pikirannya. Suara samar, seperti gema dari ruang yang jauh.

“Kau tak bisa menolak, Liang. Ini bagian dari kontrak.”

“Tersenyumlah, dunia tidak ingin melihatmu lelah.”

“Jika kau menolak pemotretan ini, mereka bisa menggantimu besok pagi.”

Cahaya putih menyilaukan matanya.

Ketika Xia membuka mata lagi, ia bukan lagi di ruang kantornya. Ia berdiri di lorong panjang sebuah studio. bau make-up, lampu panas, dan suara orang-orang berteriak memberi instruksi.

Di ujung lorong, seorang pria muda berusia sekitar 25 tahun berdiri diam.

Wajahnya pucat, tubuhnya tampak kurus. Tangannya gemetar saat mencoba mengancingkan kemejanya.

Itu Yu Liang,

Yu Liang berusia 25 tahun, dengan tubuh yang lumayan berisi, tidak seperti saat ini. Seseorang, manajer agensinya, menarik kasar kerah bajunya.

“Jangan berlagak lemah, Liang! Kau pikir mereka peduli? Dunia ini hanya ingat wajah yang tersenyum!”

Yu Liang tidak membalas.

Ia hanya menunduk, menghela napas pelan, lalu berjalan ke depan kamera, memaksakan senyum yang sama sekali tidak sampai ke matanya.

Suara kilatan kamera terdengar cepat.

Klik, Klik, Klik!

Namun setiap kilatan itu seperti pisau yang menusuk kesadarannya. Dalam setiap cahaya, Xia bisa melihat potongan lain dari masa lalunya,

Yu Liang duduk sendirian di ruang latihan, lututnya berdarah, suaranya serak karena latihan vokal tanpa henti.

Di belakang panggung, seorang senior menamparnya karena kesalahan kecil.

Dan ketika diruang ganti, manajer membuang skrip ke arah wajahnya karena ia menolak adegan yang melanggar batasnya.

“Jangan berpura-pura punya pilihan,” suara seseorang menggema.

“Kau hanya properti kami.”

Suara itu terus berputar di kepalanya.

Tiba-tiba, lampu ruangannya bergetar.

Sekilas, pantulan kaca di jendela kembali berubah. Bukan lagi pantulan dirinya, melainkan bayangan samar seorang pria muda berdiri di tengah ruangan. Tubuhnya kurus, wajahnya tampak memar, dan senyumnya… pahit sekali.

“Yu… Liang?” bisik Xia kembali tanpa sadar.

Bayangan itu bergerak. Dalam sekejap, ruangan di sekelilingnya berubah.

Bayangan berganti cepat: ruang ganti gelap, lampu pendar, suara desas-desus dari kru, tawa menghina.

Suara-suara itu menyayat di telinga Xia.

Ia tidak lagi berada di ruang kerjanya, melainkan di sebuah studio kecil dengan dinding abu dan kamera yang menyala. Suara sutradara terdengar keras.

“Cut! Ulangi lagi! Wajahmu tidak menunjukkan emosi, Yu Liang! Ini syuting terakhir, jangan buat kami rugi!”

Pria itu menunduk, memegang naskah lusuh di tangannya. Seseorang menepuk pundaknya dengan kasar. “Kau dengar itu?”

Xia berdiri terpaku.

Semua terasa terlalu nyata.

Ia bisa mendengar desahan napas Yu Liang, bisa melihat luka samar di sudut bibirnya, hasil dari latihan keras, atau mungkin dari sesuatu yang lebih kejam.

Dan di tengah semua cemoohan itu, Yu Liang hanya duduk diam, menatap pantulan dirinya di cermin. Ia tersenyum lemah, senyum yang seolah meminta maaf pada dirinya sendiri.

Lalu semuanya mengabur.

Xia terjatuh ke kursinya lagi, terengah. Keringat dingin membasahi pelipisnya.

Bayangan itu hilang… tapi perasaan sesak itu masih tertinggal.

Ia tahu penglihatannya bukan kebetulan.

Ada sesuatu yang harus dia temukan.

Dan entah kenapa, setiap kali nama Yu Liang terlintas, hatinya seperti terseret ke masa lalu yang bukan miliknya.

Xia tertegun.

Setiap suara, setiap bayangan itu terasa begitu nyata seolah ia ikut berada di sana. Dadanya terasa sesak, matanya panas. Ia ingin berteriak, ingin menghentikan semuanya. Tapi bayangan itu terus berjalan seperti film yang tak bisa dijeda.

Sampai akhirnya, adegan terakhir datang.

Yu Liang berdiri di atas panggung penghargaan. Senyum sempurna, setelan rapi, tepuk tangan membahana di seluruh ruangan.

Namun di balik kilau lampu, Xia melihat sesuatu yang tak dilihat siapa pun, mata yang kosong.

Sorot yang telah kehilangan arti dari setiap pujian yang ia terima.

“Tolong aku…”

Suara itu terdengar pelan, hampir tak terdengar, tapi menusuk jantung Xia. Kilatan cahaya terakhir membuat ruangan itu lenyap. Xia terbangun dengan napas tersengal. Butiran keringat dingin membasahi pelipisnya.

Tangannya bergetar saat menatap cermin di seberang meja dan untuk sesaat, bayangan Yu Liang masih terlihat di sana, menatapnya dengan mata sayu.

“Yu Liang…”

Nada suaranya lirih, nyaris bergetar.

“Kau sudah hidup terlalu lama dalam luka yang tak terlihat.”

Ia menutup matanya, mencoba mengendalikan napasnya yang tidak teratur.

Kini ia tahu,

Setiap kali ia menatap pria itu, ia tidak hanya melihat seorang aktor, tapi seseorang yang sedang berjuang bertahan di dunia yang perlahan menghancurkannya.

Pintu ruang kerjanya tertutup perlahan, meninggalkan keheningan yang menekan.

Yang Xia masih duduk di kursinya, pandangannya kosong menatap meja. Ujung jarinya gemetar samar saat menyentuh berkas yang tadi ditandatanganinya.

....

“Xia…”

Panggilan itu terhenti ketika Huang Mei melihat Xia masih sibuk memeriksa pasiennya.

“Aku tidak menyarankanmu melakukan hal seperti ini lagi,” ucap Xia tenang, menutup luka pasien dengan perban bersih.

“Baik, Dokter. Saya akan mengingatnya.”

Xia hanya mengangguk pelan, memperhatikan pasien itu keluar dari ruangannya. Begitu pintu tertutup, Huang Mei melangkah mendekat.

“Xia… kau tahu—”

Seorang pria muda tiba-tiba masuk dan menghentikan perkataan Huang Mei.

“Nona Xi— maksud saya, Dokter Xia…” Xia berbalik perlahan, menatap asisten pribadinya itu dengan sorot mata datar yang sulit terbaca.

“Pergilah dulu. Nanti aku akan mencarimu.” ucapnya lembut tapi tegas pada Huang Mei.

Huang Mei menarik napas perlahan, menunduk sedikit, lalu melangkah keluar. Pintu tertutup perlahan di belakangnya.

Xia menarik napas pelan, lalu menatap asistennya.

“Pergilah.”

Pria muda itu mengangguk cepat dan melangkah keluar.

Ruangan kembali hening.

Xia menekan tombol panggilan. Tak lama, seorang perawat masuk.

“Apakah aku masih memiliki pasien lagi hari ini?”

“Tidak, Dokter Xia.”

“Baik. Kau boleh keluar.”

Begitu pintu tertutup, Xia menyandarkan tubuhnya di kursi. Ia menutup mata perlahan, memijit pelipisnya dengan dua jari.

Mengapa aku seakan ingin terus berada dalam kehidupannya?

Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menepis pikirannya, namun pintu tiba-tiba terbuka.

“Xia…”

Suara itu membuatnya sedikit tersentak. Huang Mei berdiri di ambang pintu, wajahnya tampak tegang namun tersenyum kecil.

“Maaf kalau aku membuatmu terkejut,” ucapnya sambil terkekeh pelan.

Xia menghela napas, menatap sahabatnya dengan tenang.

“Apa yang membuat seorang Dokter Huang Mei datang dengan wajah tidak sabar seperti ini?”

Huang Mei menarik kursi dan duduk di hadapan Xia.

“Ya, kau benar,” katanya sambil menatap lurus.

“Kau tahu aktor Yu Liang, kan? Aku merasa ada sesuatu yang terjadi padanya.” Kening Xia berkerut.

Ia menatap Huang Mei lama, seolah ingin memastikan apa yang baru saja didengarnya.

“Xia… ck, kau ini,” protes Huang Mei kesal melihat sahabatnya seperti melamun.

Xia tersadar, menarik napas pelan.

“Apa yang terjadi?” tanyanya akhirnya, suaranya tenang tapi sarat kekhawatiran.

Sambil berbicara, ia meraih beberapa berkas medis di mejanya, mencoba menutupi gejolak dalam pikirannya. Huang Mei menghela napas, menatap Xia dengan ekspresi yang lembut tapi serius.

“Kau benar. Dia terlihat sangat menyedihkan… bahkan lebih dari terakhir kali kau katakan.”

1
Om Ganteng
Lanjut thorrr💪
Om Ganteng
Yang Xia
Om Ganteng
Chen Wei
Om Ganteng
Yang Xia/Determined/
Om Ganteng
Yu Liang/Sob/
Om Ganteng
Thor... apa ini Yu Menglong?
Zerine Leryy
Thor, Yu Liang... seperti Yu Menglong/Sob//Sob/
Zerine Leryy
Guang Yi keren...
Zerine Leryy
Bagus, lanjutkan Thor... Semoga ceritanya bagus sampai akhir/Good//Ok/
Zerine Leryy
Yang Xia dibalik Yang Grup, Guang Yi dan Feng Xuan 👍 perpaduan keragaman yang keren
Zerine Leryy
Ceritanya bagus, Sangat jarang ada Ceo wanita yang tangguh seperti Yang Xia.
☘☘☘yudingtis2me🍂🍋
Jelek nggak banget!
Yue Sid
Aduh, cliffhanger-nya bikin saya gak tahan nunggu, ayo lanjutkan thor!
Gladys
Asik banget!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!