NovelToon NovelToon
Kami Yang Tak Dianggap

Kami Yang Tak Dianggap

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:13.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ayumarhumah

Arabella seorang anak perempuan yang menyimpan dendam terhadap sang Ayah, hal itu diawali sejak sang Ayah ketahuan selingkuh di tempat umum, Ara kecil berharap ayahnya akan memilih dirinya, namun ternyata sang ayah malah memilih wanita lain dan sempat memaki istrinya karena menjambak rambut selingkuhannya itu.

Kejadian pahit ini disaksikan langsung oleh anak berusia 8 tahun, sejak saat itu rasa sayang Ara terhadap ayahnya berubah menjadi dendam.

Mampukah Arabella membalaskan semua rasa sakit yang di derita oleh ibunya??
Nantikan kisah selanjutnya hanya di Manga Toon

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumarhumah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Suasana di kontrakan Amel semakin memanas, setiap gerakan dan setiap lekukan tubuh Amel, menjadi pesona tersendiri yang mampu menjerat pria dewasa dihadapannya itu. Dirga semakin mendekat, tangannya mulai menyentuh tubuh Amel dengan lembut, pria itu seolah lupa akan segalanya. Bahkan bunyi handphone yang berdering tidak ia hiraukan sama sekali.

  "Ok itu handphone mu berdering," tegur Amel.

Sejenak Dirga mulai merogoh saku jasnya, dan setelah ia lihat nama Ika muncul di layar utamanya. "Ah sudahlah gak begitu penting, kita lanjutkan lagi Sayang," ajak Dirga langsung meraih kembali wajah Amel.

  Amel mulai memainkan taktiknya dengan lembut, kepiawaiannya ini membuat Dirga betah dan candu dengan lekukan tubuh dan aroma gadis itu yang benar-benar membuatnya tidak ingin melewatkan waktu dengan selingkuhan kecilnya itu.

  Sementara itu di rumah besarnya Ika merasa kesal karena sedari tadi Dirga tidak mengangkat teleponnya, padahal di siang ini badannya merasa ada yang aneh tidak seperti biasanya, entah kenapa Ika mengalami pening yang membuat asing.

  "Kenapa sih, dari tadi pagi kepala ini pusing terasa ingin mual, udah gitu Mas Dirga di telpon gak diangkat-amgkat," dengusnya dengan kesal.

  Ika pun kembali lagi mencoba menghubungi Dirga tapi sayang nomor Dirga sudah tidak aktif lagi. "Ah sial ... bisa gila aku, jika seperti ini terus, Mas Dirga akhir-akhir ini kamu berubah awas saja jika berani macam-macam diluaran sana," geram Ika sambil sedikit mengacak rambutnya.

☘️☘️☘️

Di tempat lain.

Matahari semakin naik keatas, bel sekolah pun sudah berbunyi pertanda anak-anak sudah boleh pulang, dengan sedikit senyum Naira mulai melangkahkan kaki, sambil menghampiri Arkana.

  "Arkan ayo pulang," ajak bocah itu.

  Sementara itu Arkana masih fokus ke tugas matematikanya yang masih belum ia selesaikan. "Bentar dulu tinggal satu lagi."

  Naira pun kembali mendudukkan bokongnya di kursi, sambil menunggu Arkan yang masih fokus. "Arkan, kenapa sih kok kamu mau temenan sama aku, padahal aku itu tidak pintar dan kumuh, kalau kamu itu bersih dan anaknya pintar."

Seketika Arkan menghentikan tulisannya, matanya beralih pada Naira. Keduanya saling menatap ada sesuatu yang sulit dijelaskan di sana, seolah ada benang halus yang sejak lama menghubungkan hati kedua anak kecil itu tanpa pernah disadari.

  "Aku gak tahu Ra, tapi yang jelas di saat aku melihatmu pertama di lampu merah sedang berjualan tisu, dari situ aku mulai peduli ditambah lagi aku pernah melihat sendiri kamu dimarahi ibu," ucap Arkan sambil menatap wajah teman kecilnya itu.

  Seketika Naira menundukkan wajahnya ke bawah matanya berkaca-kaca di saat mengingat semua kejadian itu. Ia pikir tidak akan ada teman yang peduli bahkan dirinya sering dijauhi oleh teman-temannya yang lain gara-gara dia berbeda sendiri dan tanpa ia sadari dari banyaknya teman hanya Arka yang mau merangkulnya.

  "Arkan aku masih ingat di saat ibuku memarahiku, karena daganganku gak laku, dan aku tahu pada waktu itu kamu melihatnya aku pikir kamu akan mengejekku seperti yang lainnya, ternyata kau tidak seperti itu Arkan. makasih banyak ya," ucap Naira sambil meneteskan air matanya.

Arkan langsung berdiri menghampiri Naira anak kecil itu berusaha untuk menenangkan temannya meskipun ia tidak tahu cara yang mahir untuk membuat temannya itu berhenti menangis dan merasa tenang

 "Sudah ya Ra, jangan menangis, mulai sekarang aku akan menjadi Abang kamu jadi mulai sekarang aku akan melindungi kamu dari orang-orang yang jahatin kamu," kata Arkan sambil menepuk bahu Naira.

  "Aku gak tahu Arkan, jika tidak bertemu kamu, pasti aku tidak akan pernah merasakan hangatnya keluarga, pedulinya Kak Ara, dan pelukan hangat Tante Sena," sahut Naira.

 Arkan menatap wajah Naira yang masih basah oleh air mata. Dalam hatinya, ada perasaan aneh yang belum bisa ia pahami. Ia belum mengerti apa itu empati sepenuhnya, tapi ia tahu satu hal ia tidak suka melihat Naira sedih.

Dengan tangan kecilnya, Arkan menghapus sisa air mata di pipi gadis kecil itu. “Kita ini punya kesedihan yang sama, Ra,” ucapnya pelan. “Kamu kehilangan kasih sayang dari orang tuamu, dan aku… belum pernah tahu rasanya punya ayah, untung aku punya Papa dokter yang selalu ada di setiap hariku."

Naira menatapnya dengan mata yang bergetar. “Kamu belum pernah ketemu sama ayahmu?” tanyanya polos.

Arkan menggeleng pelan. “Kata Mama, Ayah pergi jauh, tapi kata Kakak dia sudah meninggal. Tapi kadang aku mikir, apa Ayah tahu ya kalau aku ulang tahun hari ini? Kalau aku udah bisa juara kelas?” suaranya merendah, nyaris seperti gumaman.

Naira ikut menunduk. “Kalau gitu, mulai sekarang kamu gak usah sedih. Kamu kan punya Mama Sena, Kak Ara, Om dokter dan aku juga. Aku mau jadi adik kamu beneran.”

Arkan tersenyum kecil. “Deal ya, tapi kamu harus janji juga, kalau ada yang ganggu kamu, kamu bilang ke aku dulu.”

Naira mengangguk mantap. “Janji.”

Mereka berdua pun tersenyum dua anak kecil yang sama-sama kehilangan kasih sayang orang tua, tapi menemukan arti rumah di dalam persahabatan yang tulus.

Akhirnya mereka saling bergandeng tangan meninggalkan kelas yang penuh dengan kesunyian.

Saat ini keduanya berjalan bersama sambil bersenandung riang meninggalkan lorong kelas, namun tanpa mereka sadari di depan pintu gerbang sana Sita sudah mencegat anaknya itu dengan tatapan yang tajam dan tangan yang berkacak pinggang.

"Hei Naira," panggilnya dengan nada yang dingin penuh amarah.

Sementara itu Naira langsung tersentak, dan refleks menyeret kakinya ke belakang Prilly putih dengan ketakutan tubuhnya menegang namun teman lelaki teman laki-laki yang ada di sampingnya menenangkannya

Sena jangan takut ya ada aku Arkan

Tapi senat takut Sena takut Diajak pulang lagi sana takut akan itu dengan nada yang bergetar sambil menahan tangis di matanya

Mulai menatap wajah Sinta dengan penuh tatapan dingin anak laki-laki itu mencoba untuk berbicara baik-baik dan penuh dengan ketegasannya

Tante tolong jangan siksa temanku lagi dia masih kecil ucapkan memberanikan diri

Darah Sinta tambah mendidih di saat anak kecil itu berani melawan perkataannya. "Kurang ajar, kau tahu apa anak kecil, dia itu anakku jadi terserah aku dong mau aku apakah!" bentak Sita dengan nada yang memburuh.

Naira semakin ketakutan mendengar bentakan dari Sita, namun tangan kecil temannya itu berusaha untuk menenangkannya "Sudah ada aku jangan takut ya," ujar Arkan.

Setelah itu Arkan langsung beralih menatap wajah Sita dengan dingin. "Tante aku tahu aku masih kecil, tapi aku tidak akan pernah membiarkan Naira disakiti lagi oleh Tante," kata anak itu penuh dengan ketegasan.

Tanpa membuang banyak waktu, keduanya langsung berlari, meninggalkan Sita dalam keadaan geram menahan amarah.

"He! Bocah tengil jangan bawa kabur anakku!" teriak Sita sambil ikut mengejar kedua anak itu.

Sita masih terus berlari, sambil menghubungi teman-teman preman nya untuk mencelakai anak yang sudah berani membawa kabur ATM berjalannya itu.

"Bonar, tahu kan apa yang ku perintah," ucapnya seperti sudah direncanakan sebelumnya.

"Iya Sita aku paham." telepon sudah tertutup.

Sementara itu anak kecil itu masih berlari, dengan hati-hati tangan Arkan menggandeng tangan Naira untuk menyebrang di jalan menuju pulang. Namun tanpa Arkan sadari motor dari arah timur melaju kencang tanpa ampun.

Naira yang tahu akan hal itu tangannya refleks mendorong tubuh Arkan dengan keras hingga anak laki-laki itu terhuyung di jalan trotoar, namun setelah Arkan mencoba bangkit dari jatuhnya, tiba-tiba saja ia mendengarkan teriakan dari temannya itu.

"Aaaaaaagh .....!"

"Bruuuugh. ....!" tubuh Naira terpental di aspal.

Bersambung ....

1
Lilik Lailiyah
ayo Ara selidiki Ika secepatnya
Kasih Bonda
next Thor semangat
Suanti
ika tukar ank cowok demi hancurkan rmh tangga sena beri ika kena karma 🤭
Kasih Bonda
next Thor semangat
Lilik Lailiyah
Naira Ara Arkan saudarah se ayah
Siti Koyah
ini anak sidirga sama si ika trus d tuker
Rafkah: bodoh si ika..ank ny trsiksa..malah ank org di raja kn.
total 1 replies
Siti Dede
Typonya bertebaran thor
Ayumarhumah: Iya Kak nanti aku revisi. gak tahulah hp keyboard ku😇😇
total 1 replies
Kasih Bonda
next Thor semangat
Bak Mis
apa mungkin ini anak nya wanita pelakor itu yg di tukar itu
Bak Mis
gak tau malu juga nih pelakor 😃😃😃
Kasih Bonda
next Thor semangat
Bak Mis
kenapa gak di tangkap aja tuh orang "jahat itu
Bak Mis
ini pria gak liat gadis itu seperti anak nya sendiri
Bak Mis
nih bocah masih kecil udah b
janji "aja tuh
Bak Mis
lanjut
Bak Mis
nah gitu dong bagus banget Ara,gak seperti mamanya yg masih nungguin
Bak Mis
makanya kalau di kasih rejeki dikit udah banyak gaya
Bak Mis
oh jadi gitu ya ibu mertuanya juga gak sayang sm menantu pertama nya
Bak Mis
akhirnya smg kedepan nya mereka ber3 slalu bahagia
Bak Mis
tuh anaknya aja punya otak, kenapa ibu nya oon
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!